Kali Kuning Park, Rekreasi Berdetak Konservasi di Tubuh Merapi
Januari 17, 2018
Sepasang
Perling Kecil asyik bercengkerama di sebatang pohon pinus mati yang menjulang. Sesekali
mereka saling menempelkan paruhnya bagai berciuman mesra. Perhatian saya pada tingkah
si hitam bermata merah ini dari tadi hampir tak terjeda, mengawasi setiap gerak
gerik mereka dari jendela bidik kamera. Rahmadiyono lalu menawarkan saya
teropong monokuler agar perangai kukila bisa diamati lebih gamblang. Penggiat
Paguyuban Pengamat Burung Jogja ini sekalian berkisah sekilas tentang kehidupan
manuk di sekitar Kali Kuning.
Saya
coba mengais memori lama tentang Kali Kuning. Awal tahun 2008, saya trekking ringan di seputaran Kali Kuning
mengikuti suatu kegiatan organisasi kampus. Sependek ingatan saya, kawasan
lembah Kali Kuning di Plunyon ini begitu rimbun dengan hamparan hutan pinus
yang rapat. Ada jembatan Plunyon yang ikonik membelah Kali Kuning dan menyisir
sisinya di sebelah timur.
Satu
dasawarsa kemudian, Kali Kuning banyak berubah. Meski tampak hijau, tapi tegakan
hutan pinus sedikit yang masih tersisa. Jembatan Plunyon memang masih bertahan tapi
sudah rentan dilapuk usia dan rapuh diterjang erupsi. Di bawahnya, Dam Sabo
bertingkat-tingkat coba sekuat tenaga menahan material pasir, kerikil dan batu
hasil letusan Merapi yang menyusur Kali Kuning.
Pinus-pinus
yang mati ini adalah saksi betapa dahsyatnya erupsi Merapi pada tahun 2010. Gulungan
mengerikan awan panas meluluhlantakkan badan Merapi di bagian barat dan selatan.
Kali Kuning adalah salah satu aliran kesayangan si Wedhus Gembel – sebutan
lokal awan panas Merapi. Segala rumah, bangunan, vegetasi dan apapun di pinggir
Kali Kuning disapu habis oleh Wedhus Gembel. Rumah Mbah Maridjan tercatat
sebagai salah satu yang berdiam di sekitar aliran Kali Kuning yang
disilaturahmi oleh Wedhus Gembel.
Aktivitas outbond wisatawan di Kali Kuning. |
Peserta trekking Launching Camping Family melintasi jembatan Plunyon. Jembatan ini menjadi saksi kedahsyatan erupsi Merapi 2010. |
Merapi pun ditinggalkan. Kali Kuning dibiarkan hening untuk melakukan suksesi sesuai kehendak semesta lestari. Namun, masa-masa sunyi itu tak berlangsung lama. Merapi selalu punya cara yang istimewa untuk memikat siapapun pulang. Pada mulanya tanaman tumbuh tanpa campur tangan, burung dan satwa lainnya mulai datang hingga manusia sekitar kembali berkegiatan. Geliat wisata selanjutnya berkembang sembari roda kehidupan pertanian, peternakan dan aneka aktivitas masyarakat pulih kembali berputar.
Pagi
itu 7/1/2018, Plunyon Kali Kuning ditingkahi sejuk dan basah sisa hujan tadi malam.
Di beberapa sudutnya, tampak berkelompok wisatawan sedang giat melangsungkan outbound. Ada juga yang sekadar
mengakrabi suasana segar di lereng Merapi dengan duduk santai dan berswafoto
gembira. Akhir pekan membuat Plunyon genap berdenyut dengan aktivitas para wisatawan.
