Mengasah Kilau Kemuning, Mengoase Tlatah Kering
Desember 31, 2018
Jari jemari Bu Wasri begitu mahir memipihkan adonan lempeng singkong. Dari
bahan mentah di baskom, ia bentuk adonan itu melingkar tipis di atas penampang
tutup panci hingga terisi penuh. Tak butuh waktu lama, ia pindahkan lempengan-lempengan
itu ke atas permukaan karung putih, bergabung dengan lingkaran lempengan karya
ibu-ibu lain di Dukuh Kemuning, Desa Bunder, Kecamatan Patuk, Gunungkidul, D.I.
Yogyakarta
Di sebuah rumah sederhana, denyut ekonomi masyarakat Kemuning sedang kuat
berdetak. Saya menjumpai wajah-wajah sumringah ibu-ibu yang tergabung dalam kelompok
UKM Oase Kemuning Gunungsewu. Mereka tampak berkarya serius, tetapi tak
ketinggalan iringan candaan yang membuncah renyah. Kewirausahaan berbasis
masyarakat di Kemuning berhasil menggandeng 24 perempuan desa untuk
menggerakkan UKM Oase Kemuning Gunungsewu.
Ibu-ibu UKM Oase Kemuning Gunungsewu sedang memipihkan lempeng. |
Lempeng singkong dijemur untuk pengeringan. |
Seorang ibu sedang membuat adonan jenang pisang uter. |
“Lempeng mentah ini masih harus dijemur dulu, sebelum digoreng biar
kriuknya mantap.” tutur Bu Romlah, koordinator kelompok UKM Oase Kemuning
Gunungsewu sekaligus pengendali kualitas produk.
Lempeng singkong menjadi salah satu rupa kreasi masyarakat Dukuh Kemuning. Dengan memanfaatkan sumber daya desanya, para perempuan Kemuning bergiat mengubahnya menjadi produk bernilai tambah ekonomi. Di ruangan lain, Ibu Nurhayati begitu cekatan membuat banana roll dengan dibantu beberapa perempuan lain. Seorang ibu lainnya tampak membuat adonan jenang pisang berbahankan pisang uter yang gampang dijumpai di lingkungan Kemuning. Aneka produk UKM Oase Kemuning Gunungsewu ini tak main-main sekadar dibuat, tapi sungguh betul-betul diperhatikan soal kualitas, rasa dan higienitas.
Di teras samping rumah, Bu Romlah lalu menunjukkan saya sebuah panganan
unik yang dibungkus dengan seruas kecil bambu yang utuh. Inilah gaplek geprek, makanan
signatur dari Dukuh Kemuning yang kental dengan nilai kearifan lokal.
Masyarakat Kemuning hendak menghadirkan lagi makanan ‘ndeso’ masyarakat
Gunungkidul dalam bentuk olahan populer yang bisa akrab dinikmati oleh
masyarakat luas.
Gunungkidul masyhur sebagai “kabupaten gaplek” dengan produksi mencapai
800.000 ton per tahun. Gaplek adalah produk olahan setengah jadi dari fermentasi
singkong kering yang lalu diproses sebagai bahan baku tepung tapioka. Sebagai sumber
pangan lokal, masyarakat Gunungkidul biasa mengolah gaplek menjadi makanan
seperti tiwul, gathot dan lain-lain.
Sebuah portable lightbox menarik
perhatian saya. Mas Po tampak cermat mengabadikan beberapa produk UKM Oase Kemuning
Gunungsewu yang sudah dikemas dan dilabeli di dalam portable lightbox. Disusun dengan komposisi rapi, produk lempeng
singkong mentah dan matang, gaplek geprek, jenang pisang uter, dan banana roll
siap dipotret untuk menggugah minat untuk menyantap. Tokoh pemuda Kemuning ini tampaknya
sudah tak canggung dalam mengatur komposisi, mengelola pengaturan kamera dan
memanfaatkan foto karyanya.
“Produk kami juga dijual secara online,
makanya foto produk harus menarik. Produk Kemuning harus dikenal lebih luas di
internet” ungkapnya percaya diri.
