Ambon, Sang Cahaya di Timur | TELUSUR MALUKU #5

Maret 09, 2015


Suasana di Pasar Mardika, Ambon telah bangkit bersatu dan kaya dengan warna-warni manusia.

Pukul 08.30 WIT, saya tinggalkan Sawai dalam gerimis yang berlanjut hebat menderas.  Saya berpamitan dengan Pak Ali sekeluarga dan mohon didoakan semoga bisa kembali ke Sawai. Jujur, saya tertambat cinta pada lingkungan asri nan permai khas Sawai yang semestinya dinikmati tak sekedar dua malam saja. Perjalanan ke Pelabuhan Amahai pun dikawani hujan yang membuat mobil tak bisa melaju dengan kencang. Untungnya saat mulai menyisir pesisir selatan Pulau Seram, cuaca panas menyertai perjalanan kami.

Saya menyeberang menggunakan kapal cepat Amahai – Tulehu jadwal kedua. Berangkat pukul 14.00 WIT tiba pukul 17.00 WIT. Setelah cuaca cukup cerah sepanjang perjalanan, mendung tebal lagi-lagi menggelayut di Pulau Ambon. Ah, benar-benar cuaca saat itu di Ambon dan Seram begitu cepat berubah, tak menentu. Dari Tulehu, kami menuju pusat kota Ambon menggunakan angkot yang memang sudah ‘mangkal ‘ di pelabuhan.

Dalam iringan cuaca sore yang kini berganti cerah lagi, saya tiba di Pasar Mardika, Ambon. Ya, setiap angkot dari Tulehu akan berhenti terakhir di pasar terbesar di kota Ambon ini. Rupa Pasar Mardika menghadirkan panorama jalanan khas pasar yang menyuguhkan banyak warna. Lapak-lapak di pinggir jalan dengan aneka barang dagangan yang dimeriahkan interaksi para penjual dan pembeli. Tak sedikit, ekspresi-ekspresi lelah, senang, tertawa bahkan marah menghiasi Pasar yang letaknya bersampingan dengan laut Teluk Ambon.

Di Ambon, kami menginap di Hotel Ambon Manise yang tak jauh dari Pasar Mardika. Beruntung, kami memilih lantai paling atas yang menghadap ke ufuk barat. Kami menghabiskan sisa senja yang menggurat cantik di ‘pintu’ Teluk Ambon. Malam lalu menjelang, Kota Ambon pun berubah dengan pertunjukan kerlap-kerlip lampu yang mengisi sesak kota yang dikenal sebagai Ambon Manise.

Agenda malam ini adalah menikmati suasana Ambon di Lapangan Merdeka. Kami ingin berfoto di tengara  tulisan a-m-b-o-n  m-a-n-i-s-e yang jadi semacam identitas kota. Maklum, setiap kota kini gemar menciptakan tulisan besar sebagai cinderamata para pelancong. Karena tak jauh dari hotel, kami pun memilih berjalan kaki. Kami melintasi Pattimura Park yang dibangun untuk mengenang Pahlawan Nasional dari Maluku, Thomas Matulessy alias Kapitan Pattimura. Di seberangnya, terdapat Benteng Nieuw Victoria, benteng peninggalan Belanda, yang kini dijadikan markas Kodam Pattimura, Maluku.

Tak disangka, ternyata saat itu Lapangan Merdeka sangat meriah. Acara nonton bareng film Cahaya dari Timur: Beta Maluku sedang dihelat sekaligus sebagai pesta rakyat Ambon. Film yang meraih banyak penghargaan di kancah perfilman Indonesia akhirnya bisa disaksikan secara langsung oleh masyarakat darimana cerita itu berasal.

Film Cahaya dari Timur: Beta Maluku mengungkap kisah seputar konflik Ambon. Namun, alur yang diambil berdasarkan kisah  dari sepakbola. Film yang mengambil kisah nyata dari Sani Tawainella (orang asli Tulehu) ini memberi makna sepakbola bisa menjadi sarana untuk mempersatukan lagi masyarakat Ambon yang terpisah-pisah gegara konflik.

Dikisahkan bagaimana perjuangan Sani merajut lagi anak-anak yang sempat terlibat konflik untuk lalu disatukan dalam tim sepakbola yang mewakili Maluku dalam kejuaraan nasional. Film garapan Angga Dwimas Sasongko yang diproduseri Glenn Fredly ini cukup mampu menjadi media untuk membuktikan bahwa Ambon, Maluku itu kini damai dan sangat indah.

