Yuk Dodolan ke FKY 26
Agustus 28, 2014
Instalasi seni ala pohon di Pasar Ngasem.
|
Senangnya tinggal di Yogyakarta, selalu saja ada suguhan istimewa yang membuat penghuninya tak akan kekurangan media gembira. Setiap waktu aneka pertunjukan seni budaya meramaikan setiap penjuru kota. Salah satu yang paling mengesankan adalah Festival Kesenian Yogyakarta (FKY). Festival yang saat ini digelar untuk ke-26 kalinya adalah panggung massal ekspresi aneka seniman, budayawan, komunitas, dan produk-produk kreativitas asal Yogyakarta.
FKY 26 menyuguhi tema Dodolan. Saya anggap pemilihan tema ini cukup
menarik karena sekaligus ada dua maksud yang ingin tersampaikan dari Dodolan.
Dodolan yang mengajak kita untuk bermain dan Dodolan yang merupakan arti dari
berjualan. Sebuah penggabungan yang cerdas untuk mempertemukan orang yang rindu
bermain dengan orang yang berjualan dalam satu bingkai makna seni Yogyakarta.
Selama tiga minggu dari 20 Agustus – 9 September 2014, FKY menghiasi
realitas Yogyakarta. Pusat FKY 26 di Pasar Ngasem, Yogyakarta. Namun, di
sudut-sudut lain Yogyakarta seperti di Panggung Kleringan, Tugu Yogya, Nol
Kilometer dll juga menjadi panggung FKY 26. Menariknya, FKY kali ini melebarkan
sayapnya dengan ragam pertunjukan yang tersebar di Bantul, Gunungkidul, Sleman,
dan Kulonprogo. Panggung kesenian semakin mendekat kepada orang pedesaan
sehingga mereka juga turut bisa menikmati pesta seni kebanggaan Yogyakarta.
Dodolan adalah tema FKY 26 |
Setiap hari, FKY 26 dibanjiri oleh pengunjung. |
Pertunjukan trio SELOso SELO yang sangat kocak. Mengundang tawa terbahak-bahak seluruh penonton. |
Selasa 26 Agustus 2014 lalu, saya berkunjung ke FKY 26 di Pasar Ngasem.
Saya tertarik dengan pertunjukan SELOso SELO yang bertepatan dengan perayaan ulang
tahunnya ketiga. Suguhan komedi khas Yogya dari Trio Anang Batas, Awangizm, dan
Alit-alit Jabang Bayi dengan iringan musik dari Jasmine Band berhasil mengoyak
perut saya bersama belasan ribu pengunjung FKY 26. Rasanya guyonan, plesetan
dan perilaku mereka tak hanya tentang bergembira tapi sekaligus sebagai sarana
kritik sosial terhadap realitas Yogyakarta saat ini.
Anang Batas, Awangizm, dan Alit-alit Jabang Bayi menyoroti masuknya budaya
luar – dicontohkan dari ibukota dan dari Barat – ke ranah Yogyakarta yang
merupakan pusat budaya Jawa. Di Yogyakarta, budaya-budaya luar bisa diterima
dan harus disesuaikan dengan kondisi setempat. Di sisi lain, orang luar daerah
juga mesti menghormati Yogyakarta, menyesuaikan dengan tata cara hidup di
Yogya, tidak seenaknya saja memaksakan norma yang bisa jadi tidak pas di
Yogyakarta.
Yogyakarta itu istimewa. Yogyakarta merupakan daerah yang menghormati
perbedaan dan keberagaman tapi tetap menjaga persatuan. Saya rasa SELOso SELO
berhasil menginternalisasikan pesan ini kepada
para penonton yang sebagian besar adalah anak muda dan mahasiswa dari
berbagai daerah di Indonesia. Tampak pula beberapa wisatawan asing ikut menikmati
pergelaran SELOso SELO. Apresiasi juga pantas diberikan kepada komik-komik dari
Stand Up Comedy Yogya yang turut memberi gairah humor pada pentas malam itu.
Ya, seperti inilah ciri khas FKY
yang selalu saya sukai dari tahun ke tahun. Pertunjukan seni dan budaya mampu menjadi
sarana kritik sosial sekaligus refleksi diri atas realita yang terjadi di
Yogyakarta hari ini. Memang semestinya begitu, karena sekarang Yogyakarta
seperti mulai merelakan dirinya untuk dicerabut dari kesederhanaan,
keberagaman, keluhuran dan kehalusan tata krama yang selama ini menjadi
identitas khas Yogyakarta. Jelas, harus ada yang mengingatkan! Dan itu dari
warganya sendiri melalui seni dan budaya.
Catatan:
Keterangan selengkapnya tentang Festival Kesenian Yogyakarta bisa dilihat di:
http://www.infofky.com/2014/
Catatan:
Keterangan selengkapnya tentang Festival Kesenian Yogyakarta bisa dilihat di:
http://www.infofky.com/2014/
Coba ajak tukang becaknya ikutan selfie, pasti lebih keren fotonya, Mbak... |
Instalasi yang dibentuk dari sayatan-sayatan bambu. Unik. |
Warna-warni instalasi bambu. Ruwet tapi menarik. |
Anang Batas sangat pandai menciptakan plesetan-plesetan yang membuat pengunjung tertawa keras. |
"Kowe lagi ngopo mas Awangizm? Kok kowe ra lucu?" bocah-bocah ini cukup kritis. |
Senyum manis dong mbak. Instalasi kerucut dari bambu menghiasi Pasar Ngasem. |
Selfie bersama kawan-kawan CLR Yogyakarta. www.kemanakita.us |
2 komentar
Aku ra diajak dolan clr :(
BalasHapusSini mas Wana, main ke jogja.. aku ajakin dolan CLR..
Hapus