Pelajaran Kopi Lencoh Lereng Merapi
Juni 25, 2014Darto Sijam sedang memetik buah kopi di pekarangannya |
“Enak banget ini kopinya” Berulang kali Pak Darto Sijam (45) menyingkap kesan nikmat setelah menyeruput secangkir kopi yang tersaji tubruk. Warga Dukuh Plalangan, Desa Lencoh, Selo,
Boyolali ini baru tahu rasa asli kopi yang ditanamnya. Pengalaman pertama ini pun
menjadi pemantik kebanggaan atas kopi daerahnya. Sekaligus menjadi sepotret ironi
dari petani kopi yang belum pernah merasakan rasa kopi terbaik.
Pak Darto Sijam dan banyak warga Lencoh menanam beberapa tanaman kopi di pekarangan
rumahnya. Tanaman kopi ini tumbuh dibiarkan saja. Sejak ditanam sebagai bibit bantuan
pemerintah tahun 2003, tanaman kopi tidak dipupuk, tidak disiram. Seperti
tumbuh liar. Saya pun menyaksikan banyak pohon kopi tumbuh sekedarnya menempati
lahan tepian di batas pekarangan.
Saya jadi paham ini semacam sejumput kisah khas proyek pemerintah yang
biasanya setengah hati, setengah jalan. Awalnya, pemerintah memberi bibit, menyuruh
warga menanam. Namun, lantas setelah proyek itu selesai, pemerintah
meninggalkan warga tanpa sepaket dengan bimbingan perawatan, pengetahuan
pemanenan dan pengolahan serta jaringan pemasaran. Mungkin itu sudah beda
proyek jadinya tidak diberikan sekalian kepada warga. Proyeknya tiada
kelanjutan.
Namun, bolehlah kebingungan warga Lencoh perlahan terbenam. Ada harapan
yang terbit tatkala Klinik Kopi datang menemui warga. Klinik Kopi merupakan warung
kopi di Jogja yang tak hanya menjual kopi tapi mengedukasi para ‘pasien’ kopi
tentang minum kopi secara ‘kaffah’. Saya diajak Klinik Kopi melaksanakan Trip
Kopi di Lencoh pada 21-22 Juni 2014. Kami melihat secara langsung realitas
kopi, memanen kopi sekaligus berinteraksi langsung dengan para petani.
Kopi Lencoh yang masih ada kulit arinya. Kopi milik Pak Iswondo |
Warga Lencoh dan peminum kopi antusias melihat proses pembuatan kopi dengan alat presso. |
Mas Pepeng dan warga Lencoh antusias berdiskusi tentang kopi di Lencoh |
“Kami ingin mempertemukan para petani kopi Lencoh dengan para peminum kopi.”
ujar Firmansyah (33) yang lebih eksis dengan sebutan Pepeng @escoret.
Pepeng, ‘Dokter spesialis’ Klinik Kopi ini menyuguhkan kopi hasil
racikannya langsung kepada para petani Lencoh. Mulai dari cara tubruk, americano
presso, espresso dan aeropress. Minuman kopi ini berasal dari biji kopi asli
Lencoh yang telah di-roasting oleh
Klinik Kopi sebelumnya di Jogja. Sembari menikmati kopi, diskusi mengalir
lancar antara petani kopi dengan para peminum kopi. Ada pertukaran informasi
dan pengetahuan tentang kopi.
Para petani berkeluh kesah tentang masalah-masalah tanaman kopi di Lencoh.
Para peminum memberi wawasan betapa kopi single
origin Lencoh sangat nikmat dan berharga. Mas Uqit, pakar kopi, menambahkan
pengetahuan tentang perawatan dan pengolahan kopi. Mas Pepeng meyakinkan petani
dengan menyatakan siap membeli kopi-kopi asal Lencoh.
Saya juga diminta sedikit berkisah tentang cita rasa Kopi Lencoh. Bagi
saya, kopi Lencoh pada medium roasting
rasanya sedang asam dengan sekilas rasa jeruk yang berasa di ujung lidah. Nikmat
renyah.
Dari diskusi ini, ada semangat untuk mendorong petani lebih peduli kepada
tanaman kopinya. Lebih memiliki pada kopi yang ditanamnya. Peminum kopi pun
juga bisa lebih paham dan peduli dengan realitas dari kopi di tempat tanamnya. Akhirnya,
semua bermuara pada peningkatan manfaat dari kopi Lencoh.
***
Sore itu, mendung yang berselimut kabut di ketinggian menyergap akrab Desa
Lencoh. Mentari hanya tampil malu-malu. Sejenak saja dia menimpakan sinarnya.
