Tatkala Tailing Newmont ‘Dibuang’ di Laut
Maret 15, 2016Pemantauan lingkungan dilakukan secara totalitas di PT NNT. |
Yang biasa bersarang di benak
kita, jika terdapat sampah
yang tak berguna maka perlakuannya ialah dibuang. Dibuang ini bisa jadi bukan menjadi
perilaku tunggal, melainkan bisa berarti sampahnya dipilah dulu, dinetralisasi dulu,
dan sebagainya. Aktivitas tambang juga menyisakan suatu sampah atau lebih dikenal sebagai limbah. Pada
perusahaan tambang sebangsa tembaga, emas dan perak, limbah dari proses
kegiatan intinya disebut tailing.
Namun, apakah tailing ini dibuang, selayaknya sampah? Dari pengalaman
mengikuti Sustainable Mining Bootcamp PT Newmont Nusa Tenggara (NNT), saya rasa
tak sekasar demikian. Saya mendapatkan pencerahan jikalau tailing PT NNT
tidaklah dibuang, melainkan ditempatkan. Nice! Pilihan kata ditempatkan
menempati khasanah baru pikiran saya alih-alih kata dibuang yang lazim
mengendap di pikiran lugu saya.
Menariknya, penempatan tailing PT NNT dilakukan di tengah lautan, bukan di
darat yang umum dilakukan. Wah ini… Penempatan tailing di laut pun menjadi isu besar
yang selalu menarik sepanjang PT NNT
pertama beroperasi sejak tahun 2000 lalu. Saya masih ingat juga, Newmont pernah
mengisi ramai ruang media saat dituduh mencemari perairan Teluk Buyat Sulawesi
Utara akibat tailingnya. Walau pada akhirnya, proses hukum perkara Buyat dimenangkan
PT Newmont Minahasa Raya. Nyatanya tak terbukti mencemari Teluk Buyat. Namun,
dari situ persepsi buruk tentang tailing bukan berarti sirna.
Tailing dari pabrik pengolahan dialirkan melalui pipa ke Teluk Senunu. Sumber: PT NNT |
Panorama di SWIS yang menjadi titik pergantian pipa darat ke pipa laut di Teluk Senunu. Sumber: www.ptnnt.co.id |
Harus diakui, jika kita mencari informasi tentang tailing di dunia maya (bukankah selama ini kita sangat tergantung informasi semuanya dari internet, itupun yang berbahasa Indonesia?), kita lebih banyak disodorkan berita negatif tentang tailing. Biasanya kalau ada pendapat netral atau positif, kita menjumpai beritanya berasal dari perusahaan pertambangan. Makanya, kita pun memerlukan obyektivitas dalam menilai pendapat dan argumen masing-masing pihak. Kalau perlu bisa melihat langsung duduk persoalannya.
Beruntung bagi saya tak terus larut pada gemerlap pro kontra yang terjadi.
Saya berkesempatan langsung mengikuti pemantauan lingkungan dimana instalasi
tailing PT NNT ditempatkan di Teluk Senunu. Menggunakan kapal survey Tenggara
Explorer milik PT NNT, saya turut mengikuti Departemen Enviromental PT NNT
memantau kondisi lingkungan di zona terdampak Tailing PT NNT. Perjalanan
menyusuri perairan yang melingkari sisi barat dan selatan tambang Batu Hijau
pun menjadi salah satu agenda paling mengasyikkan pada SMB PT NNT.
Mari berlayar!
Tentang Tailing Batu Hijau
Sebelum menyimak lingkungan yang terdampak tailing PT NNT, rasanya perlu
diutarakan terlebih dulu sekilas tailing dari tambang Batu Hijau PT NNT. Dalam
proses pertambangan Batu Hijau, pengolahan batuan tambang (ore) akan
menghasilkan konsentrat dan tailing. Konsentrat merupakan mineral berharga dari
pengolahan ore, yang merupakan komoditas produksi PT NNT. Adapun tailing adalah
sisa hasil pengolahan ore yang tidak lagi mengandung mineral berharga, yang sudah
tak ekonomis diolah lagi. Secara sederhana, tailing bisa dikatakan sebagai ampas
atau limbah tambang.
