Apa jadinya jika bangunan tua yang bersejarah dipulas dengan cahaya futuristik yang bergerak dan bercerita? Tentu menghasilkan sebuah mahakarya yang berharmoni dengan menakjubkan melintasi sekat-sekat waktu. Jogja memiliki ruang-ruang yang bisa begitu elegan memadukan keanggunan bangunan tua bersejarah dengan megahnya teknologi modern.
Hamparan pasir putih memahat lengkung sepetak teluk biru di pesisir selatan Lombok. Tampak sekujur pantai ini memanjang tanpa sekat, hingga berbatas banjaran pegunungan yang menguning ditimpa sinar sore baskara. Di atas pasir yang sehalus terigu itu, dua turis asing berbikini begitu masyhuk berjemur berkawan semilir angin dan hangat mentari. Di depannya, dua turis lokal berjilbab begitu asyik bermain percikan ombak yang pelan. Kegembiraan ini serasa hadir tanpa sekat identitas, begitu lugas, begitu muncul manusiawi. Mereka sama-sama khusyuk menikmati khasanah Pantai Selong Belanak yang seronok alias indah.
Berada di Pantai Selong Belanak sore itu, sebenarnya saya merasa seperti tidak sedang berlibur di Indonesia. Turis asing begitu dominan menjadi pengunjung pantai dengan aneka perangai khas mereka. Ada yang berjemur, ada yang bersantai di bawah payung sambil membaca buku, ada yang berselancar, ada yang sekadar terduduk di atas pasir sambil berbincang dengan sobatnya. Sebagian wisatawan lokal, seperti saya, juga memeriahkan Selong Belanak dengan jumlah yang lebih sedikit.
Suasana santai menikmati Pantai Selong Belanak didominasi turis mancanegara. |
Berjemur dan bermain ombak tanpa sekat. Semua bergembira. |
“Kalau turis asal Indonesia bagaimana?” tanya saya penasaran.
“Biasanya anak-anak muda yang suka datang ke sini. Anak milenial suka foto-foto. Mereka suka upload di medsos,” terang Ibnu.
Ucapan Ibnu betul. Ia seperti menggambarkan riwayat saya bagaimana datang ke Selong Belanak. Saya tertarik ke Selong Belanak dimulai setelah melihat paras cantiknya di media sosial Instagram. Saya kemudian mencari info lebih lanjut di mesin pencari Google. Akhirnya, saya memutuskan sekeluarga, bersama istri dan anak, berlibur ke Selong Belanak.
Saya pesan tiket penerbangan dan penginapan menggunakan aplikasi perjalanan online, termasuk juga pembayarannya. Saya menentukan sendiri itinerary destinasi mana saja dan kuliner apa saja di Lombok berdasarkan pencarian internet. Saran kawan tentang apa saja yang sebaiknya dipersiapkan dan dilakukan di Lombok, saya peroleh juga dari media sosial dan jaringan sosial online. Semuanya serba digital. Semuanya serba berbasis internet. Hanya saat memesan jasa rental mobil Ibnu saja yang berbasis luring, minta bantuan kepada penginapan saya demi keamanan dan kepercayaan.
Perilaku wisata semacam ini sejalan dengan tren pariwisata dunia yang sedang berkembang, yakni millennial tourism. Saya menjadi bagian dari generasi milenial yang lahir antara tahun 1981-1996 (menurut kategori Pew Research Center). Generasi milenial melakukan perjalanan dengan cara berbeda dari generasi berbeda dan memiliki harapan yang berbeda pula. Untuk mereka, mendapatkan pengalaman lebih penting daripada membeli produk semata.
Dalam studi Schiopu (2016), generasi milenial bergantung pada sumber massa online dalam keputusan melakukan perjalanan. Hal ini dikarenakan mereka travelling dengan menggunakan ‘pengalaman onlinenya’ pada semua tahapan, seperti pencarian informasi, pengambilan keputusan, pemesanan, pembelian dan perilaku pasca pembelian (unggah media sosial, berbagi jaringan sosial, dll)[i]. Starĉević (2018) menambahkan bahwa generasi milenial menawarkan konten-konten yang dapat dibagikan, dicuitkan, diviralkan di media sosial dan mereka pun sukarela menjadi duta electronic word-of-mouth (e-WOM).[ii]
“Pantai Selong Belanak termasuk yang kurang dipromosikan dalam paket wisata di Lombok, dibandingkan Pantai Senggigi, Gili Trawangan, dan Pantai Kuta Mandalika. Tapi, tetap saja banyak yang datang ke sini,” terang Ibnu yang jujur jikalau jarang mengantar wisatawan ke Selong Belanak.