Di
Plunyon ini, saya rehat sejenak untuk menjeda perjalanan trekking dalam rangkaian launching
Camping Family Kali Kuning Park. Balai Taman Nasional Gunung Merapi (TNGM) mengajak
saya untuk menyusuri beranda Taman Nasional Gunung Merapi di sekitaran Kali
Kuning. Saya bersama rekan-rekan narablog, penggiat media sosial, organisasi pecinta
alam, pengamat burung dan pengelola wisata lereng Merapi selama dua hari
mengalami langsung geliat hidup lestari Merapi yang dibalut untuk rekreasi ceria
segala kalangan. Melalui Kali Kuning Park, tampaknya ada yang Merapi ingin sabdakan
tentang kisah konservasi yang dikemas dengan wisata mengasyikkan.
Merapah Sepetak
Taman Nasional Gunung Merapi
Selama
berabad-abad, Gunung Merapi ditabalkan sebagai wilayah sakral di bumi Mataram.
Merapi menjadi kesatuan yang hakiki dalam peradaban Jawa dan segala aparatusnya.
Bagi saya pribadi yang berdiam di kota Jogja, setiap memandang Merapi di
cakrawala utara timbul perasaan ayem tentram diayomi. Namun demikian, Merapi harus
selalu diingat sebagai salah satu arga paling aktif di dunia yang erupsinya secara
berkala ‘membersihkan’ semesta Jawa.
Van Bemellen (1942) dalam
bukunya ‘The Geology of Indonesia’ mencatat tahun 1006 diduga pernah terjadi
erupsi akbar Merapi sehingga mengubur candi Borobudur dan Prambanan yang menghancurkan
kerajaan Mataram Kuno di Jawa Tengah (lalu dipindahkan ke Jawa Timur). Merapi
juga secara rutin memroduksi erupsi-erupsi lebih kecil yang menyisakan cerita kerusakan
lebih alit. Erupsi tahun 2010 terekam sebagai bagian dari narasi Merapi yang
letusannya cukup destruktif pada sepanjang hayatnya.
Lanskap Merapi yang digurat Kali Kuning, salah satu jalur Wedhus Gembel Merapi. |
Kali Kuning bersuksesi, tumbuh menghijau kembali. |
Para goweser biasa memfavoritkan Kali Kuning sebagai destinasi kayuhan. |
Kawasan Kali Kuning Park yang sudah tampak dirapati tanaman dan rerumputan. |
Dalam
UU Nomor 5 Tahun 1990, Taman Nasional memungkinkan suatu kawasan konservasi yang dicirikan dengan adanya ekosistem
asli, dikelola dengan sistem zonasi yang bisa dimanfaatkan untuk tujuan
penelitian, ilmu pengetahuan, pendidikan, menunjang budidaya, pariwisata, dan
rekreasi. Kehadiran Taman Nasional Gunung Merapi ini pun menjaga lestarinya alam Merapi yang melintasi
dua provinsi – DI. Yogyakarta dan Jawa Tengah, memporsi wilayah empat kabupaten
– Sleman, Klaten, Boyolali dan Magelang.
Meski memiliki luas yang
kecil, Taman Nasional Gunung Merapi punya karakteristik konservasi yang sangat unik. Taman Nasional Gunung Merapi menopang giri
vulkanik teraktif di dunia yang di dalamnya terhampar hutan yang menjadi tandon
tangkapan air, habitat flora dan fauna dilindungi, kantong berbagai plasma
nutfah, serta peran sentral sosial dan religius masyarakat Jawa. Di balik
kekayaannya, Taman Nasional Gunung Merapi mengandung ekosistem yang tingkat kerapuhannya begitu tinggi
– tergantung dengan seberapa besar ‘budi baik’ Merapi dalam memuntahkan isi
perutnya.
“Taman Nasional Gunung Merapi juga berdekatan sekali dengan area pemukiman, menjadikannya taman nasional yang paling mudah untuk dijangkau.” ungkap Titin Septiana, penggiat wisata Balai Taman Nasional Gunung Merapi.