***
Sepuluh tahun lalu, tak banyak orang yang mengenal Kemuning, bahkan bagi
warga Gunungkidul sendiri. Jikalau tahu pun, samar-samar narasi tentang
Kemuning adalah sebuah dusun terpencil yang terletak di dataran kering
Gunungkidul, yang dikerumuni oleh hutan Perhutani dan Wanagama yang mistis. Suhardi,
Kepala Dukuh Kemuning, mengenang daerahnya merupakan desa tertinggal parah di
Kabupaten Gunungkidul dengan riwayat kehidupan yang susah. Untuk mencapai
Kemuning, dahulu adalah suatu perjuangan berat dengan medan jalan akses yang sempit
dan rusak.
Barulah sejak Kemuning mulai disentuh oleh CSR PT Astra International Tbk.
pada tahun 2016, perlahan tirai keterasingan Kemuning tersingkap. Astra hadir
dengan mengusung program Kampung Berseri Astra (KBA) yang menekankan pada 4
(empat) pilar pemberdayaan, yakni pendidikan, kesehatan, kewirausahaan dan
lingkungan. Kemuning pun menjadi Kampung Berseri Astra pertama di D.I.
Yogyakarta. Secara nasional, Kemuning merupakan bagian dari 77 Kampung Berseri
Astra yang tersebar di seluruh pelosok Indonesia.
“Pada April 2017, di Telaga Kemuning diadakan Jambore Adiwiyata Astra
dengan peserta dari seluruh Indonesia. Dari situ Kemuning mulai dikenal
masyarakat dan dipandang sebagai alternatif wisata di Gunungkidul dan Jogja” ungkap
Suhardi
Lingkungan sekeliling Kemuning yang dipenuhi hutan, ladang, dan jauh dari pemukiman lain. |
Upacara penyambutan tamu dengan memberi dlingo bengle, menyematkan kain batik dan memerciki air plonyot. |
Air plonyot untuk menyambut tamu di Kemuning. Campurannya salah satunya adalah daun dan ranting pohon Kemuning. |
Telaga Kemuning dipandang dari udara dengan foto drone saya. |
Ibu Suratmi memercikkan air plonyot dan menyematkan dlingo bengle kepada
saya saat tiba di Telaga Kemuning. Air ini sungguh harum diracik dari daun dan ranting pohon
kemuning yang menjadi identitas Dukuh Kemuning dengan campuran pandan dan bubuk
bedak. Konon, prosesi adat ini adalah ikhtiar tolak bala bagi para pengunjung agar
bisa luwes dan selamat berada di Kemuning yang terletak di tengah hutan. Saya
juga dipakaikan kain batik demi lebih menghormati adat istiadat Kemuning.
Kearifan lokal menjadi nafas pokok dalam menggiatkan Kemuning sebagai
tujuan wisata. Telaga Kemuning diusung sebagai ikon wisata di Kemuning
sekaligus simbol upaya masyarakat melestarikan alam dan sejarahnya. Sebuah
bangunan Pendopo Astra di tepian Telaga Kemuning berdiri anggun dengan
dibersamai tulisan ikonik “Kampung Berseri Astra, Wisata Telaga Kemuning” di
sampingnya. Saya duduk mengaso sambil menyesapi suasana lingkungan asri sekitar
Telaga Kemuning yang mulai merimbun. Saya juga menjajal fasilitas toiletnya,
ternyata bersih dan berfungsi dengan prima.
Di tlatah kering Gunungkidul, keberadaan Telaga Kemuning ibarat keajaiban
yang memberkahi warga Kemuning. Di saat puncak musim kemarau, banyak telaga di
Gunungkidul menyusut kerontang, Telaga Kemuning tetap tersedia pasokan airnya
dan bisa dimanfaatkan untuk hajat hidup masyarakat.