“Orang Lombok saja juga belum tentu tahu dan pernah main di Pantai Selong Belanak, kecuali yang suka jalan-jalan, foto-foto dan main medsos,” tambahnya.
Bersenang-senang Dibersamai Gerombolan Kerbau
Mentari mulai merendah ke cakrawala barat. Suasana sore makin teduh dengan tiupan angin laut yang kian silir. Saya pun makin asyik bermain bareng Thole – anak balita saya, menjajal riak ombak, berkejaran di atas pasir yang lapang dan membuat rumah-rumahan dari pasir. Sesekali saya bawa Thole mendekat ke muka dan mencelupkannya ke ombak agar dia merasakan lebih intim pada sejuknya air laut. Ternyata Thole ketagihan. Saya berikan keleluasaan baginya agar lebih bereksplorasi di pantai sesuai dengan usianya.Pada ombak yang tenang di cerukan teluk, perahu nelayan tampak berangkat melaut. Bagi mereka, ada harapan untuk mendapatkan ikan dan hasil laut yang melimpah di perairan selatan Lombok. Di daratan, terdapat berjajaran puluhan perahu tradisional yang tertambat di sisi tepian dekat muara sungai.
Sejak dulu, Pantai Selong Belanak menjadi pelabuhan lokal para nelayan kampung yang tinggal tak jauh dari pantai. Bagusnya, tak ada kesan kumuh di pantai ini. Kegiatan wisata dengan aktivitas nelayan bisa berjalan harmonis bersama. Para wisatawan bisa menikmati saujana sepenuh jiwa, para nelayan tetap bisa leluasa berlabuh dan mencari ikan di laut.
Thole sangat bergembira bermain kejar-kejaran di atas pasir. Pasir yang lembut membuat nyaman untuk bermain bersama anak-anak. |
Sambil terduduk meresapi suasana sore Pantai Selong Belanak, saya pandangi sebuah pulau yang menyembul di muka teluk, yakni Pulau Gunung Wayang. Pulau yang memang berwujud seperti gunungan wayang ini disakralkan oleh masyarakat Suku Sasak, penduduk asli Lombok.
Konon, jika hendak berkunjung ke sana, harus meminta izin kepada pemangku adat, Amaq Salmah. Selanjutnya, Amaq Salmah akan membuat sebuah ritual terlebih dahulu untuk memohon izin sang penunggu. Jika nekat melanggar ke Pulau Gunung Wayang, bisa dipastikan akan celaka bahkan bisa meninggal. Silakan terserah mau percaya atau tidak. Namun, bagi saya mitos ini begitu menarik. Mitos ini bisa membuat wisatawan agar tidak berperilaku sembarangan, menghormati adat setempat dan menyuguhkan daya tarik wisata makin berwarna.
Mari bergerak lagi! Saya mengajak Thole berjalan menyusuri bibir pantai. Sore menyusun pantai ini kian dijejali beragam aktivitas. Sekelompok wisatawan riuh bermain voli pantai. Ada juga yang riang bersepakbola pantai. Para turis yang dari tadi asyik tiduran dan membaca buku itu kini mendekati laut dan menceburkan tubuhnya pada ombak yang mengarus lembut. Alunan musik dari serombongan wisatawan makin memeriahkan nuansa jelang penghujung hari.
Tiba-tiba suasana yang syahdu memesrai kala swastamita itu berubah. Gerombolan kerbau melintas begitu santainya di hadapan para wisatawan. Kerbau-kerbau ini seperti tak peduli dengan keriuhan wisatawan yang sedang bersenang-senang. Kerbau-kerbau hanya ingin lewat karena inilah jalan tradisionalnya untuk berangkat merumput pada pagi hari dan pulang ke area kandang pada sore hari. Saya pikir mereka adalah penghuni lokal sehingga semestinya wisatawanlah yang menghormati. Betul, puluhan kerbau ini pun diberi jalan untuk lewat, dipersilakan sebagai yang terhormat.
“Dad, i want to ride this buffalos!” ungkap sebocah usia SMP tertarik ingin menaiki kerbau sambil memegang kerbau yang masih remaja. Ayahnya bilang harus izin dulu kepada penggembalanya dan memintanya hati-hati ketika naik kerbau.
Saya menawari Thole apakah ingin naik kerbau sambil membawanya mendekat. Namun, Thole tampaknya takut dan membuat saya mundur. Dia sebenarnya sangat antusias dengan puluhan kerbau hitam yang berjalan pelan seperti ‘berlenggak-lenggok’ di atas catwalk pasir. Dia terus memandangi kerbau melintas sambil menunjuk-nunjuk coba menghitung.