Bagi
khalayak awam, menikmati Taman Nasional sering terbayangkan sebagai sebuah
petualangan yang berat. Saya pikir stigma ini perlu diuji dengan menjajal
wahana rekreasi Kali Kuning Park di kawasan Taman Nasional Gunung Merapi Dikelola dengan semangat
konservasi dan pemberdayaan masyarakat, Balai Taman Nasional Gunung Merapi menyuguhkan Kali Kuning Park
untuk bisa dinikmati semua kalangan. Kali Kuning Park berada di teras selatan Taman Nasional Gunung Merapi. Ia bersandingan akrab dengan jalan aspal yang
melintas Dusun Ngrangkah, Desa Umbulharjo, Kecamatan Cangkringan, Sleman. Area
Kali Kuning Park dulunya bertetangga langsung dengan pemukiman masyarakat yang
kini sudah direlokasi ke tempat lebih aman.
Salah satu panggung swafoto di area camping Kali Kuning Park. |
Berkemah dengan diayomi Merapi dari dekat akan memberikan pengalaman berharga tentang hidup harmoni. |
Sedikit tantangan untuk peserta mini trekking: melintasi pipa air Kali Kuning. |
Bagusnya,
Kali Kuning Park tidaklah bergerak dalam ikhtiar eksklusivitas Balai Taman Nasional Gunung Merapi. Masyarakat sekitar, di Umbulharjo, dirangkul karib dengan upaya pemberdayaan
yang berkeadilan dan menyejahterakan. Mereka dilibatkan untuk bersinergi mengelola
dan menyuplai kebutuhan wisata Kali Kuning Park. Taman Nasional memang
semestinya hadir bersahabat untuk memberi kemaslahatan alih-alih mudharat
kepada jirannya. Tentu akan lebih elok nan bijaksana, Kali Kuning Park juga dimiliki
sepenuh hati oleh masyarakat penyangga Taman Nasional Gunung Merapi.
Piknik
Edukatif Kali Kuning Park
Lima
buah rumah kayu berbentuk segitiga saling berhadapan yang dijeda jalan setapak.
Sepintas, rumah kayu ini mengingatkan saya dengan wujud mini rumah etnik nan
ikonik di desa pusaka Shirakawa-Go, Jepang. Atau bisa jadi, wujud segitiga ini
merupakan titisan atas harmoni magis dengan sang Merapi. Rumah kayu ini dinamai
Camping Family Kali Kuning Park yang dimaksudkan sebagai kemah inap rekreasi
keluarga. Keunikan bentuk Camping Family ini secara naluri bisa mengundang para
wisatawan untuk berfoto ceria.
Saya
berjalan menyusuri jalur setapak Kali Kuning Park. Tiga ratus meter ke utara dengan
sedikit menanjak, terdapat area terbuka luas yang bergandengan dengan jurang Kali
Kuning di tepiannya. Di sinilah para peserta Camping Family mendirikan tenda.
Sensasi menginap dengan pengawasan langsung Merapi yang gagah adalah suatu
pengalaman yang mengesankan. Sayangnya, cuaca mendung pagi itu membuat pucuk
Merapi lebih sering terhijab walau beberapa saat memunculkan rupa khas
‘kroak’nya sisa erupsi dahsyat.
Joglo ini bisa dimanfaatkan untuk tempat pertemuan yang nyaman. Melengkapi fasilitas Kali Kuning Park. |
Ada
yang melegakan dari Kali Kuning Park, yakni punya toilet yang bersih dan
senantiasa tersedia airnya. Barangkali ini sepele, tapi toilet adalah kunci
untuk memberi kenyamanan secara ‘kaffah’ atas kebutuhan berwisata. Biasanya,
saya sebagai wisatawan akan memberi kesan bagus pada destinasi apabila
toiletnya bersih. Kali Kuning Park juga dilengkapi dengan balai joglo yang memungkinkan
para wisatawan bisa mengadakan pertemuan dengan nyaman.
Angin
berhembus ‘semribit’ betah menimpa sepagian saya di Kali Kuning Park. Di
angkasa, mendung menggelayut bersama kabut dari tadi memberi kekhawatiran akan
datangnya hujan. Namun begitu, mentari tak menyerah untuk bersikukuh memendarkan
sinarnya. Kami berharap cuaca bersahabat pada Minggu pagi ini agar nyaman
menjajal rute trekking yang
disuguhkan Kali Kuning Park. Aktivitas trekking
adalah kuasa serius Kali Kuning Park menghidangkan peran edukasi tentang jagat
konservasi Taman Nasional Gunung Merapi.