Instalasi pemrosesan ore. |
Proses pemisahan ore menjadi konsentrat dan tailing, |
Tailing yang dipegang oleh Bli Putu. Foto oleh www.fotosintesa.com |
Wujud tailing adalah semacam lumpur dan mengandung 20-45 % partikel air laut dan air tawar yang digunakan dalam pengolahan ore. Tailing PT NNT dipastikan aman dari bahan-bahan kimia berbahaya karena sejak pengolahan di Bagian Processing menggunakan prinsip-prinsip fisika dan mekanik. Bahan kimia digunakan secara terbatas dan telah dikontrol ketat sehingga bisa dipastikan aman. Ada peserta Newmont Bootcamp yang memberanikan diri untuk memegang tailing, tapi nyatanya baik-baik saja.
Tailing dialirkan secara tertutup sejauh 6 km melalui jaringan pipa darat berbahan
baja dilapisi karet di bagian dalam yang berdiameter 112 cm. Sesampai di SWIS Tongo,
di pesisir Teluk Senunu, tailing berganti pipa laut berbahan HDPE berdiameter 102
cm dan memiliki panjang 3,2 km menembus kedalaman laut Teluk Senunu.
Ujung pipa berada pada kedalaman 125 meter di bawah permukaan air laut. Karena
kepadatan dan berat jenisnya dibandingkan air laut, tailing lalu mengalir
menuruni ngarai laut hingga mencapai palung laut di Cekungan Lombok, selatan
Pulau Sumbawa yang berkedalaman 3000-4000 meter dan mengendap di dasarnya.
Sistem penempatan tailing seperti ini dikenal sebagai Deep Sea Tailing
Placement (DSTP) alias Sistem Penempatan Tailing Laut Dalam. Saya menyimak, ada
beberapa pertimbangan DSTP dipilih PT NNT daripada dilakukan penempatan tailing
di darat. Pertama, lahan yang
diperlukan untuk penempatan tailing di darat sekitar 2.316 Ha. Lahan PT NNT ini
berada di kawasan kehutanan dan pertanian yang sangat subur sehingga sayang
sekali jika dikorbankan untuk penempatan tailing. Selain itu, jika di darat
paling tidak berdampak pada lebih dari 2.100 jiwa penduduk dan mata
pencahariannya.
Peserta Sustainable Mining Bootcamp PT NNT sedang mendapat penjelasan tentang rupa pipa tailing. |
Pipa yang mengalirkan tailing ke laut. |
Yang ada putihnya adalah pipa darat. Yang hitam ialah pipa laut. Saya pun terpesona. |
Kedua, meskipun Sumbawa
terkenal dengan panasnya, curah hujan di kawasan PT NNT termasuk tinggi,
mencapai 2.500 mm per tahun. Dengan kondisi demikian, pengelolaan air pada fasilitas
penampungan tailing di darat lebih sulit dilaksanakan. Ketiga,
daerah Sumbawa terletak pada daerah rawan gempa besar. Keberadaan tailing di
darat berisiko membahayakan masyarakat jika sewaku-waktu terjadi kondisi yang
tak diinginkan.
Keempat, DSTP hanya
memengaruhi lingkungan bawah laut yang produktivitasnya rendah dan tidak
berdampak pada ekosistem pantai dan sumber daya terkait. Dengan kondisi ini,
penempatan di dasar palung dianggap meminimalkan dampak ekosistem dan makhluk
hidup. Diperkirakan luas palung ini sangat besar, dibandingkan Pulau Sumbawa
masih luas palung tersebut. Kelima,
diperkirakan pemulihan ekosistem bawah laut setelah penutupan tambang
diperkirakan butuh 2 tahun, jika di darat akan memakan waktu 50 tahun.
Melalui Keputusan Menteri Lingkungan Hidup: KEP41/MENLH/10/1996 , DSTP PT
NNT telah disetujui Pemerintah Indonesia dan ditetapkan dalam AMDAL (Analisis
Mengenai Dampak Lingkungan) sebagai sistem penempatan tailing PT NNT, mulai
dari beroperasi hingga akhir masa tambang. DSTP PT NNT beroperasi sejak
September 1999 dan terus diperpanjang lagi perizinan operasinya tiap lima
tahun. Perpanjangan izin kembali sudah berkali-kali diberikan pemerintah karena
hasil penelitian yang dilaporkan pemerintah dan dilakukan sejumlah lembaga
independen konsisten dengan data prediksi AMDAL.
Di Indonesia, PT NNT merupakan satu-satunya yang melaksanakan penempatan
tailing di laut. Di beberapa negara seperti Inggris, Perancis, Papua New
Guinea, Chili, Norwegia, dan Turki, DSTP juga diaplikasikan oleh perusahaan pertambangan.
Menariknya, DSTP PT NNT di Teluk Senunu ini disebut sebagai yang terbaik di
dunia.
