Ngopi di Museum, Lebih Sekadar Merayakan Tren Kopi
November 17, 2018
Semerbak harum meruap
kuat sesaat kopi diseduh Firmansyah “Pepeng”, yang lantas disesap dengan hirupan
nafas kenikmatan oleh para pengunjung stan Klinik Kopi. Wiwid tampak paling
mengkhidmati cara Pepeng menyeduh ‘pour over’ dengan Koka, piranti seduh
signatur Klinik Kopi. Begitu ia menerima segelas kopi, disruputnya seksama dengan
mata memejam seakan ingin meluruhkan seluruh jiwa kepada kopi dambaannya.
“Kopinya sungguh enak
kaya rasa. Baru kali ini saya bertemu dengan kopi sewangi ini” ungkap Wiwid
begitu puas.
Pepeng tak semata
fokus menyeduh kopi, tetapi berkisah tentang riwayat kopi seduhannya. Kepada
Wiwid, Pepeng menyajikan kopi Senggani asal pegunungan lereng Dieng,
Banjarnegara yang dipetik tunda atau pasca matang. Di samping Senggani, ada kopi
Bu Nur, nama petani kopi di Solok, yang ia dapatkan dari hasil perjalanan
kopinya ke Sumatera Barat.
Wiwid rela pada
hari yang terik itu, menempuh jarak 130 km dari Pacitan demi hadir di Museum
Pendidikan Indonesia, di area Universitas Negeri Yogyakarta. Ia datang bersama karibnya,
Ahmad Marzuki ke acara Ngopi di Museum Vol. 3. Keduanya ingin belajar dan
menghimpun pengalaman tentang kopi. Di rumahnya, Wiwid sudah punya alat
penggiling kopi manual. Inilah yang mendorong mereka makin doyan memulung
wawasan baru menyeduh dan menikmati kopi.
Saya datang ke acara Ngopi di Museum dengan keingintahuan yang berlimpah ruah. Sebagai penggemar kopi, saya punya rutinitas swaseduh kopi (sebutan saya untuk menyeduh kopi sendiri) setiap pagi. Paling tidak sehari saya bisa minum kopi 3 kali. Event Ngopi di Museum ini bisa mempertemukan saya dengan roastery-roastery terkemuka di Jogja dan Indonesia. Saya memiliki andalan kopi dari beberapa roastery di Indonesia yang hadir di Ngopi di Museum. Ingin lebih tahu apa saja kopi rekomendasi saya? Silakan berkunjung ke:
Saya datang ke acara Ngopi di Museum dengan keingintahuan yang berlimpah ruah. Sebagai penggemar kopi, saya punya rutinitas swaseduh kopi (sebutan saya untuk menyeduh kopi sendiri) setiap pagi. Paling tidak sehari saya bisa minum kopi 3 kali. Event Ngopi di Museum ini bisa mempertemukan saya dengan roastery-roastery terkemuka di Jogja dan Indonesia. Saya memiliki andalan kopi dari beberapa roastery di Indonesia yang hadir di Ngopi di Museum. Ingin lebih tahu apa saja kopi rekomendasi saya? Silakan berkunjung ke:
10 Kopi Nikmat Asli Indonesia Rekomendasi Home Coffee Brewer Iqbal Kautsar.
Antusiasme kopi di Yogyakarta ini hendak ditularkan kepada museum yang menjadi wahana pendidikan karakter bangsa tetapi kurang diakrabi masyarakat. Acara Ngopi di Museum pun berangkat dari keprihatinan kondisi museum di Yogyakarta. Dari data Dewan Kebudayaan Yogyakarta, sekitar 40 dari 500 museum di Indonesia terletak di D.I Yogyakarta. Jogja pun dikenal sebagai kota museum. Namun, pengunjung museum di Yogyakarta hanya sekitar 2 persen dari total penduduknya. Klinik Kopi bekerja sama dengan Cornelia & Co PR & Marketing Consultant hendak membuat museum meriah dengan memanfaatkan potensi luar biasa dari pecinta kopi.
“Kita perlu
strategi kreatif untuk menarik lebih banyak orang agar berkunjung ke museum.