Saya membayangkan, dahulu pendiri Kemuning yakni Mbah Sarijan begitu pandai
menangkap tanda-tanda alam untuk membangun telaga yang tetap lestari di musim
kemarau. Sayangnya, keberadaan telaga ciptaan Mbah Sarijan itu hilang seiring
perhatian masyarakat pada kelestarian lingkungan hutan sekitar memudar. Pada tahun
1999, masyarakat dan Pemerintah Daerah akhirnya membangun kembali Telaga
Kemuning yang berlokasi tak jauh dari Telaga karya Mbah Sarijan. Telaga
Kemuning kini dirawat penuh kesungguhan dengan pengelolaan hutan di sekitar
yang terus dijaga dan dilestarikan. Wisata Telaga Kemuning ingin merajut benang
merah pelestarian alam dan sejarah dengan ikhtiar pemberdayaan ekonomi masyarakat.
“Saat ini Telaga Kemuning baru untuk wisata pemancingan dan camping, tetapi ke depan akan diwujudkan
warung apung untuk wisata kuliner ” tutur Pak Suhardi optimis.
Pak Suhardi. Kepala Dukuh Kemuning. Menjabat sejak tahun 2011. |
Fasilitas toilet di Telaga Kemuning bisa diandalkan. Bersih dan air mengucur lancar. |
Kebersahajaan masyarakat Kemuning bisa menjadi daya tarik ekowisata yang penuh kearifan lokal. |
Pengembangan Telaga Kemuning untuk wisata adalah jalan mandiri memanfaatkan
potensi desa sebagai ruang-ruang kesejahteraan masyarakat kampung. Para pemuda
yang dipandang mulai enggan bertani, dengan adanya pariwisata bisa menggairahkan
pemuda bekerja memeriahkan desa. Saat ini, Dukuh Kemuning sudah memiliki
Kelompok Sadar Wisata (Pokdarwis) untuk menunjang pengelolaan wisata desa. Tak
hanya mengemas Telaga Kemuning, masyarakat Kemuning juga berbenah dalam
merangkai kampung seutuhnya untuk menjadi desa wisata. Pokdarwis sedang menggodok
konsep wisata berbasis kehidupan desa, seperti wisata sejarah, lingkungan dan
pertanian yang menjadi ciri khas Kemuning.
“Pariwisata desa diharapkan bisa efektif untuk menyerap produk UKM ibu-ibu.
Selain menjadi jajanan di Kemuning, produk gaplek geprek, lempeng singkong,
jenang pisang uter dan lainnya bisa menjadi oleh-oleh dari Kemuning.” tutur Bu
Romlah.
Masyarakat Kemuning sudah ‘gumregah’ (bangkit bersiap) dengan memoles
kampungnya layak kunjung bagi para wisatawan. Tak sekadar meyakinkan melalui
rupa fisik wisatanya, tetapi sikap ramah masyarakat berbasis nilai-nilai
kearifan lokal. Tak hanya dipikirkan tempat-tempat menawan, tetapi lingkungan
yang bersih, sehat dan aman. Tak ketinggalan, suguhan produk makanan lokal UKM
juga turut diperhatikan sebagai tonggak pemberdayaan masyarakat yang
berkelanjutan. Para wisatawan tak perlu sungkan untuk berkunjung ke Kampung
Kemuning. Masyarakat telah siap memberi sambutan terbaik dan berkesan dengan
kekayaan potensi desanya.
***
Di sebuah ruang yang dihiasi semarak warna-warni, lima bocah tampak begitu
fokus memainkan balok-balok berwarna. Valdo menyusun balok-balok yang paling
tinggi tanpa jatuh sama sekali. Dia begitu gembira ketika upayanya berhasil
tanpa cela. Di sebelahnya, Bu Yenni tampak tlaten mendampingi anak didiknya yang
dari tadi agak kesusahan menyusun secara seimbang.