Desa Lencoh adalah salah satu desa terdekat dari puncak Merapi. Hanya sekitar 3,5
km dari puncak salah satu gunung teraktif di dunia. Gerbang pendakian Merapi
dari utara, New Selo, juga berada di Desa Lencoh. Dari Desa Lencoh, kita juga
bisa memandang mesra Gunung Merbabu, tepat di sebelah utaranya.
Desa yang berketinggian 1500-1600 meter di atas permukaan laut ini dianugerahi
oleh kesuburan tanah yang luar biasa. Tanah di sini ditumbuhi mayoritas aneka
sayuran dan tembakau. Kopi tidak banyak ditanam masyarakat. Meski sesungguhnya
untuk kopi arabica sangat cocok dan tumbuh subur. Saat berkeliling ke
pekarangan warga dan melihat langsung buah kopi, saya terheran-heran betapa
biji kopi Lencoh itu besar-besar, sekalipun tanpa pupuk atau perawatan lainnya.
Pak Iswondo sedang memperlihatkan pohon kopi yang tua. Katanya sejak zaman Belanda. |
Tampakan Kopi Lencoh. Kopi Arabica yang besar-besar. |
Para peserta trip kopi antusias melakukan panen kopi. Turut serta dua warga negara AS, Ana dan kawannya. |
Di sela kunjungan ke pohon kopi yang ada di pekarangan warga Lencoh, Pak Iswondo
(37) mengajak saya dan peserta trip kopi ke tanaman kopi yang sudah tua. Pohon
ini cukup tinggi seperti yang saya temui saat menjelajahi kebun kopi di
Manggarai, Flores, beberapa waktu silam.
“Mungkin saja, pohon ini ditanam sejak jaman Belanda. Pohon ini sisa-sisa
dari penjajahan dulu” ungkap pria yang selain menjadi petani kopi juga menjadi
pemandu turis ke puncak Gunung Merapi.
Saya lantas berimajinasi, sesungguhnya daerah Lencoh ini dahulunya sudah
diintrodusir untuk penanaman kopi. Kondisi alam dengan ketinggian yang cocok dan
tanah yang sangat subur, pantas kalau lereng Merapi sebelah utara ini ditanami
kopi. Namun, barangkali seiring waktu dengan tiadanya jaringan pemasaran, warga
memilih tembakau dan sayuran yang lebih pasti dari segi penjualan. Kopi pun
terlupa.
Berkat Pak Iswondo, kopi asli Lencoh mulai dikenal oleh para penikmat
kopi. Dia mengambil inisiasi untuk mengumpulkan biji kopi yang petik merah dari
para warga kemudian mengolahnya menjadi greenbeans.
Ditawarkanlah biji kopi ini kepada Klinik Kopi, lalu gayung bersambut
manis. Kopi Lencoh dijual di Klinik Kopi dan mendapat sambutan positif dari
para peminum kopi.
Saat ini Desa Lencoh pun menjadi binaan dari Klinik Kopi
dengan Pak Wondo sebagai pengumpulnya. Pak Wondo sendiri memiliki beberapa pohon
kopi dan karena tahu manfaat ekonomi kopi, dia antusias menanami lebih banyak
kopi di kebun. Pak Wondo ingin menjadi pionir budidaya Kopi Lencoh.
Dalam trip kopi Lencoh, ada momen yang ‘menarik’. Disaat peserta sedang
memetik buah kopi, ada seorang ibu yang tetiba langsung memberikan beberapa
ranting dengan rentengan buah kopi. “Ini mas, kopi saya”. Waduh… Bu, Ampun... Ampuun..
Pengambilan seperti ini jujur merusak pohon kopi karena ranting yang
semestinya bisa tumbuh buah lagi menjadi tidak bisa. Selain itu, buah yang
diambil bercampur-campur, buah sudah merah matang, merah akan matang dan hijau mentah.
Kopi yang petik merah dengan bukan petik merah jelas terasa bedanya pada rasa
dan aroma khas kopi. Ah, sayang sekali.
Saya bisa memaklumi karena masyarakat di Lencoh belum mendapat pengetahuan
yang benar tentang proses kopi dari tanam sampai pengolahan. Dalam kasus ini,
mungkin lebih gampang memotong ranting baru kemudian memetik biji semuanya
sembari duduk nikmat di rumah. Untungnya, mas Pepeng segera memberi edukasi.
Ibu ini senang sekali diberi pelajaran. Sebuah pencerahan untuknya.
