Mudiknya Diaspora Gamelan ke Solo

Agustus 15, 2018


Masyarakat Indonesia pasti paham kalau gamelan adalah mahakarya khasanah budaya yang luhur dan sumurung. Namun, barangkali tak banyak yang tahu kalau gamelan telah berdiaspora luas ke penjuru dunia. Perhelatan International Gamelan Festival 2018 menjadi tengara kalau gamelan sudah menjadi tradisi Nusantara yang menginternasional.

Selama 1,5 tahun di Canberra, saya sering berkunjung ke Kedutaan Besar Republik Indonesia (KBRI) Australia di Canberra. Saya datang karena sering ada acara KBRI yang berarti: saya makan gratis sambil bersua dengan sesama masyarakat Indonesia. Selain itu, saya biasanya bekerja sebagai DJ alias pencuci piring di dapur KBRI Canberra. Saya sering lihat di KBRI, banyak warga Australia tertarik untuk belajar gamelan dan karawitan.

Adalah mbah Soegito yang menjadi pengajar gamelan yang kharismatik di Australia. Beliau asli Klaten yang sudah mengajari gamelan kepada orang Australia selama lebih dari 30 tahun. Tak hanya di KBRI, beliau juga mengajar gamelan di berbagai universitas di Australia, seperti University of Melbourne, Monash University, dan lain-lain. Tentu ini pertanda bahwa gamelan telah berdiaspora di Australia dengan perjumpaan yang hangat dari warga setempat.

Homecoming. Pulang kampung menjadi tajuk perhelatan gamelan internasional ini. Solo dipilih menjadi kota penyelenggara dari International Gamelan Festival yang pertama dari tanggal 9 s.d. 16 Agustus 2018. Gamelan jelas telah mengakar dan menjulang di kota budaya ini. Sebagai salah satu poros kebudayaan Jawa, gamelan hidup megah di dua kraton, Kasunanan Surakarta dan Pura Mangkunegaran. Selain itu, gamelan telah mengkawula mulia pada kehidupan sehari-sehadi masyarakat seantero Solo. Pengrajin gamelan terbaik juga dijumpai di daerah sekitar Solo seperti Wirun Sukoharjo, Munggur Karanganyar, dan Bayat Klaten.

Panggung gamelan yang artisitik di Benteng Vestenburg
Pendhapi Gede Balai Kota menjadi salah satu panggung IGF 2018
Hanya semalam di Solo, saya memirsa pertunjukkan gamelan ini bersama travel blogger terkemuka Solo, mas Halim Santoso www.jejakbocahilang.com. Ada dua tempat yang saya kunjungi untuk merayakan International Gamelan Festival (IGF) 2018 yakni, di Balaikota dan di Benteng Vastenburg. Dua tempat ini dipandang bisa memberi saya referensi pada dua pakem gamelan yang kontras berbeda, yakni gamelan istana yang klasik dengan gamelan internasional yang lebih universal.

Saya senang bisa menyaksi atraksi gamelan istana dari Langen Praja Pura Mangkunegaran (Solo) dan Kasultanan Kanoman Cirebon (Cirebon) di Pendhapi Gede Balaikota. Ada dua penampil lainnya, yakni dari Pura Pakualaman Yogyakarya dan Sekoho Semara Pegulingan Gunung Jati – Puri Pliatan Teges (Bali). Grup karawitan dari gamelan istana merupakan perwujudan gamelan klasik yang secara berwenang melestari tradisi gamelan sebagai musik dan budaya Kesultanan/Kerajaan/Istana. Setiap istana/kraton memiliki ciri khas budaya yang dipengaruhi oleh dinamika lokal kraton seperti figur Sultan, lingkungan budaya kraton, dan lain-lain.

Gamelan klasik barangkali tidak familiar bagi saya perihal pelog, slendro dan irama ritmisnya. Namun, saya selalu berusaha menikmati alunan musik dengan pelan penuh penghayatan. Saya coba menerapkan cara menikmati gamelan klasik yang dasar. Menikmati musik gamelan klasik itu adalah ikutlah pada aliran musiknya, perhatikan detailnya penuh seksama. Tak usahlah berharap pada kejutan-kejutan musiknya. Saya sesekali menutup mata dan berupaya mendengarkan dengan rasa dan jiwa, tak cuma indera telinga.

“Bermain dan menikmati gamelan itu bukan tentang mekanisme alat musik, tapi tentang feeling, rasa.” Ingat saya pada ucapan mbah Soegitu lampau.

Karawitan Langen Praja Pura Mangkunegaran.
Memainkan demung untuk penjaga nuansa slendro dan pelog gamelan kraton Pura Mangkunegaran.
Seruling menjadi kekhasan grup gamelan dari Kasultanan Kanoman Cirebon. 
Lihai memainkan bonang. Irama Kasultanan Kanoman Cirebon lebih rancak dan cepat.