Saya sebentar saja menonton film, atau lebih tepatnya menonton ekspresi orang-orang Ambon saat melihat film ini. Kalau saya sendiri yang tinggal di Yogyakarta sudah pernah menonton Cahaya dari Timur: Beta Maluku di sebuah bioskop.

Masyarakat Ambon tentu sudah tidak asing lagi dengan latar tempat dan cerita yang ada di film tersebut. Pada beberapa adegan, suara tertawa terbahak riuh membahana di setiap penjuru. Saya pun jatuh pada kesimpulan, sejatinya orang Ambon adalah masyarakat yang gemar bercanda  nan ramah. Jelas sangat jauh dengan stigma konflik yang menciptakan kemarahan, kesedihan dan kecurigaan.

Ambon yang kini telah damai nan rukun disimbolkan pada Gong Perdamaian Dunia yang terletak di seberang Lapangan Merdeka, tepatnya di Taman Pelita. Gong Perdamaian Dunia yang didirikan 25 November 1999 adalah pengingat dari tragedi kerusuhan sosial bermotif SARA di Ambon. Bangunan yang juga didirikan di berbagai kota dunia ini menjadi akhir dari konflik bersaudara di Ambon.  Kondisi malam hari membuat kami hanya melihat Gong Perdamaian dari luar pagar. Kami pun hanya melintas dan langsung menuju ke area tempat makan di jalan Sam Ratulangi. Kami sudah lapar.

Jika mencari kuliner Ambon, yang tak boleh dilewatkan adalah masakan ikan bakar dengan sambal colo-colo, sambal khas Ambon. Saya pun memesan ikan baronang di sepetak warung di Jalan Sam Ratulangi yang dikenal salah satu sentra kuliner Ambon malam hari. Ikan ini masih segar sehingga meski hanya dibumbui sekedarnya dengan jeruk nipis, dagingnya terasa manis nan gurih.

Lalu lalang kendaraan di Ambon yang belum tampak sepi meski sudah pukul 21.00 ini pun menyertai saya untuk lekas menandaskan makanan. Kami pun meninggalkan kehidupan Ambon malam itu dengan perut kenyang. 

Selamat malam Ambon Manise, Ambon yang manis, Ambon yang damai


|| Baca kisah selanjutnya, TELUSUR MALUKU bagian 6 : Napak Tilas di Hila

Suasana di atas kapal cepat Amahai - Tulehu. Kembali ke Ambon. 
Begitu tiba di Tulehu, anak-anak melompat ke kapal. Mencari peruntungan dari penumpang.
Menyusuri gang jalanan di Pasar Mardika. Kaya warna.
Kerumunan yang menyenangkan di Pasar Mardika.
Bergegas untuk sore yang ceria di Ambon.
Senja kota Ambon dari ketinggian hotel Ambon Manise. Cahaya tepat di gerbang Teluk Ambon. Cantik.
Suasana pemutaran film Cahaya dari Timur: Beta Maluku yang disesaki warga Ambon di Lap. Merdeka.
Tengara Ambon Manise yang bercahaya. Tampak latar belakang adalah Gereja Maranatha, gereja terbesar Ambon.
Gong Perdamaian Dunia di Ambon. Menutup lembaran kisah tragedi Konflik Maluku.

You Might Also Like

3 komentar

  1. kak. jadwal kapal cepat dari amahai ke tulehu tiap jam brp ya? tks

    BalasHapus
  2. Halo, saya Ryan Ceanic, pemberi pinjaman yang memberikan pinjaman kesempatan seumur hidup. Apakah Anda memerlukan pinjaman mendesak untuk menghapus hutang Anda atau Anda memerlukan pinjaman modal untuk meningkatkan bisnis Anda? Kami membantu orang dalam kesulitan keuangan yang telah ditolak oleh bank dan lembaga keuangan lainnya? tidak perlu mencari lagi karena kami di sini untuk menjadikan semua masalah keuangan Anda sebagai masa lalu. Kami meminjamkan dana kepada individu yang membutuhkan bantuan keuangan dengan tingkat bunga 1%. kami memberikan bantuan yang dapat diandalkan dan penerima. Untuk aplikasi dan informasi lebih lanjut, kirim balasan ke yang berikut ini
    Alamat email: ryanceanicloanfm@protonmail.ch
    Whatsapps: +4915772501298

    BalasHapus

Twitter @iqbal_kautsar

Komentar Pembaca

BACA LEBIH BANYAK