Di bilik sampingnya, lima bocah yang lebih kecil sedang dipandu Bu Nur untuk
belajar mengeja dan menghitung sambil mengenali rupa-rupa benda. Dengan
tingkatan usia anak didik lebih muda, upaya Bu Nur tampak lebih sabar dalam
memandu para bocah. Sekali-kali Bu Nur menunjuk poster-poster pembelajaran yang
menempel pada dinding RA (Raudhatul Athfal) Masyithoh. Jika bosan, Bu Nur
mengajak anak didiknya bernyanyi dengan riang. Siang itu, suasana pembelajaran di PAUD ini sungguh menyenangkan bagi bocah kecil Kemuning.
“Astra membangun bagus PAUD dan TK ini dan melengkapinya dengan mainan dan
alat peraga lainnya. Benar-benar tak terbayang, di kampung terpencil ini
perlengkapan PAUD-nya cukup lengkap.” tutur Bu Yenni, Kepala Sekolah RA
Masyithoh
Bu Yenni mengingat bahwa dahulu untuk TK dan PAUD harus keluar dari desa yang
letaknya lumayan jauh. Bisa dibayangkan kalau cuaca sedang tak bersahabat pasti
sekolah ahrus dikorbankan. Akibatnya, anak-anak kurang belajar di usia dini. Ia
lalu menginisiasi dengan membuat TK dan PAUD dengan menumpang di rumah penduduk.
Baginya, pendidikan anak pada usia dini adalah hal yang penting untuk
membangkitkan kreativitas anak sedari dini. Ia tak ingin anak-anak di desa
kalah pengetahuan dan keterampilan dengan anak-anak di kota. Dia pun mulai dari
peduli dengan pendidikan di Kemuning.
Di Kampung Berseri Astra (KBA) Kemuning, PT Astra International Tbk. mendonasikan sarana pendidikan untuk mendukung pilar pendidikan. |
Menyusun balok untuk membangun kreasi anak PAUD. |
Gedung RA. Masyithoh hasil donasi dari Astra. |
Bagaimana dengan anak-anak Kemuning yang lebih dewasa? Astra memberikan
beasiswa tiap semester untuk siswa SD hingga SMA/SMK dari kampung Kemuning
dengan syarat berprestasi. Rupanya, sebagian besar anak-anak di Kampung Kemuning
telah menerima beasiswa dari Astra. Beasiswa berhasil memberikan motivasi anak
Kemuning untuk makin giat menempuh pendidikan. Tak ada lagi cerita anak-anak
Kemuning yang mengalami putus sekolah. Astra juga memberikan bantuan peralatan
sekolah, yang terdiri atas pakaian seragam sekolah, alat-alat tulis, tas, dan
sepatu sekolah untuk menunjang sekolah.
Mendorong pendidikan di Kemuning, tak hanya berkaitan dengan prestasi di
sekolah, tetapi juga tentang pembelajaran “nguri-uri kebudayaan” desanya. Lina,
salah satu penerima beasiswa Astra, mendemonstrasikan keahlian menarinya. Gadis kelas 2 SMP ini terlihat
begitu luwes nan gemulai menarikan aneka tarian yang hidup dan berkembang di
daerah Gunungkidul, seperti Tari Tayub. Bersama dengan beberapa remaja dan anak
putri lainnya, Lina rutin berlatih menari di Sanggar Seni milik Mbah Semanto,
tokoh budaya di Kemuning sekaligus generasi kelima dari mbah Mbah Sarijan,
pendiri Kampung Kemuning.
Lina menari dengan bimbingan dari gurunya. |
Bocah-bocah Kemuning melestarikan tradisi leluhur dengan giat belajar menari. |
Mbah Semanto tokoh budaya dan sesepuh di Kemuning, generasi langsung dari Mbah Sarijan, pendiri Kampung Kemuning. |
Beasiswa Astra juga memberi semangat pendidikan dan pelestarian tradisi bagi bocah Kemuning. |
Pendidikan yang ditanamkan di Kemuning adalah pendidikan yang tetap berpijak kepada nilai kearifan lokal. Walau usianya sudah uzur, Mbah Semanto masih bersemangat melestarikan tradisi turun temurun kepada generasi muda Kemuning. Pendidikan tak ingin memberikan jarak terhadap harmoni desa, tetapi melebur pada falsafah hidup yang mengakar dan menunjang dengan kehidupan sehari-hari masyarakat.
