Terios 7 Wonders #1: Ziarah Kota Maria Larantuka
Juni 03, 2016Larantuka kota Reinha Rosari |
Bagi umat Katolik, Larantuka memiliki kedudukan yang sumurung. Sudut-sudut
kota Larantuka menyuguhkan nuansa Katolik yang kental. Tlatah di ujung timur
Flores ini biasa disanjung sebagai Vatican van Indonesia. Melekat tradisi lokal
Semana Santa, yang setiap Paskah dirayakan sangat meriah se-seantero negeri. Di
kota religi ini, Terios 7 Wonders memulai penjelajahan Tour de Flores sekaligus
mengulik kisah “Wonders” pertama.
***
Setiap kali di Larantuka, saya tak pernah
melewatkan narasi sebuah pagi. Alasannya, saya suka mentari pagi yang bersinar
kuat dibarengi keriuhan masyarakat melintasi Selat Larantuka dengan perahunya. Betul
saja, imaji ini tersaji persis seperti tiga tahun lalu. Bedanya, sekarang iringan
syahdu pujian jemaat Gereja Susteran SSPS Balela turut membuai semarak pagi.
Semalaman tadi saya menginap di sini. Hajatan Tour de Flores membuat semua hotel
penuh sampai kami pun menginap di salah satu susteran tertua di Larantuka.
Di depan Susteran, di sepanjang jalan, warga tampak memasang instalasi
bambu tempat menaruh lampu. Saya sapa mereka. Instalasi ini akan digunakan untuk
memeriahkan pesta rakyat nanti malam jelang pembukaan Tour de Flores pada
keesokan harinya. Rombongan Terios 7 Wonders datang sehari mendahului pembukaan
Tour de Flores. Kami mengeksplorasi pesona liturgi Larantuka sebelum turut
bergabung dalam pembukaan ajang balap sepeda kebanggaan Flores.
Pagi yang selalu indah di Larantuka |
Aktivitas pagi di Gereja Susteran SPSS Balela |
Keceriaan bocah Larantuka di pagi hari. Lompat gembira. |
Matius berbahagia dengan tangkapannya. Optimisme di Tour de Flores. |
Mentari sudah bergegas naik. Saya bergeser jalan kaki sejauh 100 meter. Saya
berjumpa dengan sekelompok nelayan yang baru saja pulang dari memancing ikan.
Matius, salah satunya, menunjukkan beberapa ikan kakap merah hasil pancingan
sejak fajar. Dia bersemangat pagi itu. Ia yakin hasil tangkapannya akan laku lebih
cepat. Tour de Flores memantik permintaan ikan untuk memenuhi jamuan para tamu.
Wajah sumringah Matius adalah pertanda hajatan sepeda itu berdampak pada
masyarakat Larantuka. Semoga.
***
Roda sejarah bergulir panjang di Larantuka dalam rentang berabad-abad.
Larantuka menjadi kerajaan yang terjejak namanya di Negarakertagama sebagai
Galiyao. Larantuka hadir sebagai persekutuan yang mendukung kemaharajaan
Majapahit di Nusantara. Namun, Larantuka mengemuka dalam panggung sejarah sejak
kerajaan ini membaptiskan dirinya sebagai Kerajaan Katolik pada 1665. Raja Ola
Adobala dibaptis atau dipermandikan dengan nama Don Fransisco Ola Adobala Diaz
Vieira de Godinho (DVG).
Raja Ola Adobala menyerahkan tongkat kerajaan berkepala emas kepada patung
Tuan Ma (Bunda Maria Reinha Rosari). Upacara ini menjadi perlambang Larantuka meluruh
sebagai negeri Reinha (Ratu). Para raja Larantuka pun menjadi wakil dan abdi
Bunda Maria. Sejak itulah, Katolik secara resmi mengisi seluk beluk kehidupan kerajaan
Larantuka dan berbaur dengan tradisi lokal masyarakat Lamaholot. Semana Santa
menjadi salah satu contohnya, sebuah perwujudan manis harmoni ajaran Katolik
dengan budaya orang Larantuka.
