Ekowisata untuk Keberlanjutan Bekas Tambang
Januari 22, 2016Bekas tambang timah di Bangka yang dibiarkan saja menjadi kubangan. |
Ada retak persepsi yang
langgeng antara “tambang memajukan kehidupan” dan “tambang merusak lingkungan”.
Pengalaman bertandang ke Bangka dan Belitung, saya menyaksikan langsung banyak
bekas galian tambang timah melubangi dua pulau kecil ini. Kerusakan lingkungan mencipta
dua pulau ini cacat pesona. Di sisi lain, timah sangat berguna bagi industri seperti
solder, alumunium, dan lain-lain yang mana manusia sangat merasakan manfaatnya.
Juga, saat menjelajahi bumi Kutai, Kalimantan Timur, saya melihat begitu
luasnya tambang batu bara melubangi lestarinya hutan Borneo. Namun, batu bara sangat
dibutuhkan sebagai bahan bakar utama industri dan bahan dasar industri
kimia.
Setiap tambang pasti memiliki
dampak terhadap lingkungan, baik positif maupun negatif. Terlebih tambang
terbuka, dampak tambang makin terlihat kentara. Tambang terbuka jelas akan mengubah
bentang alam seperti bukit, hutan, sungai, mata air, danau, dan pantai, juga memengaruhi
bentang sosial semacam pemukiman, lahan pertanian serta hubungan sosial masyarakat. Di Indonesia, tambang terbuka
tersebar di banyak daerah dalam aneka rupa jenis tambang, seperti batu bara,
timah, emas, tembaga, kapur, bijih besi, dan lain-lain.
Jujur, saya sangat tertarik
untuk mengetahui seluk beluk pertambangan, khususnya tentang bagaimana pengelolaan
lingkungan dan sosialnya. Selama ini saya memendam prasangka, apakah sebegitu
parahnya tambang mengeksploitasi lingkungan. Pengalaman menjumpai buruknya
bekas tambang mau tidak mau membekas menjadi semacam antipati pada tambang. Tak
cuma itu, saya juga berasumsi bahwa tambang terbuka selalu akan menyisakan
masalah saat kegiatan operasi pertambanangan selesai. Namun, di sisi lain saya perlu
‘adil’ mencari solusi informasi: “Bagaimana pertambangan terbuka yang sesuai
dengan daya dukung dan kaidah ekologi? Bagaimana upaya reklamasi tambang yang
memulihkan lingkungan”
Lanskap Pulau Belitung yang berlubang-lubang karena proses tambang timah yang sedang berlangsung dan bekasnya tidak direklamasi. |
Tambang batu bara di Kutai Barat mengakibatkan kolam tambang. |
Ada persepsi baru yang saya
dapatkan saat melancong ke Melbourne, Australia. Saya membaca brosur wisata
kota tambang Ballarat, walau tak sempat mengunjunginya karena terbatasnya
waktu. Kota Ballarat terkenal sebagai kota wisata bekas tambang emas di dunia.
Lokasinya berada di negara bagian Victoria, sekitar 90 km dari Melbourne.
Sejarahnya, kota Ballarat berkembang karena adanya pertambangan emas
besar-besaran sejak ditemukan emas pada tahun 1851. Kini tambang emas di
Ballarat telah tutup dan bertransformasi menjadi destinasi wisata ikonik di
Australia.
Di daerah Sovereign Hill,
Ballarat, secara spesifik wisatawan bisa menapak tilas proses dan suasana
tambang emas seperti di masa kejayaannya dulu. Soverign Hill merupakan museum
di alam terbuka seluas 25 hektar yang menyajikan kondisi semirip mungkin dengan
pertambangan emas masa lalu. Wisatawan akan menyaksikan bangunan bersejarah
lengkap dengan para volunteer yang seolah tampil sebagai pekerja tambang dan
warga kota tambang. Selain itu, wisatawan juga bisa menambang emas dan jika
beruntung bisa mendapatkan emas asli. Bekas tambang emas di Ballarat telah
menjadi wisata edukasi yang menjembatani sejarah pertambangan dengan manfaat tambang kepada
masyarakat umum.