***
Wujud kepedulian terhadap desa tercermin pada iktikad masyarakat untuk merawat lingkungannya. Hidup di alam desa yang memiliki lahan pekarangan begitu luas, masalah sampah kadang luput dari kepedulian. Sampah biasanya dibuang begitu saja, dibiarkan berserakan dan mengendap dalam tanah. Bagaimana kalau nonorganik, alamat sampah tak terurai selama ratusan tahun. Siapa yang hendak peduli? Namun, di Kemuning, sampah mendapat tempat istimewa bagi masyarakat sebagai “Sampahku Amalku”.
“Adanya Bank Sampah yang diinisiasi Astra membuat cara pandang masyarakat
dalam memperlakukan sampah berubah drastis. Sampah bisa dihargai rupiah dan
ditabung dalam Bank Sampah.“ ungkap Pak Dukuh Suhardi.
Pengelolaan sampah dimulai dari pemilahan sampah oleh setiap rumah tangga
yang memisahkan sampah organik dan nonorganik. Selanjutnya, sampah yang bisa
didaur ulang dikumpulkan dan diletakkan di Bank Sampah. Aktivitas pengumpulan
sampah dilakukan 2 minggu sekali yang menjadi tanggung jawab para kader
Posyandu. Siang itu, Ibu Rumiyati tampak teliti memilah sampah sesuai dengan
kelompok jenisnya. Dengan dipilah-pilah maka sampah bisa lebih mudah untuk disematkan
harga. Misalnya, pecahan kaca dihargai Rp50 per kilogram, plastik warna Rp200
per kilogram, dan plastik dihargai Rp50 per biji. Uang hasil sampah ini bisa menjadi
tabungan masyarakat sesuai dengan taraf kuantitasnya.
Bank Sampah KBA Kemuning dikelola oleh ibu-ibu kader Posyandu |
Sebagian hasil dari Bank Sampah dimanfaatkan untuk mendukung Posyandu di Kemuning. |
Kesadaran warga Kemuning untuk menjaga kebersihan sudah terlihat dari lingkungan desa yang bersih. |
Sampah-sampah Bank Sampah Kemuning ini selanjutnya dikirim ke Bank Sampah
Ngoro-oro untuk diproses daur ulang. Bank Sampah Kemuning sampai saat ini masih
dalam tahap pengumpulan saja. Ke depan Bank Sampah Kemuning punya harapan untuk
mendaur ulang sampah agar lebih bernilai ekonomis dan bermanfaat untuk
masyarakat Kemuning.
Sesuai dengan slogan “Sampahku, Amalku”, hasil dari sebagian penjualan
sampah digunakan untuk kepentingan Posyandu melalui dana kesehatan. Sekitar sejumlah
Rp150.000 per bulan, Bank Sampah turut mendukung operasional dan layanan
kegiatan Posyandu Balita-Lansia.
Dari mengelola sampah, masyarakat Kemuning mengimplementasikan niat mulia
untuk menjaga kebersihan dan kesehatan lingkungan desa. Pantas saja tatkala
saya melintas di jalanan desa, tak tampak sekalipun sampah plastik yang
berserakan. Jalanan desa dan lingkungan rumah di Kemuning begitu bersih. Warga
sudah tak lagi menyia-nyiakan manfaat botol, bungkus plastik dan sejenisnya yang
memiliki nilai ekonomis dan sosial.
Selain Bank Sampah, kepedulian masyarakat terhadap lingkungan desa juga
tercermin pada program penanaman dan penghijauan. Setiap hari Sabtu di Kemuning
digalakkan Sabtu Hijau sebagai upaya komunal merawat keasrian dan kelestarian
lingkungan warga Kemuning yang dimulai dari masing-masing rumah. Pak Suhardi
memberi teladan. Deretan polybag yang bertingkat-tingkat di teras rumah Pak
Suhardi menjadi contoh rupa penghijauan berbasis keluarga. Rumah Pak Suhardi juga
berhiaskan rangkaian taman gantung vertikal botol-botol yang berisi ragam sayuran.
