Selintas Pagi Candi Sewu
Juli 07, 2014Candi Sewu pada sebuah pagi. |
Saya tak berniat menyerap saripati mentari tatkala pagi ini mengantarkan mas @zakikoto, kawan saya, ke Bandara Adi Sucipto untuk pulang ke Padang, kampung halamannya. Saya tak berniat menghadiri suguhan artefak peradaban di kawasan Prambanan karena sudah terlampau sering saya bertakzim ke sana. Tapi, pagi ini baskara membulat cerah dengan kabut tipisnya sehingga berhasil menggiring saya tak kuasa untuk memuji momen indah di Candi Sewu, meski hanya selintas pagi.
Hanya dari luar pagar saja, saya sudah cukup bergembira menyaksikan surya
murah meriah memberi sinarnya kepada
Candi Sewu yang masih sunyi diselimut hawa sejuk. Karena seperti
itulah, Candi Sewu yang paling bisa dinikmati disaat candi-candi lain yang
dikerubung pagar kawasan Taman Candi Prambanan masih membatu sendu. Belum dihidupkan
gairah kehidupan dari geliat wisatawan.
Candi Sewu barangkali tak terlalu diperhatikan para wisatawan yang
berkunjung ke Candi Prambanan. Meski hanya berjarak sekitar 400 meter, ia
tenggelam oleh hingar bingar Candi Prambanan yang lebih besar, megah dan
merupakan candi Hindu tercantik di dunia.
Namun, siapa sangka Candi Sewu ternyata merupakan Candi Buddha terbesar
kedua di Indonesia, setelah Candi Borobudur. Melihatnya, saya rasa candi yang didirikan 792
M oleh Dinasti Syailendra bisa jadi panduan
untuk melihat toleransi telah berkawan akrab sejak lampau di bumi Medang
atau lebih dikenal sebagai Mataram Kuno.
Candi Sewu ini bernama asli “Prasada Vajrasana Manjusrighra”. Sebutan sewu
alias seribu muncul karena jumlahnya yang banyak, meskipun nyatanya hanya ada
249 candi. Satu Candi utama dengan 240 candi perwara dan 8 candi penjuru
membentuk pola Mandala Wajradhatu, konsepsi Buddha Mahayana tentang perwujudan
alam semesta.
Namun, jangan harap kemegahan Candi Sewu diprasangkakan setara dengan Candi Prambanan. Candi Sewu sekarang kondisinya
lebih banyak berupa reruntuhan batu yang berserakan tiada jelas. Meski
sama-sama rusak dihantam Gempa Jogja 27 Mei 2006 dulu, rehabilitasi Candi Sewu
sangat pelan dibanding Candi Prambanan.
Diskriminasikah? Kalau acuannya sebagai bangunan yang ikonis, saya rasa
iya. Mungkin proyek pembenahan Candi Sewu bukanlah prioritas, toh juga jarang
dikunjungi wisatawan. Bukankah ketika sudah dikelola sebagai bisnis wisata,
yang paling ikonik, paling banyak diminati wisatawan, paling banyak mengundang
pendapatan itulah yang harus diutamakan?
Puas mengabadikan mentari yang berada di sela puncak-puncak candi utama
Candi Sewu, saya sempatkan mengarah ke Candi Plaosan. Candi Plaosan yang
terdiri dari Candi Lor dan Kidul juga merupakan spot yang menarik untuk
menyaksikan mentari pagi secara sederhana, gratis. Saya memilih yang candi Lor
atau utara karena lokasinya lebih pas dengan dikelilingi sawah luas. Candi
Budha yang berdiri abad ke-9 ini menawarkan misty
morning yang menguning tatkala ditimpa
sinar mentari.
Namun, matahari sudah terlampau tinggi melalui pagi. Saya pun selintas
saja menyigi pagi di Candi Plaosan.
Candi Plaosan Lor disaput kabut tipis. Epic. |
Candi Plaosan berada di tengah persawahan. Matahari sudah terlalu tinggi. |
Candi Sewu. Candi Buddha terbesar kedua di Indonesia. Tapi, kurang diperhatikan. |
0 komentar