Instalasi di SWIS untuk memompa air laut. |
Mas @arief_pokto sedang menerawang Teluk Senunu dari SWISS. Menemukan apa mas? Lautnya ternyata bersih ya. |
Pak Arie sangat antusias berbagi informasi tentang pipa pengaliran tailing. |
Saya sungguh menyimak betapa PT NNT sangat tidak meremehkan tailing yang dihasilkan. Meski secara ekonomi tidak berguna lagi, secara ekologi PT NNT memperlakukannya dengan penuh etika dan tanggung jawab. Tailing yang jadi sisa produksi PT NNT benar-benar ditangani agar jangan sampai mengganggu kelestarian ekosistem.
Saya rasa penanganan tailing ini sepadan dengan slogan andalan PT NTT:
Because we Care, Karena Kami Peduli!
Berlayar Memantau Lingkungan
Teluk Senunu
Jika bukan karena semangat untuk memantau lingkungan terdampak tailing, jam
5 pagi saya belum siap sedia menuju Teluk Benete pada hari keempat SMB PT NNT.
Bersama 6 orang tim Departemen
Environmental Bagian Marine and Ecology PT NNT, Enam Bootcampers yang ditugasi
di laut berangkat dengan kapal survey Tenggara Explorer pada pagi yang cerah
bergembira.
Didahului briefing dan persiapan lainnya, sekitar pukul 07.30 WITA ekspedisi
setengah hari ini meninggalkan Teluk Benete. Setiap kru dan awak kapal pun diwajibkan
memakai pelampung saat berlayar sesuai standar keselamatan PT NNT.
Mulai berangkat untuk mengamati perairan sekitar PT NNT dan proses pemantauan Departemen Lingkungan PT NNT. |
Lanskap Tanjung Tanjung Amat. |
Monik, www.monilando.com, tak melewatkan kesempatan untuk menjajal kemudi Tenggara Explorer. Tentunya dengan panduan nakhoda. |
Beruntunglah pagi itu, lautan sedang tenang seperti turut mendukung upaya pemantauan kami. Deretan perbukitan bertebing dan deretan pantai menghampar bergantian menyuguhkan pesona ketakjuban kami terhadap alam Sumbawa yang terlihat dari lautan. Tersebutlah nama-nama yang ditunjukkan Sarwono, salah satu kru kapal Tenggara Explorer seperti Tanjung Labulawah, Tanjung Amat, Teluk Rantung, Tanjung Mangkun, Tanjung Madasanger dan Teluk Senunu. Sesekali perahu nelayan melintas begitu anggun, yang sedang bergiat mencari ikan di lautan dekat.
Di bagian buritan kapal, tim Enviro PT NNT secara cermat dan cekatan
mempersiapkan alat-alat pemantauan. Ada yang menyiapkan rosette sampler,
semacam perangkat standar penelitian oseanografi yang terdiri sejumlah tabung
penampung sampel air laut dan perekam data digital. Sebagian lain menyiapkan
perlengkapan seperti botol sampel, cairan asam dan aquades, serta pH meter. Rencana pelayaran kali ini, tim Enviro PT NNT hanya akan melakukan
pemantauan mutu air dan sedimen laut. Pemantauan lingkungan lain seperti terumbu
karang, ikan, ekologi muara, ekosistem intertidal, komunitas bentos dilakukan
di kesempatan lain.
Sekitar 1 jam 15 menit berlayar tibalah kapal di kawasan Teluk Senunu.
Tenggara Explorer langsung menuju ke S43, sebutan salah satu titik yang jadi
patokan pemantauan dari Tim Enviro. Di titik ini, tim Enviro PT NNT melakukan
pemantauan mutu air. Dengan seksama, saya mengamati bagaimana rosette sampler
perlahan diturunkan, ditenggelamkan lalu diangkat lagi setelah 15 menit.
Kemudian air pada tabung di rosette sampler dipindahkan ke botol-botol kecil. Tak ketinggalan, data
digital selama di bawah laut pada rosette sampler diunduh oleh komputer di
ruang monitor.
Tim Enviro PT NNT mengambil sampel air dalam keperluan sampling mutu air Teluk Senunu. |
Setelah selesai, rosette sampler dirangkai dan dipersiapkan lagi untuk ditenggelamkan ke titik selanjutnya. Ada dua titik lain yang dituju untuk pengambilan sampel mutu air, yakni S17 dan S02. Alasan dipilih sampel tiga lokasi ini yakni karena dianggap masing-masing mewakili mutu air di zona terdampak tailing: Zona A,B dan C. Zona A meliputi Daerah Penempatan Tailing (DPT) dengan kedalaman di atas 120 m. Zona B adalah DPT dengan kedalaman di bawah 120 m. Adapun Zona C meliputi di luar DPT. Di zona A nantinya tidak diberlakukan baku mutu air, tetapi di Zona B dan C yang berlaku.