Di dalam Kapela Tuan Ma, saya memandang rupa patung Tuan Ma lewat bingkai
foto. Kapela Tuan Ma merupakan kapela tertua yang dibangun langsung atas
perintah Raja Ola Adobala. Wujud asli Patung Tuan Ma berupa Matter Dolorossa
atau Bunda Maria Berduka Cita. Patung ini bersosok perempuan berkulit putih
berjubah biru dengan muka sendu. Patung Tuan Ma hanya bisa diperlihatkan saat
prosesi Jumat Agung Semana Santa.
Foto patung Tuan Ma, sebagai gambaran Bunda Maria. |
Kapela Tuan Ma, kapela paling tua di Larantuka. |
Pak Wempi Rasiona, penjaga Kapela Tuan Ma. |
Kapela Tuan Meninu. @Satyawinnie sedang berdoa di dalam. |
“Patung Bunda Maria di sini mendapat panggilan sebagai Mama, sehingga disebut sebagai Tuan Ma” ungkap Wempi Rasiona, penjaga Kapela Tuan Ma.
Kapela Tuan Ma merupakan satu dari tiga Kapela penting yang saya ziarahi
di Larantuka siang itu. Saya berkunjung juga ke Kapela Tuan Meninu dan Kapela
Tuan Ana. Di Kapela Tuan Meninu tersimpan patung kanak-kanak Yesus. Sedangkan,
di Kapela Tuan Ana bersemayam peti yang isinya misterius, rahasia tak bisa
diketahui masyarakat. Tahunya, isi peti in berkaitan dengan ornamen-ornamen
yang mengingatkan umat tentang wafat dan sengsaranya Yesus.
Saat Semana Santa, tiga kapela ini akan riuh dengan ribuan warga yang mengarak
perangkat sakral bagi prosesi Katolik di Larantuka. Tuan Ma, Tuan Ana dan Tuan
Meninu diarak berkeliling kota hingga berakhir di Katedral Reinha Rosari.
Larantuka punya sebutan masyhur sebagai Kota Reinha Rosari atau Kota
Maria. Di kota ini, Bunda Maria mendapat penghargaan tertinggi sebagai pemilik
Kerajaan Larantuka. Kisah ini bermula tatkala tahun 1510, ada seorang bocah berjumpa
dengan sosok perempuan cantik. Wajah perempuan ini tampak sendu dan diam. Ia
hanya menuliskan sesuatu di pasir pantai. Saat mendongakan untuk bertanya lagi
apa bunyi tulisan tersebut, perempuan itu sudah mewujud patung. Patung itu
dibawa pulang dan tulisan itu dipagari agar tak terhempas ombak.
Beberapa tahun kemudian datanglah padri dari Ordo Dominikan, yang gencar menyebarkan
agama bersamaan kedatangan Portugis. Si anak yang sudah dewasa pun memperlihatkan
patung sakral milik suku tersebut.
Pastor Katolik itu juga dibawa ke pantai tempat perempuan menuliskan namanya. Dia
membacanya: Reinha Rosario Maria. Mereka yakin patung tersebut adalah perlambang
Bunda Maria, sang Ratu Rosari.
Taman doa Tuan Meninu |
Stasi Tuan Meninu |
Kapela Tuan Ana. Tempat peti misterius yang diarak saat Semana Santa. |
Para jemaat sedang khusyuk berdoa di Kapela Tuan Ana. |
***
Tengah siang di Larantuka adalah seterik-teriknya mentari memancarkan
sinarnya. Cuaca di Larantuka memang terkenal panas menyengat. Terios 7 Wonders coba
bertakzim ke Istana Raja Larantuka. Sayang, kami tak berhasil memasuki karena
sang penghuni rumah sedang tak ada, sedang menunggui kerabatnya yang sakit.
