Cerita Jurang Pulosari
Maret 01, 2015Jurang Pulosari ramai dikunjungi oleh masyarakat. |
Bisa dikatakan Jurang
Pulosari adalah contoh dari sebuah tempat terselinap yang lantas ramai
dikunjungi akibat media sosial. Karena ‘kemurahan
hati’ para pengunggah foto di instagram, facebook, twitter dan sebagainya,
tempat yang awalnya hanya sebagai kolam mandi warga setempat pun bisa
dikunjungi oleh khalayak ramai. Bingkai wisata di sana akhirnya bergeliat yang kemudian
kelompok masyarakat desa mengelolanya sebagai pariwisata desa.
Saya berkunjung pada sebuah hari cerah ke Jurang Pulosari yang terletak di
ujung dusun Krebet, Desa Sendangsari, Kec. Pajangan, Bantul. Sesungguhnya daerah
Krebet telah dikenal luas sebagai sentra kerajinan kayu dan batik di
Yogyakarta. Keberadaan jurang yang dialiri air sehingga pantas disebut air
terjun ini melengkapi khasanah alam dari kampung yang telah ditahbiskan sebagai
desa wisata Krebet.
Jika menginginkan ketinggian, air terjun yang mengucur setinggi 5 meter
ini bukanlah pelampiasannya. Namun, jika mendamba kesegaran, saya rasa tempat ini sanggup memenuhi kebutuhan
tersebut. Air jatuh pada tebing yang berongga sebagai sebuah tirai stalagtit
lantas menimpa kolam hijau menyegarkan. Dikelilingi asrinya alam yang masih
terjaga membuat sepenggal waktu di
Jurang Pulosari sangat bermakna untuk relaksasi kehidupan.
“Dalam sehari yang datang kesini tidak bisa berhenti. Tidak hari libur
atau hari biasa. Ada saja yang datang, dari jam 6 pagi hingga jelang maghrib.” ungkap
ibu penjual air legen.
Keramaian Jurang Pulosari adalah
berkah bagi ibu yang tak mau diminta namanya ini. Pada terik siang yang terus
digelontorkan pengunjung bertebaran, saya pun lebih menikmati Jurang Pulosari
dengan kesegaran segelas legen yang dihargai Rp 2.500. Begitu murah meriah. Saya
pikir, sepatutnya sebuah daerah ‘mblushuk’ yang jadi ramai gegara medsos ini punya
hak untuk membuat kegiatan ekonomi warganya berkembang.
Coba setiap pengunjung datang ke lokasi tak sekedar asyik hanya menjepret dirinya
dan momen selfie bersama kawannya lalu menggunggah ke media sosial untuk lantas
dikomentar kawannya lain. “Wow keren, dimana itu? Aku mau kesana ah” Coba juga
setiap pengunjung turut membelanjakan receh uangnya untuk membeli jajan minuman
dan makanan di lapak-lapak warga di Jurang Pulosari. Tidakkah itu bagus? Bagus bisa
berbagi kebahagiaan dan mengkonversinya jadi pendapatan bagi warga setempat.
Namun, saya lihat nyatanya banyak pengunjung telah membawa tas kresek beserta
isinya berlabel dari salah satu waralaba minimarket. Pasti mereka telah membawa
bekal untuk dinikmati di Jurang Pulosari. Anggap mereka mungkin tak perlu lagi
jajan di lokasi wisata karena sudah ada bekal dari rumah, eh dari toko lebih
tepatnya. Ketika telah habis bekalnya, tak sedikit yang sampahnya yang dibuang
sembarangan.
Oh.. Ya beginilah kadang yang membuat saya sedih. Datang ke lokasi bagus dimana
telah banyak warga mencari rejeki dari geliat wisata, namun masih banyak pengunjung
yang ‘pelit’ mengalirkan uangnya. Datang karena lihat dari media sosial lalu sebagai
bukti eksistensi, mereka dengan ekspresifnya berselfie dan kemudian diupload di
akun pribadinya di media sosial. Setelah itu, ya sudah. Semacam tak perlu ‘berinteraksi’
dengan warga yang mencari peruntungan dari makin dikenalnya ‘tempat wisata’
ini. Di situ, kadang saya merasa sedih…
Catatan:
- Jurang Pulosari bisa diakses dari Yogyakarta dan Bantul dengan terlebih dulu menuju Kampung Krebet, Sendangsari, Kec. Pajangan. Jalan sudah aspal. Kemudian di Krebet sudah tersedia papan petunjuk Jurang Pulosari.
Curug Jurang Pulosari dari atas. |
Terdapat tempat semedi Sri Sultan Hamengkubuwono IX di Jurang Pulosari. |
Keramaian yang ada pada sesiangan hingga sore. Kalau hari Minggu sangat banyak. |
Asrinya Jurang Pulosari. Ada cekungan yang menjadi favorit untuk mendinginkan dari terik panas. |
Keceriaan anak-anak setempat yang mandi di Jurang Pulosari. Byuuurrr.. |
Duuh... Mataku kemasukan air.. |
Dalam bingkai slow speed di terik siang. |
Mengalir manis. Tapi musim kemarau bisa kering kerontang. |
11 komentar
dulu jaman SMA kegiatan lapangan di sini sepi banget mas Iqbal, belum terkenal blas. Sekarang ramai banget ya. Dulu belum ada instagram sih hehehe... :)
BalasHapusyuhuuuy mbak Rasawulan.. sekarang ramainya ngehits banget. semoga bagus berdampak untuk masyarakat setempat, tidak sekedar dikunjungi saja.. hehe.. :D
Hapusmedia seperti insta/fb emang promosi paling cepat. Tinggal warga sekitar yg harus lebih cepat bertindak. kalo ngga ya gitu lah.
BalasHapusbetuul mas Agung. Trennya memang seperti itu sekarang. Banyak tempat mblushuk ramai dikunjungi wisatawan, gak cuma anak muda tapi juga para keluarga muda. terima kasih sudah berkunjung. Salam kenal
HapusSebagian besar yang membawa makanan sendiri itu biasanya karena enggak mau dapat harga yang enggak biasa ketika di tempat wisata. Sering nemu kalau harga makanan di tempat wisata naik sampai dua kali lipat :D
BalasHapusBetuul, alasan itu yg banyak digunakan dan memang kenyataannya demikian.. Tapi di jurang pulosari ini saya menemukan harga yg murah, bahkan jika dibandingkan dgn di minimarket masih lebih murah. pun, klo cuma selisihnya masih 500 lbh mahal di sini, bagi saya ndak papa.. :D
HapusMakasih Mas Iqbal atas petunjuk dan semuanya. hehehe.. bermanfaat banget..
BalasHapusSiiip mas Yulianto.. saya senang informasi ini bisa bermanfaat.. Salam kenal mas.. terima kasih udah berkunjung,.. :D
HapusSaya justru sedih klo di air terjun banyak sampah sisa makanan...
BalasHapusSama mas Wijna.. paling kecewa klo tempat yang indah ada sampahnya.. Ya, memang kita perlu banyak menyarankan utk sampah dibawa pulang atau dibuang di tempat yang disediakan..
Hapusselain untuk berenang jurang pulosari juga sangat indah..
BalasHapus