Naik Pamor Ekowisata Waduk Sempor
Januari 29, 2018
Waduk Sempor
dalam lanskap wisata Jawa bagian Selatan sudah lawas dikenal sebagai tempat pelesir
kondang. Teruntuk Kebumen, Waduk Sempor bukan sekadar tandon penyimpan dan penyedia
air, tapi juga tujuan wisata yang menjadi salah satu andalan pengisi pundi
daerah. Namun, baru beberapa tahun inilah Waduk Sempor punya nyawa sejati perihal
wisata yang menggembirakan untuk dompet warga sekitar – bukan hanya tentang
menyenangkan hati para wisatawan. Ekowisata Waduk Sempor tumbuh bersemangat dengan
gairah pemberdayaan masyarakat.
Rimbunan hutan pinus
yang menghampari Pegunungan Serayu Selatan tak pernah mengecewakan saya setiap tiba
di Waduk Sempor. Ketenangan air waduk yang berselaras dengan udara sejuk
mencipta sepetak ruang yang asri di muka Bumi. Namun, saujana semacam ini tentu
terasa pasif karena beginilah ‘template’ destinasi bermodalkan nuansa alam.
Kali ini, Waduk
Sempor sungguh tampak berbeda. Ia telah pandai menyuguhi pelancong dengan
aktivitas wisata yang lebih aktif dan dinamis. Kehadiran saya di Sempor tatkala
meramaikan pertemuan tahunan SILAKOMA pun terasa lebih berwarna. Ada satu keluarga
kecil yang bermain asyik dengan becak angsa air di waduk. Ada dua remaja putri
yang giat mendayung kanonya tanpa mengabaikan riang bercandanya. Ada sekelompok
pengunjung yang berkeliling danau dengan perahu wisata. Ada wisatawan yang
menjajal perahu naga melihat lebih dekat suasana Sempor. Dan ini, yang paling
seru, ada yang bermain banana boat dan berkali-kali tercebur bersama pada
genangan air waduk.
Serunya bermain Banana Boat Waduk Sempor |
Kisah ekowisata Waduk Sempor ini berdetak berkat sumbangsih Mukti Marandesa, pokdarwis yang dibentuk oleh masyarakat Dusun Kaliputih, Sempor. Sejak tahun 2011, masyarakat Dusun Kaliputih bisa turut andil menggerakkan roda wisata Waduk Sempor secara lebih bermakna.
“Dengan
ekowisata, harapannya masyarakat bisa lebih sadar wisata dan mendapatkan
manfaat dari adanya wisata Waduk Sempor. Tak hanya sebagai penonton seperti
sebelumnya.” ungkap Taufik Setyawan, salah satu penggiat Mukti Marandesa.
Tak sekadar
tentang aneka pengalaman wisata di Waduk Sempor, Pokdarwis Mukti Marandesa juga
rutin menghadirkan Festival Kaliputih. Rupanya, ekowisata berbasis masyarakat
pun menemukan panggungnya secara apik di festival tahunan ini. Beragam acara
budaya dan ajang UMKM lokal disuguhkan meriah untuk berharmoni dengan panorama
alam Waduk Sempor. Rencananya Festival Kaliputih tahun 2018 akan
diselenggarakan pada Juli tahun 2017. Saya tak sabar untuk bisa hadir di
festival wisata berbasis masyarakat terakbar di Kebumen.
***
Cuaca Sempor siang
itu tak begitu terik, tapi saya sungguh lapar. Bagi saya yang gandrung dengan
tempe mendoan, kawasan Waduk Sempor adalah swargaloka. Di sini, saya temukan mendoan
khas yang sudah jarang dijumpai di daerah lain. Tempe yang menjadi bahan
mendoan dibungkus otentik dengan daun jati. Saya ingat terakhir makan tempe
mendoan bungkusan daun jati semasa SD lampau. Jujur, sepuluh tahun tinggal di
Jogja, saya sama sekali tak menjumpai tempe jenis ini.
Tempe mendoan dibungkus dengan daun jati. Barang berharga yang langka bagi saya. Inilah panganan favorit sepanjang hayat. |
Rasakan kegurihannya. Mendoan Waduk Sempor salah satu yang juara dunia. |
Mendoan wajib berjumpa dengan kekasihnya: sambal. Kalau ini sambal lombok bawang. |
Bu Misnem lihai untuk menggoreng mendoan dalam takaran yang terbaik. |
Bu Misnem
menyuguhkan selembar tempe mendoan yang baru saja mentas dari penggorengan. Penampakannya
begitu besar sehingga piring makan saja tak cukup untuk mewadahinya. Saat masih
panas, inilah momen terbaik sebuah tempe mendoan untuk disantap lahap. Tunggulah
satu dua menit, riwayat mendoan sudah harus berjumpa dengan lidah dan tuntas dikunyah.
Sukanya mendoan
di sini adalah ada pilihan sambal kecap dan sambal lombok bawang. Pertama, saya
lumeri dengan sambal kecap, lalu kedua saya basahi dengan sambal lombok bawang.
Tak perlu sampai dingin, mendoan ini sudah tandas tak berbekas. Mendoan
berbungkus daun jati, saya akui rasanya lebih wangi dan seimbang gurih.