“Penghijauan di Kemuning sesungguhnya tidak hanya untuk kesejukan, tapi
juga untuk peningkatan gizi masyarakat. Tanaman sayur, buah, bumbu dan rempah
yang ditanam di pekarangan rumah, bisa menjadi pemenuh kebutuhan pangan
masyarakat yang murah dan mudah.” jelas Suhardi begitu bersemangat mengajak
warganya.
***
Raut wajah Mbah Yaikem terlihat sumringah setelah Bu Rumiyati memberi tahu kondisi
kesehatannya. Kader utama Posyandu Kemuning itu mengatakan bahwa tensi darah
Mbah Yaikem termasuk normal untuk ukuran simbah yang telah uzur berusia 90
tahun. Tak hanya Mbah Yaikem, para simbah sepuh di Kemuning siang itu juga tampak
lega dan gembira. Pemeriksaan rutin ini menyuratkan hasil yang bagus bagi kesehatan
para lansia.
“Simbah-simbah ini selalu rutin datang ke Posyandu tiap bulan. Kesadaran kontrol
kesehatan sudah bagus sehingga simbah bisa mengelola kesehatannya dengan lebih
baik.” ungkap Bu Rumiyati sambil memegang lengan seorang lansia untuk diperiksa
tensinya.
Di sudut lain Pendopo Dukuh Kemuning, para bayi bergantian ditimbang dan
diperiksa kesehatannya. Saya mengamati timbangannya masih sederhana dengan
menggunakan timbangan beras yang dibebankan dengan selendang untuk wadah bayi. Namun,
kesederhanaan piranti ini tak menyurutkan semangat dan akurasi prosesi
penimbangan bayi.
Tangisan bayi sesekali hadir memecah suasana. Untungnya, sang bayi buru-buru
ditenangkan oleh kasih sayang ibunya. Kader Posyandu Kemuning tampak begitu
cermat mencatat angka-angka yang muncul dari timbangan. Di akhir acara, para
balita mendapatkan Pemberian Makanan Tambahan (PMT) untuk menambah gizi.
Bagusnya, Pemberian Makanan Tambahan banyak disumbangsih dari hasil pendapatan
pengelolaan Bank Sampah Kemuning.
Mbah Yaikem sedang diperiksa tensi darah dan kesehatannya. Agenda rutin ini membuat Kemuning menjadi Posyandu kategori mandiri. |
Kecakapan dan keaktifan Bu Rumiyati dan kader-kader Posyandu di Kemuning
meningkat drastis sejak Astra masuk di Kemuning membina pilar kesehatan Kampung
Berseri Astra. Rumiyati mengenang bahwa sebelum Astra hadir, posyandu berjalan
seperti melaksanakan program setahun sekali. Saat itu, gairah masyarakat untuk
memeriksakan kesehatannya begitu rendah. Dari Kader Posyandu sendiri pun kurang
inisiatif untuk mendatangi dan memeriksa kesehatan warga. Para kader sampai
beranggapan kalau tidak datang berarti masyarakat dipandang bisa mengatasi
kesembuhan sendiri.
Astra lantas datang memberi pelatihan dan pembinaan agar lebih aktif jemput
bola sekaligus memberi bekal peralatan yang lebih memadai. Dari status Posyandu
Ranting yang operasionalnya kembang kempis tergantung gerak kadernya, Posyandu
Kemuning kini telah mendapatkan status sebagai Posyandu Mandiri, tingkatan
tertinggi dalam status Posyandu. Sumber dana mandiri dari pengelolaan Bank
Sampah pun menjadi kebanggaan tersendiri bagi masyarakat Kemuning dalam
memandirikan Posyandunya.
