Mendulang Pesona Batu Hijau Penggajawa
Mei 05, 2014Melakoni hidup dari mendulang batu hijau di Penggajawa |
Gemuruh ombak Laut Sawu begitu semangat bergantian memeluk daratan. Pasir hitam terhampar manis menjadi pembatas akrab antara daratan dengan lautan di pesisir selatan Flores, selepas Kota Ende. Di atasnya, bebatuan bulat dominan warna hijau toska muda banyak bertaburan yang memberi kontras pada pasir hitam.
Orang lokal menyebut lokasi ini sebagai Pantai Batu Hijau. Tapi turis asing
lebih menyukai menyebut pantai ini sebagai Blue Stone Beach. Kok bisa yah? Bukannya
biru dan hijau jelas warnanya berbeda? Bagaimana yang benar?
Tapi, saya tak peduli apakah namanya lebih tepat Batu Hijau ataukah Blue
Stone. Saya sudah sangat senang dengan keunikan pantai yang terletak di Desa
Penggajawa, Nangapanda, Flores. Pasir
hitam pekat ditaburi oleh kemilau bebatuan warna-warni dominan hijau dan biru
yang kontras. Ini jelas pemandangan yang baru untuk saya. Terlebih, untuk
menjangkaunya pun sangat mudah. Kendaraan tinggal diberhentikan tepat di
pinggir jalan. Lalu turun ke pantai dengan hanya berjalan kaki. Pantai Batu
Hijau Panggajawa terletak tepat di
pinggir jalan Bajawa – Ende.
Begitu juga Fatimah (35) tak peduli apakah pantai ini bernama Batu Hijau atau Blue Stone. Dia tidak ingin membingungkan dirinya sendiri.
Begitu juga Fatimah (35) tak peduli apakah pantai ini bernama Batu Hijau atau Blue Stone. Dia tidak ingin membingungkan dirinya sendiri.
Dia cukup tahu bahwa keunikan bebatuan yang terdapat di Batu Hijau bisa dijadikan sebagai mata pencahariannya. Sehari-hari Fatimah menantang panas terik untuk memungut bebatuan bulat ini untuk melanjutkan hidup. Begitu juga dengan puluhan orang lainnya yang mencari nafkah di pantai sepanjang 3 km ini.
“Lumayan, uang hasil mencari batu ini bisa ditabung untuk sekolah anak, selain juga untuk biaya hidup sehari-hari.” ungkap Fatimah yang berputra dua anak. Putra sulungnya sudah sekolah kelas 6 SD.
Setiap harinya Fatimah bekerja selama dua shift. Shift pertama adalah jam 07.00-10.00 dan shift kedua jam 15.00-17.00. Tengah siang dia istirahat sekalian menghindari panas terik. Selama kerjanya, dia bisa mengumpulkan 20 ember kecil atau setara dengan 5-6 ember besar. Dengan jumlah segitu bisa mendapatkan 2 karung. Satu karung biasanya dihargai Rp 25 ribu – 30 ribu. Meskipun sepertinya mudah, tetapi memungut batu tidaklah bisa sembarang. Patokannya adalah bulat dan halus. Ukurannya pun dibedakan antara yang besar, sedang dan kecil.
Batuan hijau yang terserak di Penggajawa. Selain eksotis juga menjadi lahan mencari nafkah masyarakat. |
Ragam bebatuan berwarna-warni tapi paling dominan adalah hijau mint |
Saya tertarik untuk mengetahui asal mula bebatuan yang sebegitu melimpah
ini. Jelas ini merupakan kemurahan sang Pencipta. Tapi, saya ingin tahu
bagaimana asal mulanya. Fatimah menerangkan bahwa batuan ini berasal dari gunung
yang terbawa oleh sungai besar yang mengapit daerah Pengga Jawa yakni sungai
Nangaba’a dan sungai Nangapanda. Bebatuan ini lalu tertimbun di dalam laut dan
‘dihaluskan’ oleh arus laut. Ketika terjadi ombak kencang, batu itu terbawa ke
daratan dan berceceran di atas pantai.
“Meskipun kami ambil terus menerus sudah puluhan tahun, tak pernah ada
habisnya ini batuan.” terang Fatimah.
Saya percaya bahwa mekanisme alam telah menyediakan kekayaan batuan untuk
manusia yang sewajarnya dan tidak rakus. Mekanisme pengambilan batuan di Pantai
Batu Hijau ini jelas sangat tradisional,
yakni dengan tangan manual. Yang tradisional inilah yang bisa berharmoni
dengan alam. Tak ada alat berat pengeruk yang bisa mendestruksi lingkungan. Masyarakat
Ende telah paham bahwa lebih baik mengambil sedikit-sedikit tetapi bisa
menyisakan untuk generasi mendatang daripada menyedot habis-habisan yang jelas
merusak keseimbangan alam.
Saya lalu tinggalkan Fatimah dengan kesibukannya. Sambil berjalan naik ke
tepi jalan, saya memungut beberapa batuan Pantai Penggajawa. “Ini untuk
kenang-kenangan saya, toh jika saya ambil beberapa juga tak akan habis.” pikir
saya dalam hati. Saat itu saya pun lebih memilih batuan yang warnanya tak
meragukan hijau. Saya lebih senang pantai ini dikenal sebagai Pantai Batu Hijau
karena jujur, bebatuan warna hijau lebih dominan bertaburan.
Catatan:
- tulisan
ini merupakan rangkaian kisah perjalanan saya mengikuti Adira Faces Of
Indonesia #UbekNegeri Copa de Flores yang diselenggarakan Adira Finance dan
Bank Danamon pada tanggal 14-19 Maret 2014
- tulisan
ini juga bisa ditemui di https://www.adirafacesofindonesia.com/article.htm/2922/Memahami-Realita-Batu-Hijau-Ende
Pantai Penggajawa menghadap Laut Sawu dengan panorama Pulau Ende dan daratan kota Ende |
Fatimah, salah satu pendulang batu hijau. |
Stok batuan hijau sangat melimpah. Tersedia di bebukitan sekitar Penggajawa. Tidak akan habis. |
2 komentar
Silakan share semoga bermanfaat.. Jangan lupa ajak saya trip dong.. :D
BalasHapusbatu yang sangat unik sekali, banyak sekali wananya tetapi dominan dengan warna hijau yang cantik..
BalasHapus