Saat ini Kerajaan Larantuka tak lagi punya kuasa pemerintahan. Namun,
secara adat, kerajaan masih berperan sakral dalam kehidupan masyarakat. Bertahtalah
Raja Don Marthinus D.V.G. yang merupakan raja ke-23 Kerajaan Larantuka.
Istana Raja Larantuka bukanlah bangunan megah seperti layaknya istana
kerajaan di Jawa. Hanya sebuah rumah tua bergaya Eropa sederhana yang berdiri
tahun 1937. Cat temboknya sudah kusam. Atapnya hanya seng. Namun, istana ini
manis berlatar Gunung Ile Mandiri dan bermuka Selat Larantuka. Di depannya
terdapat meriam tua yang bersejarah, altar batu prosesi adat dan Patung Bunda
Maria berjubah biru sembari menggendong Yesus anak-anak yang dikenal Patung
Maria Bintang Lautan (Stellla Maria).
Istana Raja Larantuka. Sayang saat saya datang sedang tutup. |
Ruang dalam Istana Raja Larantuka, saya intip dari balik jendela. |
Patung Maria Bintang lautan menghadap selat Larantuka. |
Terios 7 Wonders di depan Katedral Reinha Rosari. |
Saya menuju destinasi selanjutnya untuk merangkai “wonders” Larantuka,
yakni Katedral Reinha Rosari. Pada kunjungan kali ini, saya tak menyia-nyiakan
untuk mantap memasuki gereja terbesar di Larantuka. Bagi masyarakat Larantuka,
Katedral Reinha Rosari lebih familiar disebut sebagai Gereja Besi. Sebelum
dipugar semegah sekarang, Katedral Reinha Rosari dibangun pada 1884 dengan
menggunakan rangka besi. Namun, sesungguhnya gereja asli sudah berdiri sejak
Raja Ola Adobala membangunnya dengan konstruksi kayu sederhana.
“Rangka besinya didatangkan langsung dari Den Haag Belanda dan dibangun
dengan gotong royong warga Larantuka” ungkap Germana, warga lokal yang saya
jumpai di Katedral Reinha Rosari.
Katedral Reinha Rosari adalah pusat dari keuskupan Larantuka. Membahas
Keuskupan Larantuka tak bisa dilupakan dari kiprah Gabriel Wilhelmus Manek,
S.V.D, uskup pertama Larantuka. Sosok bijak bestari ini merupakan pastor kedua
asli Indonesia setelah uskup R. Soegijapranata asal Semarang. Saya sempat
mampir ke Kapela Induk di Biara Pusat tarekat PRR, tarekat yang didirikannya.
Bagi orang Larantuka, selain kontribusi yang besar bagi keumatan Katolik
di Larantuka, Uskup Gabriel hadir menjejak abadi baik rohani dan jasmani. Meninggal
tahun 1989 dan dimakamkan di Colorado Amerika Serikat, lalu makamnya digali
pada tahun 2007 untuk dibawa pulang ke kampung halamannya, Larantuka. Ajaibnya,
jasadnya masih dalam keadaan utuh. Dari balik kaca, saya menziarahi Gabriel
Manek yang jasadnya bersemayam abadi dalam peti kayu di Kapela Induk Biara
Pusat Tarekat PRR.
@SatyaWinnie berdoa di dalam Gereja Besi alias Katedral Reinha Rosari |
Suasana altar Katedral |
Bangunan Kapela Induk tempat jasad Gabriel Manek disemayamkan |
Di dalam peti yang ditutup ruang kaca, jasad Gabriel Manek berada. Pigura menunjukkan jasad saat akan dipindahkan. |
Rasanya saya ingin menyempurnakan seharian di Larantuka dengan khasanah
alam yang memanja indera. Setelah sukses menangkap sunrise berbahagia, saya pun
melengkapinya dengan menjemput sunset yang syahdu. Terios 7 Wonders menepi dari
pusat kota Larantuka dan menuju Pantai Kawaliwu. Medan yang sedikit kelok-kelok
dan di beberapa km terakhir dengan mudah dilibas Daihatsu Terios R
Adventure. Rasanya medan ini sekedar
pemanasan bagi Terios 7 Wonders sebelum ekspedisi sesungguhnya menyusuri rute
Flores keesokan harinya.
