Bukit Indrakila, Rawi Pagi Tlatah Jenitri
Juli 31, 2018
Momen pagi itu
selalu mengikat hasrat perjalanan. Banyak orang rela melintas jarak hanya untuk
menyaksi mula mentari menyinari Bumi. Ada satu tempat di Kebumen yang sudah
saya damba sejak lama untuk bermentari pagi, yakni Bukit Indrakila. Sebagai
penikmat geowisata, saya tentu antusias menjelajahi Indrakila yang masuk dalam
(rencana) Geopark Nasional Karangsambung-Karangbolong. Bukit tertinggi di
Kebumen bagian timur ini sangat menarik atensi saya tentang pemandangan sumurungnya
dan misteri hikayat yang melingkupinya.
Lanskap manis
Waduk Wadaslintang yang berbalut kabut rendah dengan dikerumuni bukit-bukit
berlapis-lapis adalah anugerah visual Bukit Indrakila. Saya beruntung pagi itu,
rawi pagi begitu murah memancarkan sinar keemasannya. Saya sebenarnya bisa
lebih beruntung lagi kalau dua gunung kembar di jantung Pulau Jawa: Sindoro dan
Sumbing terpandang di sudut timur laut. Andai Sindoro-Sumbing sanggup menyembul,
tentu lanskap ini sesuai dengan imajinasi yang saya dambakan sebelum memacu
kendaraan sejauh 20 km dari rumah saya .
Bukit Indrakila setinggi
548 meter dpal ini mengingatkan saya pada cerita pewayangan dalam kitab kakawin
Arjuna Wiwaha gubahan Mbu Kanwa. Namun begitu, saya tak mafhum soal bagaimana
riwayat nama bukit Indrakila di Kebumen ini bisa berasal, apakah betul ada
kaitannya dengan cerita pewayangan atau tidak? Alkisah, Indrakila merupakan
gunung di mana Arjuna melakukan pertapaan untuk memohon anugerah dari para
Dewa. Konon, nama Indrakila ini mengacu pada Kaliasa, tempat persemayaman Dewa
Siwa di Himalaya.
Apakah juga
kebetulan atau bukan, di tubuh bukit Indrakila, terhampar kebun-kebun jenitri
masyarakat yang tumbuh subur nan berkualitas dunia. Dalam religiusitas Hindu, jenitri
dikenal sebagai Rudraksha, yang dipersonifikasi sebagai air mata Dewa Syiwa
yang menitik ke bumi. Ketika jatuh di Bumi, air mata itu merupa menjadi pohon
Jenitri. Jenitri ini digunakan sebagai tasbih oleh orang Hindu. Mukhi atau
garis pada jenitri memiliki makna yang sangat erat kepercayaannya pada wujud
dan peruntukannya pada dewa-dewi Hindu.
Pemandangan Bendungan Wadaslintang yang terselimut kabut tipis. |
***
Ada harap ada
semangat. Lanskap indah Bukit Indrakila dan cerita menakjubkan Pujotirto dengan
jenitri dan arkeologisnya ini bisa dibagi ke lebih banyak khalayak. Seyogyanya
potensi ini bisa disambut baik dengan ekowisata berkelas nasional dari desa
Pujotirto. Bukankah pelancong akan begitu berbahagia kalau disambut mentari
pagi di titik menakjubkan, menikmati situs sejarah Mataram kuno, mengalami
agrowisata jenitri dan kisah mitologi Bukit Indrakila yang masih menjadi
misteri? Perkenalkan, inilah sebuah destinasi wisata mengagumkan yang potensial di Kebumen bagian timur.
Menggantungkan harapan pada pohon jenitri |
7 komentar
Harusnya pas ke sini sama koh Halim, mas. Biar dia bisa menjelajah dan menemukan banyak hal baru di sini :-D
BalasHapuswah g cuma koh Halim yg pingin kuajak, tapi mas Sitam dkk juga pingin kuajak ke sana mas.. tempatnya keren banget mas.. bawa sepeda dah.. :D
HapusAsli sedap sunrisenyaa.
BalasHapusYang jenitri itu aku pernah dateng ke salah satu pengrajinnya. :D
wah mantaaap memang sunrisenya.. Ayook Gallant borong jenitri.. haha.. Setidaknya main ke sentra jenitrinya.. :D
HapusAku baru tahu kalau buah jinitri warnanya biru, kayak jagoan neon, ahhaha.
BalasHapusLandscapenya mantab Mas, seperti biasanya...
warnanya emang unik mas, seunik bijinya juga.. trima kasih mas Ghozali yaa..
HapusJika potensinya sedemikian besar, kiranya layak jika rencana masuk kawasan Geopark itu diwujudkan. Karena kadang perlu sebuah payung hukum yang mengikat agar kelebihan-kelebihan di dalamnya tetap lestari. Jadi pengin main ke Kebumen hehehe.
BalasHapus