Tak ada yang ingin menjadi pecundang sore itu. Para joki kuda tak hentinya ‘membujuk’ kuda tunggangannya untuk berlari sekencang mungkin. Dalam race kali itu, delapan kuda beradu paling cepat dalam lintasan berjarak 1.000 meter. Sorak sorai penonton begitu riuh membahana, coba menyemangati laju para kuda. Walaupun begitu, apapun teriakan penonton tentunya tak akan didengar sang kuda. Turangga hanya patuh pada nalurinya untuk terus berlari, berlari dan berlari.
Gegap gempita ini bukan perlombaan tingkat nasional di lapangan equestrian yang representatif. Event ini hanyalah Pacuan Kuda di lapangan kampung nonpermanen, di sebuah desa di pesisir selatan Jawa. Biasanya di Lapangan Tegalrejo, Desa Ambalresmi ini ditanami lombok, jagung dan aneka palawija lainnya. Hanya, lintasannya saja yang bertahan sebagai tempat latihan.