Soal kuliner,
kesenangan Waduk Sempor tak berhenti pada perayaan mendoan berdaun jati.
Beruntung, pertemuan SILAKOMA ini menghadirkan sajian tradisional Tumpeng
Bosok. Dari namanya, janganlah buru-buru menghakiminya sebagai boga yang
‘bosok’ atau busuk. Tumpeng Bosok adalah salah satu kuliner yang hidup di
daerah Sempor khususnya dan daerah Panginyongan (Barlingmascakeb) umumnya. Tumpeng
Bosok menempati posisi penting di masyarakat Waduk Sempor sebagai pengukuh tradisi
makan bersama.
“Tumpeng Bosok menjadi
simbol guyub rukun. Dibuat biasanya kalau ada acara kerja bakti dan panen.”
jelas Masirah, pembuat Tumpeng Bosok.
Tumpeng Bosok. Simbol guyub rukun ditabalkan abadi di Waduk Sempor. |
Jangan dilihat 'awut-awutannya'. Inilah kenikmatan dalam kesederhanaan yang hakiki. |
Diwadahi pada daun pisang, membuat Tumpeng Bosok makin wangi. |
Sajikan bersama tempe garit dan kerupuk. Makin mencipta selera. |
Sekilas, Tumpeng
Bosok ini memiliki wujud semacam Sego Megono. Bisa jadi memang versi setempat dari
Sego Megono yang kondang di kawasan Pantura Jawa Tengah. Nasi dimasak dengan
serundeng dan suwiran ayam lalu dibentuk kerucut dan ditutupi daun pisang.
Untuk menyantapnya, saya padankan dengan tempe goreng yang berwadahkan daun
pisang. Saking nikmatnya, saya pun sampai dua kali tambah porsi.
Soal bahan dan
bumbunya, Tumpeng Bosok termasuk jenis boga yang simpel. Namun, karena disantap
beramai-ramai yang dibersamai rapalan doa-doa, Tumpeng Bosok bisa tersantap
nikmat melampaui kesederhanaannya.
***
Tahun 1967, Waduk
Sempor pernah menorehkan sejarah kelam dengan bencana jebolnya bendungan yang
menewaskan sekitar 127 orang. Ada monumen sederhana untuk mengenang petaka dan mengabadikan
nama-nama korban di waduk ini. Selain soal musibah tersebut, sejarah Sempor
juga masyhur tentang lamanya pembangunan. Waduk Sempor ini sudah direncanakan
pemerintah kolonial Belanda tahun 1916. Lalu, didesain pemerintah Indonesia
tahun 1950, pada awal kemerdekaan penuhnya. Pada tahun 1958, pembangunan Waduk
Sempor dimulai dan baru selesai setelah berlangsung selama 20 tahun pada 1978. Pantaslah
Waduk Sempor menjadi salah satu waduk legendaris di Indonesia.
Melangkah songsong
masa depan, Waduk Sempor layak terus optimis bersemangat. Bayang-bayang masa
silam sudahlah diletakkan sebagai bagian dari pelajaran terkenang. Kehendak
ekowisata dari Mukti Marandesa harus dikokohkan untuk bisa mendatangkan
kemasyhuran Waduk Sempor yang dirasakan lebih luas dan dalam oleh masyarakat. Sebagai
orang Kebumen, saya senang dan mendukung dengan meningkatnya pamor ekowisata
Waduk Sempor.
Saya punya
imajinasi di Waduk Sempor. Kelak, saya mendamba bisa hadir di Waduk Sempor pada
pagi hari. Mendayung kano. Mendekat ke rimbunan pinus. Lalu mengamati
burung-burung yang lincah berkeliaran di pagi hari. Oh ya, saya akan juga membawa
kopi lokal Kebumen, yang tumbuh di Pegunungan Serayu Selatan, sebagai kawan
menyesap pagi di atas kano. Mari membayangkan, sebuah momen yang menenggelamkan
jiwa, bukan?
5 komentar
Uwaaaahhh. Ada banana boat juga. Mantaaapp.
BalasHapusAbis main banana boat, laper, makan mendoan adalah nikmat tak terkira.
Nhaaa itu cocok banget mas Gallan.. Atau sebaliknya, mendoan dulu baru banana boat, lalu dilanjut lagi mendoan lagi.. hihi
HapusSesaat baca Waduk Sempor pikiranku malah ke waduk Wadaslintang, padahal berbeda banget; biarpun waduk yang kedua itu berada di perbatasan antar 2 kabupaten. ahahahhaha
BalasHapusKetika waduk seperti itu diberdayakan, tentu geliat ekonomi dan pariwisata di tempat tersebut tumbuh. Menyenangkan :-)
Amiiiin, semoga kehidupan masyarakat lebih baik dengan berkembangnya ekowisata Waduk Sempor.
HapusWaduk Sempor ada di Kebumen bagian barat, kalau Waduk Wadaslintang berada di Kebumen bagian timur mas. Waduk Wadaslintang lebih luas...
Sebagai putra Gombong saya sangat bangga kota kelahiran keluarga saya sudah luar biasa majunya. Salam persahabatan & pariwisata indonesia
BalasHapus