Kopi Selamat Pagi Kelimutu
Mei 10, 2015John Bulu menikmati kopi racikannya sendiri di Kawah Kelimutu. Dia ingin menunjukkan bahwa alam Kelimutu yang memesona makin indah ketika dipadukan dengan kopi asli Kelimutu yang wangi. |
Matahari begitu anggun beranjak
dari ranjang cakrawala timur. Sempurna bulat wujudnya menyihir puluhan pasang mata yang antusias merayakan sunrise di Kawah
Kelimutu. Kemolekan momen sunrise Kelimutu
telah menjadi alasan populer para pelancong dari seluruh dunia untuk rela
jauh-jauh menyambangi pesona alam yang terletak di Ende, Flores, Nusa Tenggara
Timur. Seiring cahaya emas surya menggerayangi sekujur tubuh Kelimutu, rupa
tiga warna kawahnya yang ajaib pun mulai terlihat menjelita.
Sementara itu, John Bulu (36) tampak cekatan menyiapkan
beberapa
gelas kopi pesanan para wisatawan. Salah satunya ialah
segelas kopi pesanan saya. Saya pesan kopi tanpa gula seperti kebiasaan saya
setiap pertama kali menikmati kopi-kopi lokal. John – sapaannya – adalah salah
satu dari warga lereng Kelimutu yang berjualan kopi dan aneka cinderamata khas
di Gardu Pandang Tugu Kelimutu.
John menuangkan air panas dari termosnya
ke sebuah gelas kecil yang telah berisi sesendok kopi. Begitu air panas bertemu dengan bubuk kopi, emmmm.. semerbak bau kopi langsung harum menguar. Saya yang duduk
di dekatnya langsung dimanjakan oleh wangi kopi. Sekeliling tugu pandang
Kelimutu juga lantas terharumi oleh kopi racikannya.
“Pahit sedang cenderung kuat, dengan
berasa vanili yang bersemerbak aroma wangi kopi.” Itulah cita rasa kopi racikan
John yang terkecap di lidah saya. Saya coba duga, hasil sangrai tradisional ala
John ini tidak terlalu gosong, tapi sanggup merata di tiap biji kopinya. Pasti pria
yang sehari-hari juga menjadi sukarelawan penjaga di Kawah Kelimutu ini punya
kiat-kiat khusus untuk membentuk kopi senikmat ini. Saya coba tanya apa
rahasianya, tapi dia enggan menjawabnya.
Baiklah, saya pun tak berlama-lama membiarkan kopi ini lebih banyak mengharumkan
suasana. Saya lekas menghabiskan kopi itu dalam satu teguk. Seperti minum espresso. Tandas.
Saya punya prinsip, sebuah tempat pantas disematkan luar
biasa dan berkesan mendalam ialah: apabila saya bisa menyeruput kopi sambil menikmati
panorama alam yang menawan. Di situlah sebuah
paduan cantik alam berkelindan manis dengan minuman hitam pekat yang sebegitu
nikmat. Di Kawah Kelimutu, saya jumpai sebegitu pasnya: alam yang indah dan kopi lokal
yang orisinil nan wangi. Nikmat Tuhan mana yang sanggup terdustakan?
“Kopi ini saya tumbuk langsung kemarin sore. Ditumbuk rasanya lebih nikmat
daripada digiling” sedikit cerita John mengungkap rahasianya.
Kopi John masih segar. Langsung diambil dari kebun John yang terletak di
desa Pomo, Wolowaru, sebuah desa yang asri di lereng Kelimutu. Dia mengaku, meski
tak luas kebunnya, dia bisa mengambil kopinya hampir setiap hari untuk
dikonsumsi dan dijual di Gardu Pandang Tugu Kelimutu. Baru setelah musim panen
tiba, hasil kopinya dijual kepada pedagang-pedagang di kota Ende. John akan
mendapatkan hasil besar saat panen kopi.
Kopi memang telah lama menjadi salah satu sarana penghidupan warga di
daerah Ende pada khususnya dan Flores pada umumnya. Pada tahun 1914-1915, Pelabuhan
Ende saja telah mengekspor kopi sekitar 100 ton yang dikirimkan pemerintah
kolonial Belanda ke Perancis, Amerika, Singapura, Denmark, Italia, dan tentunya
Belanda.[1]
Kopi ini didapatkan dari hinterland Ende, yakni daerah di lereng Kelimutu dan
daerah lain di Pulau Flores seperti Ngada dan Manggarai. Tanaman kopi mulai
gencar ditanam di Flores sejak banyak perkebunan kopi di Pulau Jawa terserang
hama yang mengakibatkan menurunnya produksi kopi di Hindia Belanda. Sejak itu,
kopi mulai merasuki kehidupan masyarakat Flores sampai memengaruhi aspek
ekonomi, sosial dan budayanya sebegitu kuat.
Hari ini kopi dari Flores telah dikenal sebagai specialty coffee di kalangan penikmat kopi dunia. Single origin coffee Bajawa-Flores punya
tempat khusus di hati pecinta kopi karena punya karakter kuat dalam body, keasaman rendah dan rasa alamiah
berupa coklat dan vanili. Meski Ende tak dikenal dengan single originnya, sebagai sesama tanah Flores yang berkarakter alam
berupa gunung vulkanik seperti di Bajawa,
kenikmatan cita rasa kopinya pun tak jauh berbeda.
Seorang turis asing bernama Catherina memesan kopi tanpa gula kepada John.
Turis asal Belanda ini sangat menikmati kopi racikan John. “So tasteful” begitulah kesan dia ketika menyeruput minuman hitam
pekat ini. Margareth, kawannya, tertarik pula untuk minum kopi bikinan John. Mungkin
duo backpacker Belanda ini tak tahu kalau
dulu orang-orang dari negerinya lah yang memperkenalkan kopi bisa ditanam di
Kelimutu. Tapi, kopi John ini bisa hadir sebagai pencerita dan penyambung
sejarah yang sekarang sebegitu besar manfaatnya bagi petani lokal dan penikmat
kopi internasional.
“Turis asing lebih suka minum kopi
tanpa gula. Turis domestik sukanya dicampur gula. Kecuali, jarang yang seperti
mas, minum kopi tanpa gula. ” ungkap John mengamati perilaku wisatawan yang
memesan kopi padanya.
“Kalau Pak John sendiri sukanya minum kopi yang gimana?” saya penasaran
“Senangnya saya racik kopi yang agak manis dengan dicampur jahe. Bisa buat
badan hangat dan segar.” jelasnya sambil tersenyum merekah
***
Saya pesan satu gelas lagi kepada John. Kali ini saya minta kopi manis yang
dicampur jahe sebagaimana favorit John. Katanya, kopi ini lebih menyegarkan
badan. Sembari duduk dan menyeruput kopi, saya jadi teringat semasa SD dulu
tentang uang pecahan 5 ribu rupiah yang bergambar Kawah Kelimutu. Saya coba
mengingat, bukannya Kawah Kelimutu berwarna merah, hijau dan hitam? Sekarang
dimana merahnya?
Ya, inilah sesungguhnya keajaiban Kawah Kelimutu. Danau Kelimutu bisa
berubah-ubah warna tanpa bisa terprediksikan. Panorama seperti ini sangat
langka di dunia, mungkin Kawah Kelimutu satu-satunya di dunia. Kadang-kadang
warnanya bisa biru, hijau dan hitam, di lain waktu bisa berwarna putih, merah,
dan biru. Kadang juga dua danau yang bersebelahan bisa sama warnanya: hijau
toska dan satu danaunya berwarna coklat tua. Sungguh tidak bisa diprediksi.
Sejak BCChMM van Suchtelen pertama meneliti warna Kelimutu pada 1915,
sudah banyak peneliti dari seluruh dunia yang takjub dengan keajaban Kelimutu. Kalangan
peneliti memberikan informasi bahwa perubahan warna air pada danau Kelimutu
disebabkan oleh faktor kandungan mineral, lumut, batu-batuan di dalam kawah,
tekanan gas aktivitas vulkanik dan juga pengaruh cahaya matahari. [2] Studi lain
menambahkan bahwa aktivitas kegempaan juga dapat mengubah warna kawah danau.
“Orang Lio meyakini kalau warna
Kelimutu sedang berubah itu pertanda akan terjadi peristiwa besar di Indonesia.
Dulu saat mau tsunami Aceh, Kawah Kelimutu berubah warna” ungkap John. “Kalau
sampai ketiganya warnanya sama, katanya dunia ini bakal ada bencana besar,
mungkin bisa kiamat.”
Saat saya hadir di Kelimutu, tiga kawahnya sedang berharmoni dengan paduan
cantik warna hijau toska, coklat pekat dan hijau lumut kehitaman. Di depan saya,
terhampar kawah berwarna hijau toska cerah yang disebut orang setempat sebagai
Tiwu Nua Muri Koo Fai. Di sampingnya, dengan hanya dibatasi oleh tebing sempit,
terdapat Tiwu Ata Polo yang berwarna coklat pekat. Satu lagi, kawah Tiwu Ata
Mbupu yang berwarna hijau lumut kehitaman berada membelakangi saya.
Masyarakat suku Lio yang mendiami sekitar Kelimutu meyakini Kawah Kelimutu
sebagai tempat yang sakral. Kelimutu dianggap sebagai kampung arwah leluhur
mereka. Ini memang tak mengherankan karena dalam bahasa setempat, nama
Kelimutu berasal dari Keli yang berarti
“gunung” dan mutu yang berarti “berkumpul”. Bisa dimaknai bahwa Kelimutu
merupakan gunung tempat para leluhur berkumpul.
Kawah Tiwu Nua Muri Koo Fai diyakini sebagai markas arwah kawula muda.