Selesai dengan pengambilan mutu air di tiga titik di Teluk Senunu, kini tim
Enviro melakukan pengambilan sampel sedimen di S23. Rosette sampler pun diganti
dengan perangkat berbentuk seperti cawan untuk mengambil sedimen. Perangkat ini
ditenggelamkan hingga kedalaman 47 meter lalu setelah 15 menit diangkat kembali
ke kapal. Hasilnya adalah sedimen pasir kasar dan pecahan karang. Kemudian,
sebagian pasir itu diambil dan dipindahkan ke wadah-wadah kecil. Sisa pasir
lalu dibuang ke laut. Serangkaian pengambilan sampel ini saya cermati, meski
sekilas sederhana ternyata membutuhkan upaya teliti dan profesionalitas tinggi.
“Sampel-sampel ini nanti akan diteliti bukan oleh pihak Newmont saja. Untuk menjaga independensi dan akurasi hasil,
kami kirim ke laboratorium independen di daerah Bogor. Hasil pemantauan
lingkungan ini dilaporkan ke Pemerintah tiap tiga bulan.” ungkap Sally, salah
satu anggota tim Enviro PT NNT.
Pemantauan Lingkungan atas dampak tailing PT NNT di Teluk Senunu dilakukan
rutin setiap hari. Selain itu, dalam upayanya memastikan kualitas pemantauan
lingkungan kawasan terdampak tailing, PT NNT juga mengajak institusi-institusi
lain untuk terlibat. Selama ini PT NNT telah bekerja sama dengan Kementerian
Lingkungan Hidup, Pemerintah Daerah NTB dan Sumbawa Barat, Lembaga Ilmu
Pengetahuan Indonesia (LIPI), CSIRO (LIPI-nya Australia), ITB, IPB, UGM, Coffey
Environment, Dames & Moore, URS, Enesar Consulting, DHI dan CBES.
Proses pengambilan sample sedimen. |
Inilah contoh hasil sampel sedimen yang diambil di S23. |
Menyimak penjelasan Sally tentang data-data pemantauan lingkungan di ruang monitor. |
PT NNT juga terbuka dengan Lembaga Swadaya Masyarakat, Perguruan Tinggi
dan lain-lain. Pihak-pihak tersebut diajak langsung untuk turut memantau
kondisi lingkungan pada wilayah terdampak tailing. Ajang Sustainable Mining
Bootcamp – seperti yang saya ikuti ini – juga merupakan upaya PT NNT untuk
terbuka dan mengajak lebih dekat masyarakat umum untuk bisa menyimak proses
penempatan tailing di laut. Memang, sejak awal PT NNT ingin transparan dan
akuntabel kepada siapapun terkait pengelolaan tailing-nya.
***
Tenggara Explorer selesai menunaikan tugasnya siang itu. Sambil berlayar
pulang, ada kru kapal yang memasang pancing ikan. Saatnya mereka ‘menghibur
diri’ dengan ikan-ikan yang berlimpahan di kedalaman lautan. Perairan Selat
Alas memang dikenal sebagai daerah kaya ikan, sehingga sering kami jumpai para
nelayan lalu lalang mencari ikan. Jelas ini adalah kabar menggembirakan bahwa
lingkungan laut di sekitar tambang PT NNT begitu baik dan bisa menjadi ruang
penghidupan masyarakat.
Sembari menuntaskan keterpesonaan pada lanskap Sumbawa dari lautan, saya
duduk di depan ruang navigasi kapal. Semilir angin menemani perbincangan saya
dengan Sarwono. Saya jadi tahu ternyata salah satu kru kapal Tenggara Explorer
ini asli Kebumen, kampung halaman saya. Lima tahun merantau ke Sumbawa bekerja
di perusahaan kontraktor PT NNT telah membuatnya memiliki pengalaman yang
berkesan tentang perusahaan tambang ini.
“Bekerja dengan Newmont harus dengan standar paling tinggi. Semuanya
dilakukan dengan teliti dan cermat. Kadang pun jika ombak sedang kuat, tapi
asal masih boleh berlayar, mereka tetap akan ke Senunu.” tutur pria yang
bertugas sebagai juru mesin.