Pantai Kawaluwu terletak di sisi
balik Gunung Ile Mandiri yang menaungi sayang kota Larantuka. Pantainya memang
hanya hamparan bebatuan yang dirajut bersama perairan tenang. Sesekali nyiur
kelapa menjeda lengkungan pesisir. Namun, pesona Kawaliwu tak sekedar tentang itu. Kejutan
menyenangkan Kawaluwu adalah sebuah pantai yang memiliki sumber air panas
persis di tepi laut.
Mari saksikanlah, betapa syahdunya saat mentari bulat turun ke peraduan horizon
lautan. Saya menikmati lanskap syahdu ini sambil sejenak merendamkan kaki di
kubangan air panas alami. Beberapa nelayan yang menghiasi pandangan tampak
asyik memancing ikan. Di sini, dengan ditingkahi panorama memukau ini, saya pun
bersyukur kepada Tuhan Islam saya atas karunia keindahan alam sekaligus
keterbukaan hati untuk menjelajahi pengetahuan dari agama saudara saya di
Larantuka.
Perjalanan Terios 7 Wonders melibas medan di sekitar Pantai Kawaliwu |
Menikmati air panas alami di tepi pantai Kawaliwu. |
Nyiur yang menghias Kawaliwu. |
Sunset sempurna |
***
Malam hari sebelum Tour de Flores dibuka, Larantuka meriah dengan
masyarakat yang tumpah ruah berpesta. Jalan sepanjang pantai ramai dengan
tarian masyarakat dan suguhan kuliner khas Lamaholot. Saya berkeliling dari
satu kumpulan ke kumpulan. Saya tak bisa untuk tak terlibat dalam kegembiraan
warga Larantuka. Saya pun luruh untuk ikut dalam tarian Dolo-dolo yang dilakukan
secara massal oleh masyarakat tiap desa.
Tarian Dolo-dolo berputar perlahan dengan tangan peserta sambil
bergandengan. Teriring nyanyian yang kompak dilantunkan dan diselingi rapalan
pantun curhatan dari tiap insan. Sopi pun tak lupa dituang. Aromanya menguar kuat,
pas untuk makin memasyhukkan ritual. Tarian Dolo-dolo memberi tengara persahabatan
akrab antar anak manusia yang tak mengenal sekat suku, ras dan agama. Semuanya
berpadu dalam kegembiraan masyarakat Lamaholot yang bersaudara di kaki gunung
dan tepi lautan. Selepas puas menari, warga ramai-ramai menyantap hidangan khas
yang telah disiapkan setiap desa. Ada nasi jagung, ikan dan masih banyak
jenisnya.
“Pada pesta rakyat ini, Muslim dan Katolik di Larantuka dan pulau sekitarnya
semua pasti melebur gembira bersama-sama.” ungkap mama Fatima asal Desa Pantai
Besar, pinggiran kota Larantuka.
Menari bersama bersama Warga Larantuka |
Makan besar warga sekota. |
Remaja muslim Larantuka yang turut memeriahkan Tour de Flores. |
Larantuka, sering disebut ibukota Katolik Indonesia. |
Larantuka walau disebut sebagai ibukota Katolik Indonesia, tinggal pula banyak
masyarakat muslim. Sama-sama asli Larantuka. Saat Semana Santa dan Natal, warga
muslim pasti turut mengamankan perayaan hari besar agama Katolik. Begitu juga
saat Idul Fitri, warga Katolik akan menjaga ibadah umat muslim. Persaudaraan di
Larantuka sudah tersaji selama berabad-abad yang tak goyah meski hadir
agama-agama dari luar. Toleransi tak perlu lagi basa-basi di sini tapi mewujud
dalam sanubari tiap warga.