Patut disadari, tambang
terbuka yang membekasi lubang besar menganga memiliki tantangan besar dalam
reklamasi dan penutupan tambang. Kasus tambang Batu Hijau Newmont di Sumbawa
misalnya. Tambang Newmont diperkirakan habis pada tahun 2031. Namun, menarik
disimak ketika Newmont berkomitmen kuat untuk memulihkan daerah tambang dan sekitarnya
sebelum menutup tambang. Yang dahulu hutan kembali ‘dibangun’ menjadi hutan,
meski mungkin keanekaragaman hayati dan ekologi tak selengkap dulu. Bekas pit
Batu Hijau didesain menjadi sebuah danau buatan.[i] Pun, mari kita
tunggu realisasi komitmen Newmont.
Tentu karakteristik Batu
Hijau (dan juga tambang-tambang di Indonesia) berbeda dengan Ballarat. Karakteristik
utama daerah tambang di Indonesia adalah adanya ‘kedekatan’ dengan ruang alam
lestari. Reklamasi pun difokuskan pada pemulihan tanah dan vegetasi yang
memerlukan waktu tidak sebentar sampai bisa pulih lagi. Dengan begitu,
reklamasi tentu wajib dilakukan jauh-jauh hari selama masih proses operasi, tanpa
menunggu setelah tambang tutup terlebih dulu.
Wisata edukasi di bekas tambang Sovereign Hill, Ballarat, Australia. Sumber: http://www.visitballarat.com.au/attraction/sovereign-hill |
Open pit tambang Batu Hijau Newmont Nusa Tenggara di Sumbawa, Nusa Tenggara Barat Sumber: http://harrismaul.com/mengunjungi-tambang-newmont-batu-hijau-sumbawa-hari-2/ |
Menarik digagas ketika upaya
reklamasi tambang terbuka di Indonesia yang hendak selesai beroperasi dikolaborasi
melalui perspektif ekowisata. Keberlanjutan wilayah tersebut perlu dimanfaatkan
untuk bisa menceritakan hikayat tambang yang sanggup memerhatikan dan
memulihkan alam lestari. Wilayah bekas tambang tidak dibiarkan sebagai “wilayah
mati” yang ditinggalkan begitu saja kisahnya selesai reklamasi. Masyarakat
lokal bisa dilibatkan sebagai penggiat yang menggerakan wisata bekas tambang
ini.
Bekas tambang bisa dirupa
sebagai sarana wisata edukasi yang berkisah tentang hubungan antara tambang
dengan alam. Ada museum lapangan yang menggambarkan nyata bahwa tambang harus memerhatikan
aspek ekologi. Masyarakat awam di Indonesia bisa memiliki referensi riil, tidak
lagi dibangun oleh mispersepsi mentah yang meretakkan antara “tambang memajukan
kehidupan” dan “tambang merusak lingkungan”. Setidaknya, kita bisa terhindar
dari kutub-kutub yang berlawanan tentang konsepsi pertambangan dan lingkungan.
Catatan:
Tulisan ini diikutsertakan
pada kompetisi menulis “Sustainable Mining Bootcamp Newmont” yang
diselenggarakan kerjasama Newmont Nusa Tenggara dengan Metro TV news. Informasi
kompetisi bisa disimak di http://microsite.metrotvnews.com/newmont/
[i] Informasi ini didapat dari artikel "Tambang Newmont di mata Kompasianer" -> http://www.kompasiana.com/bennybhai/tambang-newmont-di-mata-kompasianer_55299705f17e61bd0ad623a7
Keindahan Pantai Tanjung Tinggi di Belitung yang harus berdampingan dengan rusaknya kawasan akibat pengelolaan tambang timah yang tidak berbasis green mining. |
6 komentar
Tulisan dan foto-fotonya menarik sekali ;)
BalasHapusterima kasih kak Dee, sampai ketemu di Sumbawa.. :D
Hapusmantep, jadi gak sia-sia kalau udah jadi bekas tambang
BalasHapusterima kasih master.. ya itu ikhtiar daripada dibiarkan menganga.. sehibgga ada upaya poisitif dari oerusahaan tambang untuk bikin lokasi yang cocok jadi tempat wisata. misal dengan penghijauan
Hapusterima kasih kak Arndt..
BalasHapuskeindahan alam memang selalu luar biasa..
BalasHapus