Mbaru Niang. Berasap ketika dapur sedang mengepul.. Rumah yang sangat penuh makna. “Pemahaman akan kebutuhan bersahabat dengan alam itu bagi masyarakat perlu diturunkan kepada generasi berikutnya sejauh pengalaman cara berhubungannya pernah membuahkan hasil gemilang yang membahagiakan semua anggota.” - Prof. Gunawan Tjahjono, Guru Besar Arsitektur UI dalam buku “Pesan dari Wae Rebo” Sejarah lisan masyarakat Wae Rebo menyebutkan bahwa Mbaru Niang telah ada...
Wae Rebo, kampung dipeluk mesra oleh awan. Eksotis Kabut mulai turun dari puncak-puncak perbukitan yang mengelilingi kampung Wae Rebo. Negeri kecil ini pun tersaput oleh panorama serba putih. Sesekali gerimis menyapu ringan yang membawa hawa sejuk di tengah siang. Tapi, tak berarti realitas Wae Rebo lantas sepi tersibak muram. Kemeriahan geliat warga pun dengan mudah ditemukan di setiap penjuru kampung yang telah terkenal...
Prosesi Wae Lu'u untuk mengangkat tamu Wae Rebo menjadi anak dan keluarga Wae Rebo. Hadir kedua kalinya ke Wae Rebo, saya tidak dianggap lagi sebagai wisatawan yang berkunjung ke kampung yang menjadi jantung tradisi etnis Manggarai. Kehadiran saya kali ini dianggap sebagai sebuah kepulangan. Saya dianggap sebagai seorang anak Wae Rebo yang pulang ke kampung halamannya. Setiap orang yang hadir ke Wae Rebo...
Pos Poco Roko, pos kedua menuju Wae Rebo Wae Rebo adalah kampung yang terpelosok di dalam hutan pegunungan. Siapa saja yang ingin mendatanginya mesti berjalan kaki paling tidak sekitar 4 jam. Menembus rimbunnya hutan, mengikuti setapak yang berbatas tebing dan jurang. Bagi yang suka petualangan, perjalanan ini seperti mendatangi sebuah kampung yang tersimpan rapat-rapat dari peradaban luar. Pagi itu begitu cerah. Sebuah pagi...
Sunrise dari belakang rumah Vitalis di Kampung Kombo. G. Inerie dan G. Ebulobo Foto: A. Mei Harmawansah Tahukah Anda, bagaimana perasaan saya ketika saya tahu akan kembali lagi ke Wae Rebo? Sudah pasti saya sangat girang gemilang. Seperti saya akan pulang ke rumah di kampung halaman. Ekspedisi Adira Faces of Indonesia: Ubek Negeri, Copa de Flores memberi saya kesempatan untuk hadir lagi di Wae...
Memancing, rutinitas yang biasa dilakukan warga Penggajawa di Batu Hijau Gerimis dengan santai membasahi bumi kawasan Pantai Batu Hijau. Sedari tadi menemui ibu Fatimah, kami kini pindah ke lokasi di sebelah barat dari lokasi tadi, sekitar 1 km. Partner saya, A. Mei, tetiba meminta berhenti. Dia ingin memotret lanskap slowspeed dari deburan ombak yang masuk di sela-sela karang di dekat daratan. Sebentar kami...
Melakoni hidup dari mendulang batu hijau di Penggajawa Gemuruh ombak Laut Sawu begitu semangat bergantian memeluk daratan. Pasir hitam terhampar manis menjadi pembatas akrab antara daratan dengan lautan di pesisir selatan Flores, selepas Kota Ende. Di atasnya, bebatuan bulat dominan warna hijau toska muda banyak bertaburan yang memberi kontras pada pasir hitam. Orang lokal menyebut lokasi ini sebagai Pantai Batu Hijau. Tapi turis...
Kopra, komoditas penghidupan warga Ende Hamparan pepohonan kelapa begitu meriah tatkala kami mulai memasuki daerah Nangapanda, selepas Kota Ende. Tanah yang ‘katanya’ tandus khas Flores ternyata begitu menghijau dengan banyaknya nyiur melambai-lambai. Nyiur tumbuh di dataran sempit di batas perbukitan Ende yang curam dengan Laut Sawu yang ramai bergelombang. Meski sempit, jumlah pohon kelapa di sini melimpah sehingga daerah ini terkenal sebagai penghasil...
Soekarno yang duduk, merenung, menikmati Ende. Sumber inspirasinya untuk Pancasila Orang akan mengindentikkan Soekarno sebagai sosok yang selalu bersemangat, berapi-api, penuh dengan gelora perjuangan. Soekarno adalah tokoh revolusioner Indonesia, sehingga patung-patung yang mengabadikannya biasanya berbentuk Soekarno yang sedang berdiri, berpidato, bahkan mengacungkan tangan. Tapi di Ende, Soekarno tak hadir dalam sosok yang demikian. Patung Bung Karno mewujud pada tokoh yang tenang dan reflektif....
Rumah Pengasingan Bung Karno di Ende. Sepi. Sebuah rumah berada di sisi selatan Jalan Perwira, Ende. Bersih dengan bercat putih, pintu dan jendela kayu berwarna kuning gading serta jendela berpayung warna putih bergaris hijau. Atap berupa seng berwarna putih berkilau pantulan sinar mentari terik siang itu, 15/03/2014. Jalan setapak beralas kayu membelah pekarangan rumput hijau yang terawat rapi, menghubungkan pintu pagar dengan pintu...
![]() |
Rumah Kedah, yang disakralkan di Kampung Saga. |
Menikmati sebuah kampung budaya, bagi saya menjadi keniscayaan untuk tahu
tempat mana yang paling sakral. Ada segelintir kisah yang terbatas tapi ingin menjadi
pengetahuan khas yang memperkaya
kehadiran saya di kampung Saga. Bagi sebagian orang mungkin hal demikian
‘menakutkan’, tapi bagi saya itu adalah upaya untuk tahu lebih dalam sebuah
kampung yang sarat dengan misteri-misteri tak rasional.
Puas bercengkerama dengan panorama tingkat teratas Kampung Saga, kini kami
turun menuju ke area rumah yang diperuntukkan ke Mausalaki. Sama seperti naik, turun
juga harus hati-hati.