Program kesehatan di Kemuning juga memberi perhatian pada ikhtiar menjaga
kebugaran masyarakat. Setiap hari Minggu, masyarakat Kemuning melakukan senam
massal untuk mengolah raga dan jiwa. Acara ini diberi tajuk Minggu Ceria karena
aktivitas senam bersama ini menjadi ajang kegembiraan sekaligus merekatkan
kerukunan masyarakat Kemuning. Dengan berolahraga secara rutin, mewujudkan
masyarakat Kemuning yang senantiasa sehat dan kuat adalah langkah pasti untuk memakmurkan Kemuning secara jasmani dan rohani.
***
Barangkali Mbah Sarijan akan tersenyum jikalau menyaksikan generasi
keturunannya sungguh giat mengasah kilau permata potensi desanya. Kampung yang dirintisnya
lebih dari 2.5 abad lampau, kini perlahan tapi pasti menunjukkan peningkatan
taraf kemakmuran. Pada alam yang keras, kering dan panas, Kemuning bisa tampil bergairah
sebagai sebuah oase pemberdayaan mandiri masyarakat.
Dulu Mbah Sarijan mendirikan kampung Kemuning sebagai tempat penyelamatan
dirinya dari kejaran tentara kolonial Belanda. Mbah Sarijan adalah abdi dalem ksatria
Kraton Mataram yang dianggap memprovokasi warga di tempat tinggalnya di kawasan
Boko untuk menentang Kolonial pasca Perjanjian Giyanti. Mbah Sarijan bersemadi
untuk menyelamatkan diri dan melihat Pohon Kemuning yang tak tampak sebelumnya.
Konon, tak semua orang bisa melihat rupa pohon kemuning itu. Hanya yang
berpikir jernih lah yang bisa melihatnya.
Sesuai dengan makna nama Kemuning, yang mengandung arti kejernihan dalam
berpikir, untuk mendayagunakan potensi Kemuning harus dilakukan dengan pikiran
yang jernih. Ketika berpikir jernih, upaya memajukan Kemuning bisa dengan menggandeng
mitra yang tepat. Kehadiran PT Astra International Tbk dengan program Kampung
Berseri Astra (KBA) menjadi buah ikhtiar yang berasal dari jernihnya pikiran. Dengan
berlandaskan pada pilar kesehatan, pendidikan, lingkungan dan kewirausahaan, KBA
Kemuning pantas menjadi kilau permata inspirasi di tengah keringnya tlatah
Gunungkidul.
“Astra hanya memberikan kailnya. Astra hanya menjadi fasilitator untuk
Kemuning. Masyarakat Kemuning lah yang menjalankan, mengusahakan dan menikmati
hasilnya dari upayanya. “ ungkap Boy Kelana Soebroto, Head of Corporate
Communications PT Astra International Tbk.
9 komentar
Benar kata pak Boy. Soalnya byk program yang mandek karena CSR memberikan ikan bukan kail,,,
BalasHapusSalut hormat untuk Astra yang giat mengembangkan kampung2 di Indonesia. Kasih kail, jadi fasilitator dan berkelanjutan jadi poin unggul Astra dalam CSR.. Pak Boy orangnya sangat ramah dan solusif..
HapusAku masih teringat terjalnya jalan masuk ke desa ini hahahahahha. Pengennya tahun 2019 ini main ke desa kemuning sambil ngepit. Mau blusukan :-D
BalasHapusMari agendakan mas kita ngepit ke Kemuning.. Jooss banget kayaknya..
HapusJalannya kalau diaspal makin keren nih Kemuning...
Ahhh lempeng...jadi inget rumah...
BalasHapusArtikelnya lengkap dan keren :)
Kemarin mau ke sini, tapi nggak jadi.
terima kasih mas.. Salam kenal..
Hapuslempeng, panganan sederhana tetapi begitu nikmat. Apalagi untuk cemilan..
Wah sayang sekali belum ke Kemuning mas. Silakan diagendakan. Cocok untuk memancing di Telaga Kemuning...
Kampung saya itu ������
BalasHapusKampung yang berdetak dengan pemberdayaan masyarakat.. semoga ke depannya Kemuning makin berdaya dan makmur
HapusI am curious, what are those people cooking? On the pictures, it looks quite appetizing. I would be very grateful, if someone shared the recipe.
BalasHapus