Bersama Sarwono, sama-sama orang Kebumen keren. :D |
Tak lupa untuk berfoto bersama dengan kru Tenggara Explorer dan tim Pemantauan Laut Enviro. |
Tenggara Explorer tiba lagi di Terminal Khusus PT NNT Benete saat mentari sudah sedikit beranjak dari puncak langit siang. Kami langsung menuju Kantor Bagian Marine and Ecology Departemen Enviromental untuk menyantap presentasi utuh tentang pengelolaan lingkungan laut PT NNT. Saya sungguh terkejut saat dipaparkan video gambaran kehidupan di dalam laut di sekitar tailing. Tampak jelas ada aneka ikan yang lalu lalang seperti si pipa tailing punya daya tarik yang sungguh memikat perhatian mereka. Ada pelajaran penting, bahwa adanya tailing ternyata terbukti tak mengusik kehidupan hayati di Teluk Senunu dan sekitarnya.
Baru kali ini, saya mengerti, bahwa ternyata ada perusahaan tambang di
Indonesia yang sangat serius untuk perkara limbah atau tailing-nya, sama
seriusnya dengan upaya produksinya yang menghasilkan konsentrat bernilai tinggi.
Upaya PT NNT bersungguh-sungguh memastikan dan memantau bahwa tailingnya tidak
berdampak buruk bagi lingkungan sungguh sangat pantas diapresiasi.
Kadang saya mengandai-andai jika setiap perusahaan tambang di Indonesia entah
multinasional atau nasional peduli dengan standar tertinggi dalam mengelola
limbahnya. Maklum pikiran tentang limbah tambang, selama ini terdistorsi oleh
panorama buruk yang pernah saya lihat langsung di Bangka-Belitung dan
Kalimantan atau saya simak di dunia maya yang berseliweran informasi negatif
tentang dampak buruk limbah tambang. Dan, di PT NNT Batu Hijau, ternyata ada
tambang yang beda, yang tak seperti awalnya di pikiran saya, yang secara
totalitas melakukan upaya peduli pada limbahnya agar tak mencemari lingkungan.
PT NNT menerapkan standar tertinggi untuk memastikan bahwa tambangnya tak mencemari lingkungan. Salut. |
Pipanya juga asyik untuk ngadem ya. |
20 komentar
Wah seru di atas kapal hahhahahah, :-D
BalasHapusApalagi kapalnya canggih mas Sitam.. Taun depan kudu nyoba mas.. :D
HapusSemoga bisa mas, heheheh. Aku malah biasanya cuma naik kapal kayu :-(
Hapuswaah harus mas.. Jogja kudu punya wakilnya di Newmont Bootcamp selanjutnya.. :D
HapusSubhanallah . . .
BalasHapusBunda share yaa.. . .
betul-betul pengetahuan yang berharga bisa didapatkan di sini.
HapusTerima kasih Bunda..
Saya menemukan Pantai bersih disana. Itu kepengen banget nyebur kalo gak inget agenda kunjungan masih ada. Hahah
BalasHapusInfo yg menarik dan komplit ! Saya share di twitter ya.
Betul mas. Kejutan yang sangat menyenangkan. Pantai bersih di dekat kawasan tambang. Keren memang.
HapusTerima kasih sudah bantu share artikel ini...
nice share
BalasHapusterima kasih Gan.. :D
HapusSempat nyoba menyelam melihat penempatan ampasnya ga Mas? Hehe.. Membuka kesempatan bagi mahasiswa pariwisata atau anak2 ludens untuk penelitian di sana ga ya? Menarik kayanya
BalasHapusklo menyelam utk penempatan ampas perlu profesional kak.. dalamnya 125 meter.. haha..
BalasHapuscoba saja ajukan proposal ke bagian komunikasi dan tanggung jawab sosial PT NNT, siapa tahu cukup menarik.. :D
maco banget bg kerjaannya
BalasHapusbetuul kak Winny.. aseek kerjaannya kayak gini..
Hapuswah seru banget sepertinya diatas kapal
BalasHapusssetiap kali di atas kapal memang mengasyikkan ya kak Budy.. Terima kasih udah berkunjung,.
HapusWah ini sudah canggih banget ya pak.. Btw proses yang kayak gini butuh waktu berapa lama totalnya?
BalasHapusYuups Willova, mereka menggunakan teknologi tinggi dalam penempatan tailing. Itulah yg bikin salut,, Kalo untuk proses, dari awal hingga akhir bisa memakan waktu bulanan.
HapusFoto2 nya keren apalagi yg pas ada bukit.. Langitnya juara...
BalasHapusnice post, sangat menginspirasi
BalasHapus