Ada juga rumah Hobbit. Ternyata Hobbit juga bisa dijumpai di sekitar Merapi. |
Tempat perapian. Saya suka desainnya yang benar terasa menyatu dengan alam. Cukup menawan sebagai lokasi foto. |
Kali Kuning Park juga punya ayunan untuk menggembirakan jiwa. |
Empat
kelompok dibentuk dari sekitar 50 peserta dan saya bergabung dalam kelompok 3.
Kami dipandu oleh Arif Sulfiantono dan Titin Septiana, pegawai Balai Taman Nasional Gunung Merapi. Trekking ini didesain mengambil rute pendek yang ramah dilintasi untuk
rekreasi keluarga. Rute minitrekking
ini memulai start di area Camping
Family Kali Kuning Park, menuruni tebing bersetapak ke Plunyon, menyusuri dasar
Kali Kuning hingga menapak rehat di Umbul Wadon dan Lanang, lalu mendaki
setapak tanah berbatu yang cukup curam untuk finish di area camping Kali Kuning Park. Dalam setengah hari
perjalanan, cukuplah ini untuk mengakrabi alam Merapi bersama keseruan yang
menyertai.
Saya
bersua dengan dampak kehancuran erupsi yang membekas pada puing-puing bangunan
di kawasan Kali Kuning Park. Namun, teruntuk vegetasi, suksesi sudah
menampakkan hasilnya dengan mengagumkan. Suksesi ini ditengarai dengan
ketinggian pohon-pohon yang mulai mengayomi rerumputan sekitar. Suksesi Merapi
ini ada yang berlangsung secara alami, ada juga berupa penanaman sengaja oleh
masyarakat dari berbagai kalangan.
“Awalnya
penanaman tak terkendali di Taman Nasional Gunung Merapi pasca erupsi yang tidak memerhatikan tumbuhan
endemik Merapi. Apa saja ditanam. Mosok
kelapa juga ikut ditanam di Taman Nasional” terang Arif sambil memegang pohon Soga yang mulai
menjulang.
Pohon
Soga memiliki tempat yang berkesan di hati Merapi. Walau bukan tanaman asli
Merapi, pohon Soga bisa tumbuh pada kondisi tanah yang masih panas dan keras. Pasca
erupsi Merapi, Soga menjadi salah satu tanaman pertama yang tumbuh secara alami
dan sifatnya invasif mudah menyebar. Pohon Soga itu kini menetap bersama
tumbuhan asli Merapi seperti Rasamala, Puspa, Dadap, Kemenyan, Sarangan, dan
Jamuju. Suksesi vegetasi Merapi lantas mulai memikat para fauna untuk betah
tinggal dalam pelukan Merapi yang menghidupi.
Pemandu kami, mas Arif sedang menjelaskan tentang suksesi dan konservasi Merapi. Pohon Soga yang dipegangnya ialah salah satu tanaman yang hadir paling awal saat proses suksesi. |
Jalur trekking menuruni ke dasar Kali Kuning yang sudah dibikin setapak. Cukup memudahkan. |
Menyusuri dasar Kali Kuning. Sensasi yang dinanti pada wisata Kali Kuning Park. |
Jalur trekking didesain berdampingan dengan jalur pipa air Kali Kuning. |
Kali
Kuning Park memang harus dinikmati dengan cerita-cerita konservasi yang
mengiringi perjalanan hidup Merapi. Sepanjang berjalan yang dikawani panorama
menawan, edukasi tentang konservasi lebih mudah dipahami dan menemukan
relevansinya. Memahami Merapi dan kelestariannya pun bisa senafas dengan pesona
keindahannya dan juga aura kedahsyatan letusannya.