Salah satunya memadukannya dengan kopi yang kini lagi tren di masyarakat” tutur Ayu Cornelia, Duta Museum DIY sekaligus Direktur
Cornelia & Co. Ayu optimis ajang Ngopi di Museum bisa sebagai solusi
inovatif meningkatkan kunjungan dan menambah kesadaran masyarakat terhadap
museum.
Di sudut-sudut museum yang tenang, para pengunjung menikmati kopi sambil memandang khusyuk beragam koleksi. Sebuah lukisan realis tentang kehidupan masa lalu kota Yogyakarta dipirsa seksama pengunjung sambil menyeruput kopi. Di ruang lain, seorang anak mengamati koleksi mesin ketik tua sambil bertanya-tanya kepada bapaknya. Ruang-ruang Museum Pendidikan Indonesia UNY yang biasanya lengang itu, pada Sabtu, 13 Oktober 2018 meriah dengan aroma kopi dan antusiasme masyarakat terhadap sejarah perjalanan pendidikan Indonesia.
***
Klinik Kopi tak
sendiri. Dalam Ngopi di Museum Vol. 3, ada 13 kedai kopi lain yang turut serta,
yaitu Darat Coffee Lab, Space Coffee Roastery, Pitutur Coffee, Studio Kopi,
Pier Coffee, Kedai Riphy, Kedai Kopi Gayo, Kopiring, Awor Gallery & Coffee,
Kopi Ketjil, Nggone Mbahmu, Lantai Bumi, dan Rahayu Roastery. Tak hanya itu, acara
ini dimeriahkan juga 6 tenant nonkopi
yang berkaitan dengan industri kopi Yogyakarta, yakni Bella Spina, Moka Pos,
Kaloka Pottery, Cokelat Ndalem, Kian Siomay, dan Angkringan Gadjah. Selama ini
kedai-kedai tersebut menjadi penggerak semarak dunia kopi di Yogyakarta. Acara Ngopi
di Museum pun menjadi wujud keberagaman dalam kebersamaan yang mandiri di
antara kedai kopi di Jogja.
Beranekanya
warung kopi ini tentunya menjadi berkah bagi penikmat kopi spesialti. Kegembiraan
Rijadh Winardi pada event Ngopi di Museum sungguh merekah. Sebagai insan yang
rutin swaseduh kopi di rumah dan kantor, ia dipuaskan dengan bermacam stan
kedai kopi. Akademisi muda FEB UGM ini berkeliling ke berbagai stan kopi, asyik
berinteraksi sekaligus menjajaki aneka kopi yang cocok dinikmati dan dibungkus
pulang. Dalam event ini, Rijadh mengajak putri kecilnya untuk mengakrabkan
museum sedari dini. Ayah senang dapat kopi, anak riang bermain di museum.
“Ngopi di Museum
jadi kesempatan besar mendapatkan biji kopi yang unik dan enak”, ungkap Rijadh
Lalu lalang keramaian pecinta kopi seperti tak ada jedanya. Namun, tak tampak sekalipun raut muka kelelahan pada Yoanita, barista Space Coffee Roastery. Perempuan enerjik ini senantiasa totalitas menyeduh kopi dengan Aeropress sambil melayani tanya jawab pengunjung. Hal yang sama juga terjadi di stan-stan kopi lainnya yang didesain mengelilingi aula utama museum. Ajang Ngopi di Museum mangkus menjadi arena saling bertukar pengetahuan dan pengalaman seputar seduh kopi.
“Interaksi,
menjadi kunci warung kopi disukai dan membuat pelanggan mau datang kembali”
tutur Boni dan Putra, duet barista Kopi Ketjil, dengan begitu ramah.
Para pengunjung Ngopi
di Museum berasal dari bermacam latar belakang profesi, daerah dan preferensi
kopi. Apapun latarnya, setiap perjumpaan dengan pengunjung betul-betul
dimanfaatkan kedai kopi untuk membina hubungan yang berkelanjutan. Barista di stan
kopi selalu mengajak berinteraksi dan mengarahkan pengunjung agar datang langsung
ke lokasi kedai kopi.