Bagi turis asing yang berasal dari negara-negara Barat, sosok binatang kerbau tidaklah familiar. Kerbau lebih mudah dijumpai di negara-negara tropis yang berair dan lembab. Makanya, ‘suguhan’ kerbau ini begitu meriah disambut wisatawan. Ini pun menjadi daya tarik otentik dari Pantai Selong Belanak.
Saya sungguh puas bersenang-senang di Pantai Selong Belanak, memenuhi ekspektasi keindahan lahir dan batin. Saya pun meninggalkan pesona Pantai Selong Belanak dengan hasrat membagikannya kepada warganet di media online.
“Mereka
perlu tahu, di Lombok ada pantai pasir putih cantik bisa aman untuk mandi dan
juga berselancar. Bonusnya saat senja ada swastamita yang indah dan gerombolan
kerbau melintas bebas,” pikir saya dalam hati.
***
Pantai Selong Belanak menjadi representasi destinasi yang familiar untuk millennial tourism. Mengakses informasi Pantai Selong Belanak begitu gampang dengan internet. Ada juga penginapan di sekitar pantai, mulai villa luxury, penginapan kelas melati hingga homestay masyarakat yang bisa dipesan dan dibayar dengan aplikasi travel online. Untuk menjangkau Pantai Selong Belanak juga bisa mengikuti aplikasi Google Maps tanpa khawatir tersesat. Infrastruktur fisik menuju lokasi sudah terbangun mulus. Fasilitas pendukung di lokasi wisata seperti tempat makan, parkir, air bersih, toilet, tempat bilas juga sudah tersedia cukup memadai.Lokasi Pantai Selong Belanak sesungguhnya tak jauh dari Bandara Internasional Lombok, sekitar 20 km saja. Selain itu, Pantai Selong Belanak juga dekat dengan destinasi super prioritas pariwisata Indonesia yakni Mandalika Lombok yang di antaranya berisi pantai-pantai indah, resort mewah dan rencana pengembangan sirkuit MotoGP. Ada juga pantai-pantai lain di sekitar Selong Belanak yang juga memesona seperti Pantai Mawun, Pantai Lancung dan Pantai Mawi.
Jalan menuju Pantai Selong Belanak sudah mulus. Biasanya kita akan berjumpa dengan rombongan kerbau di tengah jalan. |
Masjid Kuno Gunung Pujut, salah satu tertua di Lombok. Untuk berkunjung ke sana, harus mengakses informasi sendiri karena tak semua wisata akan mampir di sini. |
Tari Peresean khas Lombok ditampilkan di Desa Sasak Sade. |
Bagi yang gemar khasanah budaya lokal Lombok, Pantai Selong Belanak juga dekat dengan Desa Sasak Sade, Desa Sasak Ende, Masjid Kuno Sasak Gunung Pujut dan lain-lain. Agar generasi millenial memiliki experience yang kaya di pesisir Lombok bagian selatan, memadukan beragam destinasi wisata tersebut adalah pilihan yang cerdas.
Sejak menikmati langsung begitu seronoknya Selong Belanak, saya dengan senang hati selalu merekomendasikan kawan yang hendak ke Lombok, harus berkunjung ke pantai ini. Kepada warganet yang berinteraksi di blog maupun media sosial, saya sukarela sebagai duta informasi dan mengharapkan mereka juga tertarik berkunjung ke Pantai Selong Belanak. Terlebih bagi generasi milenial yang sudah berkeluarga dan memiliki anak seperti saya, rasanya Pantai Selong Belanak patut menjadi pilihan destinasi pantai terbaik untuk dinikmati secara memuaskan.
[i] Schiopu, A.F. et al. (2016). The Influence of New Technologies on Tourism Consumption Behavior of the Millennials. Amfiteatru Economic, Vol. 18, No. 10, 829-846.
[ii] Starĉević, S & KonjikuÅ¡ić, S. (2018). Why Millenials as Digital Travelers Transformed Marketing Strategy in the Tourism Industry. Diakses di https://www.researchgate.net/publication/328791775
Pantai Selong Belanak
Lokasi:
Desa Selong Belanak, Kecamatan Praya Barat, Kabupaten Lombok Tengah, Nusa Tenggara Barat
Waktu terbaik untuk berkunjung:
Pagi jam 08.00-10.00 dan sore jam 15.00-18.00 WITA
Peta: