Napak Tilas di Hila | TELUSUR MALUKU #6
Maret 09, 2015Benteng Amsterdam di Hila menjadi tengara kolonialisme paling kentara dan tua di Ambon. |
Andai punya waktu banyak di
Ambon, saya akan berkeliling ke setiap sudut kotanya yang cantik dihampari dengan nuansa kolonial. Maklum, dulunya Ambon
adalah ibukota dari pemerintahan VOC di Nusantara Timur. Ada Gereja Maranatha, Kawasan
Kota Lama Ambon, Museum Siwa Lama dan masih banyak lainnya. Saya juga akan
menikmati lanskap alamnya yang memesona, semisal Pantai Pintu Kota, Pantai Arumbai, Pantai
Liang, dll. Namun, dengan waktu terbatas sehari saja, saya pun memilih
prioritas untuk menyambangi kawasan tua
di Hila.
Ada yang tidak diantisipasi saya saat di Ambon.
Ternyata untuk mendapatkan sewa motor di Ambon itu sangatlah susah. Tadinya saat
malam hari ada yang berniat meminjamkan tapi mendadak dibatalkan pada pagi harinya.
Kami yang berdua saja, tentu lebih nyaman menikmati Ambon dengan motor,
alih-alih sewa mobil yang menurut kami terlalu mahal. Untungnya bang Ijen,
salah seorang pegawai hotel, berniat baik meminjamkan motornya. Namun, kami dibatasi
hanya sampai pukul 14.00 WIT sesuai jadwalnya
selesai shift untuk pulang ke rumah.
Kawasan Hila berjarak cukup
jauh dari kota Ambon, sekitar 34 km yang
kami tempuh 1,5 jam. Meski berada di Pulau Ambon, secara administratif masuk
pada wilayah Kabupaten Maluku Tengah. Kami harus berpindah jazirah Leihitu .
Kota Ambon berada pada jazirah Ambon. Dan satunya adalah jazirah Salahutu,
dimana terdapat Negeri Tulehu yang kemarin kami sudah menyambanginya.
Memasuki Negeri Hila, saya
seperti memasuki sebuah perkampungan yang kental dengan nuansa zaman lampau.
Tampak rumah-rumah berarsitektur khas Maluku berpadu nuansa kolonial berdiri di
sepanjang jalan. Kendara saya berjalan pelan sambil terkesima melintas
perkampungan di Negeri Hila, hingga berakhir pada Benteng Amsterdam, di ujung
Negeri Hila. Benteng yang menjadi saksi awal kolonialisme Portugis dan Belanda saat itu tampak sepi jauh dari hingar bingar sejarah yang
terkandung di dalamnya.
Benteng Amsterdam menyisakan
narasi panjang tentang kolonialisme bangsa Eropa di Maluku. Mulanya bangunan
yang bertengger di tepi pantai menghadap Pulau Seram ini adalah loji
penyimpanan rempah-rempah milik Portugis yang didirikan pada tahun 1512. Sikap
kesewenang-wenangan Portugis dalam berdagang rempah berujung diusirnya Portugis
oleh masyarakat setempat. VOC Belanda memanfaatkan pertempuran dengan membantu
penduduk Maluku yang lalu menguasai loji ini.
VOC Belanda lantas mengubah loji
menjadi benteng pertahanan pada tahun 1637. Sejak saat itu, Benteng Amsterdam
dijadikan sebagai markas VOC Belanda untuk menguasai perdagangan rempah di
Maluku. Benteng ini jadi saksi bisu penindasan rakyat Maluku oleh kolonialisme
Belanda. Benteng yang berwujud seperti rumah arsitektur Eropa – disebut Blok
Huis, terdiri dari tiga lantai dan menara pengintai di atapnya serta
dikelilingi pagar benteng berbentuk persegi.
Adalah Georg Everhard Rumphius
yang turut menjadikan benteng ini sangat dikenal dalam sejarah. Dia adalah
seorang naturalis tersohor dunia asal Jerman yang tinggal pada tahun 1627-1702. Dia meneliti flora dan fauna di Pulau Ambon dan Maluku.
Kami mengenang pula di Benteng Amsterdam
tentang kisahnya melukiskan peristiwa
gempa dan tsunami yang melanda Pulau Ambon dan sekitarnya tahun 1674.
Kami melanjutkan kunjungan ke
Gereja Tua Immanuel Hila. Gereja yang merupakan gereja pertama di Maluku ini sudah
tidak tampak lagi nuansa tuanya. Maklum konflik Maluku silam membuat gereja
yang berdiri tahun 1659 terbakar habis dan dibangun lagi hanya sebagai simbol
saja. Kini Gereja Tua ini tinggal
sebagai bangunan sederhana yang berdinding kayu bercat putih dengan atap rumbia
dan sebuah tiang lonceng menghiasi halamannya.
Saya coba masuk ke dalam Gereja.
Desain dalam gedungnya pun sederhana dengan sebuah mimbar menghadap dua barisan
bangku-bangku yang berbaris ke belakang dan sebuah ruang kecil bagi pendeta.
Gereja ini sudah tak digunakan lagi sejak masyarakat Nasrani di sana memilih
pindah ke Saparua akibat konflik. Saya perhatikan, yang kini bergeliat di sana adalah sekotak sumbangan
untuk perawatan bangunan seadanya.
|| Baca kisah perjalanan saya di Maluku selanjutnya, TELUSUR MALUKU bagian 7 : Hikayat Masjid Tertua Nusantara
Salah satu rumah berarsitektur Maluku di Hila. Tampak sekali nuansa tuanya khas kolonialisme. |
Menerawang masa silam di lantai kedua Benteng Amsterdam. |
Sangat strategis terletak di tepian laut langsung berhadapan dengan Pulau Seram. |
Konstruksi benteng yang dibangun dari batuan karang dan kapur. |
Dari jendela lantai dua Benteng Amsterdam. |
Bocah di Benteng Amstedam yang tak gampang untuk difoto. |
Lovefie dulu di Benteng Amsterdam. |
Gereja Immanuel Hila yang tinggal seadanya saja. Jejak sejarah yang terlupa. |
Kondisi Gereja Immanuel Hila yang sederhana. Sudah tidak digunakan lagi selain sebagai tengara sejarah. |
Sangat sepi dan sedih. |
0 komentar