Seorang ibu yang menawarkan buah kopi sekaligus rantingnya. Salah kaprah. Waduuh.. |
Pak Wondo menggunakan cara sederhana dengan botol untuk memisahkan kulit buah dengan biji kopi. Sederhana. |
Biji kopi lanang (kiri) dan kopi biasa/betina yang sudah kering. Pengolahan oleh Pak Wondo. |
***
Anna dan Hope baru kali ini melihat pohon kopi secara langsung. Baru kali ini memegang
buah kopi yang hijau dan merah. Baru kali ini tahu pemanenan kopi. Warga Negara
Amerika Serikat yang sedang berkunjung ke Indonesia ini sangat antusias sekali
dalam mengikuti trip kopi ini.
Padahal, mereka adalah penggemar kopi espresso ‘kelas berat’. Mereka sangat
menyukai minuman hitam pekat ini yang konon tanamannya hanya bisa tumbuh di
sekitar khatulistiwa. Dan, Indonesia menawarkan kopi-kopi dengan karakteristik
yang sangat beragam dan berbeda dari satu daerah ke daerah lain. Ana dan Hope sangat
senang sekali berkunjung ke Indonesia dan mempelajari tentang kopi.
Darto Sijam baru kali minum kopi dari kopi yang ditanam di daerahnya. Baru
kali ini merasakan kopi yang disuguhi espresso maupun americano. Biasanya dia juga
minum kopi tetapi kopi dari industri, kopi sachet. Dia tidak tahu cara mengolah
kopi agar bisa diminum sehari-hari di rumahnya.
Seorang putranya yang bekerja di Eropa seringkali mengiming-iminginya. Bahwa,
kopi di sana sangat nikmat dan menyehatkan. Sejak mencicipi kopi asli Lencoh
ini, Darto Sijam terbuka wawasannya. Dia minum kopi yang lebih segar bijinya
dari kopi yang terjual di Eropa. Dan, Darto Sijam bisa langsung minum kopi dari
yang ditanamnya. Bahkan, suatu saat dia bisa balik mengiming-imingi putranya.
“Kopi yang kamu minum di Eropa, suatu saat bisa jadi biji kopinya dari
Lencoh” ungkapnya sambil tertawa.
Pak Darto Sijam, petani kopi di Desa Lencoh yang antusias ingin mengembangkan kopi. |
Peaberry atau kopi lanang Lencoh. Aroma kopi ini lebih harum. |
Rupa minum kopi yang petik hijau dan petik merah (kanan). Lebih bagus petik merah agar aroma mantap. |
Mas Pepeng @escoret sedang membuat sajian americano Kopi Lencoh. |
"Enak banget" Pak Darto Sijam senang menikmati espresso Kopi Lencoh. Tentu dong Pak. :D |
Para peserta Trip Kopi Lencoh bersama Klinik Kopi @klinikkopi. |
New Selo. Gerbang Pendakian Merapi berada di Dusun Pelalangan, Desa Lencoh, Selo, Boyolali |
Merbabu tampak dekat juga dari Desa Lencoh, Boyolali. Desa ini di tengah Merapi dan Merbabu. |
9 komentar
kl klinik kopi ada trip ke sana lg minat ikut nih hehehe
BalasHapusmas Adhi.. kayaknya bentar lagi ada trip kopi, tpi ke lain daerah.. sepertinya ke daerah Wonosobo..
Hapusmakasih sudah berkunjung n komen ke blog saya.. terima kasih..
Ah, ini trip yang diceritain Mas Ukhid ya? Pengen ke sana sama para penyuka kopi. Aku sih tukang beli kopi lokal buat oleh-oleh :D
BalasHapusBetuuul mbak Luthfi kotakpermen.. Nah itu, besok pas trip kopi selanjutnya dri Klinik Kopi bisa ikutan deh.. Katanya mau ke daerah Wonosobo..
HapusMakasih sudah berkunjung.. :D
tulisannya bagus banget, sekitar 2-3 minggu lalu saya main ke mas pepeng, bawa pulang lencoh, sedap. rasa kulit jeruknya ga nahan!
BalasHapusIni kayaknya enak gan kalau di proses pakai mesin kopi :D
BalasHapusbuah kopi lencoh besar-besar meskipun tanpa pupuk dan perawatan khusus, mungkin itu adalah ciri khasnya kopi lencoh..
BalasHapuspas banget ni minum kopi lencoh sambil nulis blog :)
BalasHapusKapan ada trip edukasi kopi lagi ke Lencoh? boleh ikut kah?
BalasHapus