Sepasang
Mata Air untuk Jogja
Jujur,
perjalanan trekking ini tak boleh
diremehkan walau menempuh jalur pendek. Badan saya yang belum fit seratus
persen pasca sakit, membuat nafas gampang tersengal. Saya iri dengan masyarakat
setempat yang begitu tangguhnya membawa beban rumput puluhan kilogram untuk pakan
sapinya. Saya berjumpa dengan beberapa bapak dan ibu yang merumput di sekitaran
area Kali Kuning. Saya juga menyaksikan ‘keberanian’ seorang warga mengambil
rumput di tebing yang sangat curam.
“Kami
memberi pengertian kepada warga pencari rumput agar jaga keselamatan dan jangan
sampai merusak bibit-bibit tanaman di Taman Nasional Gunung Merapi ” ujar Arif yang membidangi bagian Pengendali Ekosistem Hutan di Balai Taman Nasional Gunung Merapi.
Keikutsertaan
Bre, putra kesayangan blogger mbak Elisabeth Murni www.ranselhitam.com dan mas Chandra untunglah memberi pemantik semangat saya
agar terus melangkah. Saya amati bocah berusia hampir 3 tahun ini inginnya
terus mandiri berjalan, tak mau digendong oleh orang tuanya. Padahal medan trekking ini bukanlah permukaan yang rata.
Bocah petualang ini memang terbiasa aktif dan antusias mengintimkan dirinya
kepada sang alam. Kehadiran Bre pun meracik fun
trekking ini lebih terasa aromanya sebagai hidangan rekreasi ramah keluarga.
Keberanian atau kenekatan? Tebing curam pun tetap ditebas rumputnya. |
Inilah Bre. Bocah petualang menyusuri trek Kali Kuning dengan mandiri. |
Letusan
tahun 2010 sempat memberi kekhawatiran akan keberlangsungan dua umbul ini.
Namun, karena takdirnya sebagai sumber
air Merapi yang abadi, kedua umbul ini selamat dari sapuan erupsi. Dua umbul
ini dimanfaatkan tak hanya oleh masyarakat di Kecamatan Cangkringan dan Pakem
yang ada di kaki Merapi, tapi juga oleh sebagian lain masyarakat di Kabupaten
Sleman dan Kota Yogyakarta. Terpasang instalasi perusahaan air minum di Umbul
Wadon yang lalu disalurkan melalui pipa di sisi Kali Kuning. Di balik faedah dan
mitos yang melingkupi, ada juga sisi komersial yang ditakar dengan balutan
pendapatan untuk daerah.
Saya
basuhkan muka dengan air yang mengalir dari Umbul Lanang. Anyes. Saya sempatkan
pula untuk meminumnya. Segar. Dahaga pun terlepas dari kerongkongan saya. Tahukah
kalian? Ada mitos yang menyenangkan dari Umbul Lanang ini: “Barangsiapa yang
mandi di Umbul Lanang maka akan digampangkan jodohnya – bagi yang belum
menikah!” Soal percaya atau tidak, itu urusan kepercayaan tiap pribadi orang. Yang
saya percayai dari mitos mata air ini adalah bagian dari proses melestari sumber
air hayati untuk ribuan orang di kaki Merapi. Bukankah mata air harus
dilindungi sedemikian rupa agar kehidupan terus berjalan.
Beberapa
batang bibit pohon Kemenyan ditanam di sekitar area Umbul Temanten. Prosesi ini
layak sebagai prasasti hayati atas partisipasi kami dalam upaya merawat kelestarian
Umbul Temanten dan keberlangsungan alam Merapi. Saya harus ingat betul di mana
lokasi menanam tersebut. Suatu saat, inilah yang akan bercerita di masa depan
bahwa pohon Kemenyan bisa jadi saksi atas kontribusi kami untuk Merapi yang
hijau.