Kawah Tiwu Ata Polo dianggap sebagai markas arwah orang yang suka melakukan
kejahatan. Adapun kawah Tiwu Ata Mbupu merupakan singgasana arwah kaum sepuh
yang bijaksana. Oleh sebab itu, setiap orang yang hadir ke Kelimutu harus
menjaga kesopanan dan tidak boleh takabur. Tidak boleh untuk berkata kasar dan
sembarangan. Dan, tentunya harus menjaga kebersihan tempat keramat nan indah
ini.
Udara pagi di Kawah Kelimutu saya rasakan sangat segar dan sehat. Bagus
sekali untuk mencuci paru-paru saya yang biasanya diasupi udara kotor
perkotaan. Udara segar ini sungguh melimpah di Kawah Kelimutu karena terletak
di jantung Taman Nasional Kelimutu yang dilingkupi oleh hutan yang lebat nan
asri. Habitat yang masih alami ini menjadi rumah nyaman bagi ribuan flora dan fauna. Beberapa di antaranya endemik di Kawasan Taman Nasional Kelimutu, seperti burung garugiwa (pachycephala nudigula) yang kicauannya sangat semarak di pagi hari dan oleh masyarakat Lio dikenal sebagai burung arwah.
Ketika pagi mulai mendewasa, monyet-monyet dari tengah hutan Taman
Nasional Kelimutu akan keluar ‘menyerbu’ puncak Kelimutu. Mereka suka mengusili
para wisatawan, maksudnya suka mencuri makanan atau meminta ‘belas kasihan’
wisatawan untuk memberikan makanan kepada mereka. Saya coba tawarkan beberapa kerupuk.
Langsung disambar tak malu-malu. Sungguh cepat sekali mereka meresponnya.
Sekarang, saya coba tawarkan segelas kopi saya yang tinggal tersisa sedikit. Ternyata tak ada satupun
monyet yang mau menggaetnya. Ah, monyet Kelimutu pasti tak tahu bagaimana
nikmatnya kopi Kelimutu.
***
Sukailah hadir di Kawah Kelimutu dengan dikawani oleh segelas kopi lokal
Kelimutu. Saya pikir, keindahan Kawah Kelimutu makin meriah saat ada kopi nikmat
yang memberi asupan kegembiraan untuk memuji keajaiban alam di Flores ini.
Gemulai tarian sunrise pada tiga warna kawah Kelimutu yang menakjubkan dan kopi
asli Kelimutu yang girang menghibur indera rasa, bagi saya adalah sebuah
pengalaman yang sempurna bertualang ke Kawah Kelimutu.
Bagaimana dengan Anda? Cobalah kopi asli setempat jika melancong ke Kelimutu!
Sumber
[1] Data ini diambil dari buku Pelayaran
dan Perdagangan Kawasan Laut Sawu, Abad ke-18-Awal Abad ke-20 (2014) karangan
Didik Pradjoko dan Friska Indah Kartika. Adapun sumber aslinya dari dokumen Kolonial Verslag (1882) pada Arsip
Nasional RI.
[2] "Kelimutu,
Dijaga Kicau Burung Arwah" dalam
Ekspedisi Jejak Peradaban NTT: Laporan jurnalistik Kompas, Mei 2011
Catatan
- Tulisan ini diikutsertakan dalam Kompetisi #DiBalikSecangkirKopi bertema Tema:
“Cerita Di Balik Kopi Indonesia” yang diselenggarakan oleh NESCAFE Indonesia. Lomba ini berhadiah Trip Kopi ke Lampung bersama NESCAFE Indonesia. Sungguh menarik bukan?
- Informasi selengkapnya tentang lomba ini bisa dilihat di sini
- Alamat akun media sosial saya
Facebook : https://www.facebook.com/iqbal.kautsar
Twitter : @iqbal_kautsar
Semburat warna yang meriah mulai menghiasi langit pagi Kawah Kelimutu. |
Para wisatawan asing menikmati saat-saat sunrise di Kawah Kelimutu. |
Menikmati hangatnya mentari di Gardu Pandang Tugu Kelimutu. |
Kawah Tiwu Ata Polo yang saat itu berwarna coklat pekat. |
Kawah Tiwu Ata Mbupu yang berwarna hijau lumut. Kawah ini yang warnanya paling stabil. |
Monyet-monyet yang usil di Kawah Kelimutu, Suka mencuri makanan tapi menggemaskan. |
Kain-kain bermotif khas Suku Lio. Dijual di Puncak Kawah Kelimutu sebagai cinderamata khas. |
Setapak jalan di Kawah Kelimutu di pagi hari. |
Layer-layer pegunungan yang cantik pada pagi yang cerah di Pulau Flores. Betapa sesaknya Flores oleh pegunungan vulkanik. |
John Bulu sedang menyiapkan kopi-kopi pesanan wisatawan. Dia bangga dengan kopi asli Kelimutu |
Selain berjualan sekaligus promosikan kopi Kelimutu, John Bulu yang ramah juga menjadi sukarelawan penjaga Gardu Pandang Kawah Kelimutu. |
3 komentar
keindahan alam indonesia memang benar-benar luar biasa..
BalasHapusmemang luar biasa
HapusAlhamdulillah,,,
BalasHapus