Malam itu Larantuka benar-benar berpesta. Perut kenyang, hati senang dan
kepala sedikit berkunang-kunang, mengiringi jalan kaki saya ke penginapan. Baru
kali ini saya puas ikut pesta rakyat yang menggetarkan jiwa. Sambil menatap
pada rembulan yang terangi malam, saya pun berbisik: Selamat malam Larantuka!
Esok pagi Tour de Flores akan bermula. Saya
sadar, jangan terlalu mau dilarut oleh malam kegembiraan.
Video perjalanan FLORES bersama Daihatsu Indonesia
Bulan jelang purnama mengayomi Larantuka. |
Keindahan arsitektur Katedral Reinha Rosari. Seperti istana boneka ya. |
Di jalan, kami berjumpa dengan iringan pelayat yang akan menguburkan jenazah. |
Kuburan Katolik di Larantuka. Saya dan @Satyawinnie suka sekali mendapatkan kuburan unik di Larantuka. Khasanah traveling kuburan Nusantara. |
Inilah kuburan para pastur dari Keuskupan Larantuka, tak jauh dari Katedral Reinha Rosari. Beberapa makam bertahun abad 19. |
Bocah Larantuka dan anjingnya. Satu diantaranya bernama Josua. |
Bocah-bocah manis Larantuka, memeriahkan Tour de Flores. |
Sebelum pesta makan, berfoto dulu dengan warga Pantai Besar, Larantuka. |
Pantai Kawaliwu yang tenang dan berkerikil hitam. |
Loncenh di Katedral Reinha Rosari, Dibunyikan jika ada jenazah didoakan di dalam gereja |
Perjalanan "Overland Flores" ini disponsori Daihatsu Indonesia www.daihatsu.co.id dalam ekspedisi TERIOS 7 WONDERS - TOUR DE FLORES. Cerita perjalanannya disajikan dalam 8 seri tulisan, yakni:
1. Kendara Tangguh Tour de Flores bersama Terios 7 Wonders
2. Ziarah Kota Maria Larantuka
3. Menyapa Desa Sikka yang Bersejarah
4. Kopi John dan Avontur Kelimutu
5. Mahakarya Tenun Ikat Lio Desa Manulondo
6. Kampung Bena dan Bocah Penggemar Bola
7. Bertandang ke Sarang Hobbit Liang Bua
8. Pulang Kampung Wae Rebo
Selamat membaca semuanya!
6 komentar
Larantuka menjadi tempat yang sakral bagi umat kristiani. Sedikit yang kutahu tentang tempat ini adalah toleransi antara agama sangat kental, mereka bersatu saling membantu kala ada hari besar.
BalasHapusbetul mas, toleransinya luar biasa. Bikin kita malu sama perilaku orang yang bentrok hal2 kecil karena beda agama.. Wajib dikunjungi ni mas Sitam..
HapusItu sakral banget sih tempatnya ._. Aku baru mendalami Larantuka disini :' sebelumnya cuma sekedar tau aja sih ._. gilaaak. Keren juga tapi ya :')
BalasHapusTerima kasih postinganku bermanfaat ya kak.. Larantuka memang punya daya taruk keagamaan dan toleransi..
HapusAku taunya Larantuka itu dari dua hal awalnya, yang pertama lagunya Boomerang dengan judul yang sama, yang kedua ya bencana gempa Larantuka beberapa tahun silam. :D
BalasHapusBtw, itu mbak yang berjilbab sebelah kiri sendiri cantik juga *eh
Gallant selalu tertarik dgn foto2 mbak2 (atau adik2) eaaaa. Banyak dijumpai adik2 yang cantik dan punya darah campuran dengan Portugis.. :D
BalasHapus