Umbul Wadon ditinggali oleh beragam ikan. Tanda kualitas air terjaga. |
Untuk menjaga sumber mata air untuk ribuan orang, Umbul Wadon dibangun instalasi pelindung. |
Menanam Kemenyan di area Umbul Temanten. Prasasti kecil hayati untuk keberlangsungan ekosistem Merapi. |
Seyogyanya
senantiasa camkan dengan baik-baik, Merapi sudah memberi kebaikan yang sedemikian
besar. Kita tentu perlu menyuguh sumbangsih kepada Merapi. Tak perlu menunggu
untuk bisa berkontribusi besar, tapi bisa memulainya dengan menanam bibit kecil
kehidupan di tubuhnya yang gagah perkasa.
***
Serombongan
Cucak Kutilang terbang melintasi keintiman saya mengamati Perling Kecil. Cucak
Kutilang ini lantas hinggap pada seranting rimbun pinus yang selamat dari
terjangan awan panas. Saya amati cukup beragam paksi yang memeriahkan jagat
kecil Kali Kuning ini. Mereka membersamai perjalanan bird watching menyusuri Kali Kuning
dengan kicauan dan perangainya. Dalam perjalanan ini, terhitung saya berjumpa
pula dengan Kepodang Kuning, Jalak, Betet dan aneka burung lainnya.
“Lihat
mas, itu Elang Ular Bido di pucuk pohon sana.” ungkap Rahmadiyono sambil
menunjuk kejauhan.
Saya
masih mencoba mencari-carinya di pucuk pohon sebelah mana. Sebagai pengamat
burung yang berpengalaman, Rahmadiyono sungguh jeli menjumpai burung meski
lokasinya jauh dan tersembunyi di antara batang dan dedaunan. Setelah
berkali-kali dipandu, akhirnya saya baru bisa melihat jelas dengan bantuan
bidikan kamera berlensa jauh. Jujur, inilah pengalaman saya pertama kali
menyaksikan langsung Elang di habitat liarnya.
Cucak Kutilang hinggap di pohon Pinus yang selamat dari terjangan erupsi. |
Anggrek Spathoglottis. Hutan Merapi juga menyediakan rumah untuk berbagai jenis anggrek. |
Para peserta trekking Launching Camping Family Kali Kuning Park berfoto bersama di area Umbul Temanten. |
Elang
Ular Bido dan para fauna penghuni asli Merapi lainnya kini sudah betah menetap
lagi. Merekalah contoh makhluk yang selalu bersetia dengan Merapi. Rupanya,
semenghancurkan apapun Merapi, pasti rasa ingin pulang dan tinggal mengalahkan
memori kerusakan yang tertancap. Di buana sejati Merapi, pasti selalu ada yang
memilih hidup bersamanya, abadi. Kita, manusia mengemban tanggung jawab melestari
dengan penuh harmoni.
___________________________________________________
Panduan Menikmati
Kali Kuning Park
Kali Kuning Park berlokasi di Dusun Ngrangkah, Desa
Umbulharjo, Kecamatan Cangkringan, Sleman, D.I. Yogyakarta. Meski berada di
Taman Nasional Gunung Merapi, kita bisa menjangkaunya dengan mudah. Dari Kota
Yogyakarta, tujulah Jalan Kaliurang hingga sampai Pakem, lalu beloklah ke
kanan, ikutilah jalan arah Prambanan hingga bertemu pertigaan Jalan Bebeng
menuju Kinahrejo. Lintasilah jalan Bebeng ini sekitar 4 km hingga berjumpa dengan
Kali Kuning Park di sebelah kiri jalan. Lebih praktisnya, bagi pengguna gawai
silakan gunakan Google Maps dan ketikkan Kali Kuning Park atau Kali Kuning
Adventure Park. Tujulah: https://goo.gl/maps/n7uRyVyhYXL2
Di Kali Kuning Park, ada pilihan untuk merasakan denyut
kehidupan Merapi dengan menginap atau sekedar berkunjung berwisata. Saya
sarankan untuk menginap di rumah kayu ikonik Camping Family atau mendirikan
tenda di area camping umum. Untuk menginap di Camping Familiy tersedia beberapa
paket mulai dari Rp 600.000 untuk 4 orang sudah termasuk fasilitas makan hingga
yang paket premium termasuk pemandu minitrekking, alat birdwatching dan jeep wisata Merapi. Untuk camping biasa, per orang
ditarifi Rp 20.000 yang juga disediakan sewa tenda, matras dan sleeping bag
atau bisa membawa tenda dan alat camping sendiri.