Menariknya,
ikhtiar promosi ini ditautkan dengan misi utama kedai kopi, seperti Darat
Coffee Lab. yang fokus bergerak di pengembangan kualitas kopi berbasis inovasi
dan sains; Pier Coffee yang menyajikan kopi dalam wujud simpel dan murah tanpa perlu
terlalu banyak informasi; atau Kedai Kopi Gayo yang berfokus dalam promosi kopi
asal daerah Gayo Aceh dengan berbagai variasi jenis kopi.
Merayakan kopi di
acara Ngopi di Museum jelas punya maksud melampaui sekadar perihal menikmati
kopi. Ada workshop Basic Citric Sensory
Class yang bertujuan mengenalkan aroma dan rasa pada kopi. Selain itu, ada
juga workshop untuk menambah skill
dan informasi dalam persiapan menuju kejuaraan barista nasional. Muhammad Aga
sang juara Indonesia Barista Championsip 2018 hadir sebagai bintang tamu yang berbagi
pengalamannya berkompetisi di ajang kopi tingkat nasional dan dunia.
“Yang terpenting
kita harus berpikir terlebih dulu kenapa kita ikut kompetisi. Kompetisi itu
menghabiskan banyak waktu, uang, dan tenaga lho. Kita ikut kompetisi bukan
karena ikut tren, tetapi demi menghasilkan barista berkompetensi tinggi
berkelas dunia yang berdampak untuk industri kopi” tutur Aga serius
mengingatkan kita sebelum terjun berkompetisi.
Yang patut diapresiasi,
kedai-kedai kopi yang berpartisipasi dalam Ngopi di Museum adalah yang sudah
beroperasi tahunan. Ajang Ngopi di Museum pun menjadi kesempatan pemilik kedai
kopi untuk berbagi pengalaman agar kedai kopi senantiasa berkembang. Di samping
itu, kiat mengontrol keuangan kedai kopi juga menjadi tema dalam acara ini melalui
workshop manajemen keuangan kopi dengan sistem pos. Harapannya, pengunjung yang
ingin mengembangkan bisnis kopi bisa punya wawasan memadai perihal pengelolaan
keuangan dalam kedai kopi.
“Dalam praktiknya, berbisnis kopi bukan soal keren-kerenan. Banyak warung kopi tumbuh, tapi banyak juga yang tutup. Warung kopi tutup ini karena ambisius memperbesar usaha, tapi keuangan tidak diatur dengan baik” jelas Vivi ingin mengingatkan betapa pentingnya pengelolaan keuangan bagi tumbuh kembangnya warung kopi.
***
Jogja tak
diragukan lagi adalah kota yang gemar menyuguhkan inspirasi. Ngopi di Museum
menyajikan perspektif lebih luas bahwa kopi yang sedang tren ini bisa
berkolaborasi apik dengan hal-hal yang kurang mendapat atensi masyarakat. Fenomena
positif kopi dikehendaki bisa mengangkat pamor dan derajat museum di mata
masyarakat, terutama bagi generasi milenial.
Dari pukul 13.00 s.d.
21.00, total ada 1.138 pecinta kopi yang meramaikan acara Ngopi di Museum.
Jumlah ini mengikuti tren positif Ngopi di Museum edisi sebelumnya yang selalu
tembus di atas 1.000 pengunjung. Sesungguhnya, antara kopi dan museum ada
kesamaan kentara yakni, sama-sama aset bangsa yang harus didayagunakan untuk
kebermanfaatan masyarakat. Mari gemar nikmati kopi dan kunjungi museum, Kawan!
4 komentar
eh.. ada kopi gayo dari pantan jerik...waaaah... nyeduh manual brew terus di santap sambil dengerin kurasi kurator museum.. alamaaak
BalasHapusKopi Gayo menyebar luas di Jogja Bang.. Sampai ada warung yang spesialisasi kopi Gayo..
HapusAYook bang main Ke Jogja..
Kalau aku ke Aceh, aku malah pingin eksplor Gayo.. Belum sempet main2 ke sana waktu di Aceh.. Blushukan ke kebun2 Kopi kayak nya seru..
nice info nih gan...
BalasHapustuker informasi yuk, kalo mau info mengenai gedung serbaguna sewa gedung pernikahan gedung pernikahan di jakarta bisa dicari di http://www.arionproperti.com/
It took for about ten minutes for me to understand, what is happening on the pictures. I hope, that I will also visit this place someday.
BalasHapus