Saya berpindah ke Benteng Vastenburg untuk mencoba nuansa baru pertunjukan gamelan, yang lebih berkawula di masyarakat. Di sini, penampil gamelan berasal dari sanggar-sanggar budaya dari tingkat lokal, nasional hingga internasional. Panggung dirupa begitu etnik berbambu dengan padanan lampion dan lampu yang artistik. Nuansa lokal Jawa yang merajut dengan universalitas budaya bisa saya jumpai di panggung ini. Tampaknya, panggung gamelan ini dirupa untuk mencipta pertunjukkan gamelan yang enak dipandang secara visual. Secara awam, panggung ini juga untuk menarik minat masyarakat untuk datang.

Beruntung, saya datang saat penampilnya adalah Irish Gamelan Orchestra. Mereka adalah warga Irlandia yang menekuni alat musik gamelan dan menggubah musik gamelan lebih universal. Saya saksikan alunan gamelan tampil begitu pop yang bisa memainkan nada pentatonik beriringan dengan diatonik. Mereka memadukan perangkat gamelan dengan violin, cello dan saxophone. Bagi saya, ini memberi perspektif baru tentang musik gamelan yang lebih diterima generasi milenial, generasi Z maupun generasi sesudahnya.

Berharmoni saxophone dengan gamelan.
Irish Gamelan Orchestra sudah begitu luwes memainkan gamelan.
Gamelan bisa dimainkan universal, tak cuma sebagai tradisi Indonesia saja. Pemusik Irlandia ini lincah memainkan demung. 

***

International Gamelan Festival berhasil menjadi peristiwa mudik kultural ke kawah candradimukanya di Solo, sekaligus ajang bersilaturahmi para pemangku seni gamelan. Ajang ini juga dilengkapi dengan berbagai diskusi dan pameran untuk merekonstruksi identitas, membangkitkan dan merawat ingatan-ingatan, menumbuhkan rasa bangga, serta merajuk angan-angan ke depan. Tak hanya di dua panggung itu, hajatan International Gamelan Festival terselenggara di venue lain seperti ISI Surakarta, UNS, Taman Budaya Jawa Tengah, Balai Soedjatmoko, SMKN 8 Surakarta, Rumah Banjarsari. Selain itu IGF 2018 ini diselenggarakan di daerah yang melingkupi Surakarta seperti Boyolali, Wonogiri, Sukoharjo, Karanganyar dan Blora.

Malam itu, saya beruntung ke Solo dalam niatan menebus voucher Royal Surakarta, bertepatan dengan acara keren International Gamelan Festival. Saya kini coba membiasakan sebelum tidur untuk mendengarkan alunan gamelan, baik klasik maupun kontemporer, baik istana maupun jelata, apapun itu. Saya harapkan dengan diiringi gamelan, tidur saya lebih nyenyak, lebih dalam dan bisa bermimpi lebih liar nan imajinatif.






You Might Also Like

7 komentar

  1. Sebenernya malu tapi bangga, malu karena yang orang Jawa malah nggak bisa main gamelan. Tapi bangga juga karena budaya Indonesia terkenal di luar negeri. Apik banget mas kui jelas e ya, mendengarkan musik musik gamelan. :"D

    BalasHapus
    Balasan
    1. gak bisa main sing penting peduli dengan gamelan, bisa dengan rajin mendengarkan gamelan mas.. itu apresiasi agar gamelan tetap lestari di masyarakat kok mas.. aku bisa dikit-dikit (nabuh gong) wkwkw..

      Hapus
  2. Cerdik kamu mas, sengaja pilih ke sini pas ada gelaran besar di Solo hahahahhaa.
    Ternyata ketemuan sama Koh Halim toh di sini.

    BalasHapus
  3. Aku penasaran pengen liat Irish Gamelan .di YouTube Ada ga ya?

    BalasHapus
  4. Wah Mas Halim ini memang duta Solo yang mumpuni :))
    Aku pernah megang demung apa saron gitu pas SD tapi sehabis lulus nggak ada ekstra gamelan lagi :(

    Mas, tiap ada penampilan gamelan pas di Solo kemarin, selalu diikuti sama suara sinden nggak? atau ada juga yang alunan gamelan aja?

    BalasHapus
  5. Walah, aku terlewatkan acara bagus kayak gini. Memang sih, lumayan juga transportasi ke Solo haha. Aku sendiri kurang update acara-acara beginian, kalau tidak diberitahu. Semoga ke depan bisa menyaksikan acara-acara serupa.

    Foto-fotonya megah mas :)

    BalasHapus
  6. Berkaryanya di Ausi, ternyata penduduk sana tertarik juga, bahkan di negara Indonesia sendiri jarang bangat ada event besar2an tentang gamelan

    BalasHapus

Twitter @iqbal_kautsar

Komentar Pembaca

BACA LEBIH BANYAK