Informasi selengkapnya tentang Kali Kuning Park bisa menghubungi
Kelompok Pemberdayaan Masyarakat Kali Kuning Park, Pangukrejo, Umbulharjo,
Cangkringan pada nomor 0852 2736 6130 / 0856 4356 8967.
Salam Lestari Merapi!
Berkemah di Kali Kuning Park dilengkapi fasilitas wisata yang nyaman. |
Tenda memberi kehangatan dari sapuan angin sejuk Merapi. |
Pintu 'Love' memberi variasi untuk menikmati Kali Kuning Park. |
Mari mengintip perilaku burung. Birdwatching menjadi salah satu aktivitas yang menyenangkan di Kali Kuning. |
Seorang Simbah penduduk kaki Merapi istirahat sejenak dalam memanggul rumput seberat 30 kg. Contoh perjuangan hebat warga Merapi. |
13 komentar
Waktu SD diajari, tanah yang subur itu yang dekat dengan gunung berapi. Meskipun gunung berapi berbahaya, tapi ia juga mampu memberikan manfaat yang tidak sedikit bagi masyarakat sekitarnya.
BalasHapusAku belum pernah kalo ke Kali Kuning. Dulu cuma ikutan reboisasi tahun 2011 lewat kaliurang. Trekking gitu juga. Jadi pengen nih trekking adem adem di gunung. Hehehe.
Beruntung Indonesia punya gunung berapi yang menghasilkan tanah yang subur untuk kehidupan gemah ripah loh jinawi. Patut kita syukuri...
HapusAyok dolan Kali Kuning, mriksani manuk-manuk penghuni Merapi...
Aku pernah sepedaan ke sana hahahahha. Kalau musim ujan gini enakan sepedaan ke Plunyon, bisa renang :-D
BalasHapusWah itu cita-citaku nyepeda sampe Plunyon. Trus diangkat bisa sampai ke Kali Kuning Park. Aku baru tahu ternyata kawasan Plunyon ini sudah masuk di Kawasan Taman Nasional Gunung Merapi mas.. :D
HapusNek slibonan pas iku mas. terus lanjut ngopi. :D
Sempet rencana mau nyobain 1-2 malam di kali kuning adventure park, soalnya cottage kayunya lucu banget. Tapi belum terlaksana sampai sekarang hahaha :D
BalasHapusItu cottage kayu isinya kosongan atau ada beberapa perabot mas?
Nunggu musim hujannya berkurang mbak. Biar bisa lihat cerah Merapi di pagi hari.
HapusKalau tidak digunakan kosongan itu mbak. Tapi klo ada tamu, nanti disediakan kasur, bantal, dan perabot lainnya.. :D
Wah aku belum pernah ke kali kuning merapi.. Ya ampun, padahal viewnya keren banget ya.. Kekayaan alam yanh patut di banggakan.. Btw, keindahan merapi memang tak pernah ingkar janji.. Hhhh
BalasHapusMerapi selalu daya pikatnya, mau dinikmati dari penjuru manapun.. ehehe..
Hapuskalau berkesempatan ke Merapi berikutnya, mampir ya mbak ke Kalikuning Park.. :D
keren yaaa
BalasHapusmampir ke website kami ya www.aladincash.com
terima kasih sudah mampir ke blog saya. syukurlah jika keren.. :D
HapusMau tanya mas..untuk bisa camping apakah harus trekking atau bisa menggunakan kendaraan roda 2/4?
BalasHapusSuwun
Gak perlu trekking untuk camping mas.. Bisa langsung parkir di halaman Kali Kuning Park. Selamat bertualang..
HapusIzin mengambil beberapa gambar mas, untuk tugas kuliah
BalasHapusterimakasih