Maumere, Gerbang Timur Wisata Flores
April 26, 2014Bandara Frans Seda. Bandara Maumere. |
Nyiur berderet ramai di
tepian pantai. Ia menghias cantik batas daratan Flores dengan laut Flores di sepanjang garis
pantai kota Maumere. Nyiur-nyiur semampai
ini
tahu bagaimana cara terbaiknya menyambut
kedatangan saya bersama tim Adira Faces of Indonesia sesaat sebelum mendarat di
Bandara Frans Seda, Maumere. Pantaslah panorama demikian menjadi sebuah
penegasan tentang identitas Kabupaten Sikka sebagai “Kabupaten Nyiur Melambai.”
14/03/2013, sekitar pukul 16.20,
pesawat kami mendarat dengan selamat di Bandara yang namanya berasal dari sosok
asli
NTT yang banyak menduduki pos menteri zaman Orde Baru: Frans Seda. Perjalanan setengah
harian dengan transit di Denpasar begitu melelahkan. Cuaca
panas khas Flores langsung menerpa tubuh. Gerah.
Namun, bukankah ini adalah pengulangan dari kehadiran saya setahun lalu? Flores memang terkenal panas. Bandara Frans Seda tampak mengalami perubahan yang signifikan. Bangunan bandara yang terletak di tepi kota ke arah Larantuka ini makin terlihat modern dan bersih.
Namun, bukankah ini adalah pengulangan dari kehadiran saya setahun lalu? Flores memang terkenal panas. Bandara Frans Seda tampak mengalami perubahan yang signifikan. Bangunan bandara yang terletak di tepi kota ke arah Larantuka ini makin terlihat modern dan bersih.
Seiring makin populernya
Flores sebagai destinasi wisata
internasional, Maumere menjadi kota pintu gerbang Flores di arah timur. Adapun
Labuan Bajo menjadi pintu gerbang di arah barat. Bandara Frans Seda harus memberi
penyambutan dan perpisahan terbaik bagi para wisatawan yang berasal dari
berbagai penjuru dunia ketika hadir di Flores.
Saya amati seorang petugas kebersihan bandara begitu totalitas membersihkan
lantai, sampai menegur saya untuk
berpindah tempat saat lantai dibersihkan. Saya anggap hal itu adalah sebuah
kepedulian yang baik, meski caranya cukup keras.
“Saat Paus datang, kota Maumere dipenuhi oleh umat Katolik dari seluruh
Flores. Tentara sudah berjaga-jaga bahkan sebulan sebelum Paus datang.”
ungkap Bang Bosco, guide kami yang waktu itu masih belia tapi sudah tahu
aura ramai kedatangan tokoh penting dunia ini.
Setelah hujan mereda di malam pertama di Flores (14/03/2014), kami
sempatkan datang ke Gereja Katedral St. Yoseph di kota Maumere. Jelas suasana
sangat sepi. Kami hanya pandangi dari
luar pagar dengan menatap setengah nanar.
Tapi, saya bisa bayangkan semarak suasana saat Sri Paus memimpin misa
akbar yang dihadiri oleh lebih dari 300 ribu orang. Kota kecil Maumere yang
berpenduduk sekitar 51 ribu dipenuhi lautan manusia yang ingin berdoa bersama
pemimpin umat Katolik dunia ini. Mayoritas penduduk Maumere dan Kab. Sikka
merupakan penganut agama Katolik.
Sesaat akan mendarat di Maumere. Betapa semarak nyiur di tepi pantai. |
Katedral St. Yoseph. Katedral bersejarah di Maumere. Pernah dikunjungi Paus. |
Persahabatan lintas suku dan agama. Martin (asli Maumere) dan Fauzan (pendatang dari Lamongan) |
Meski Maumere dikenal sebagai daerah yang masyarakatnya kuat menganut
Katolik, tapi harmoni hidup dengan masyarakat
beragama lain, seperti Islam, terjadi sangat baik. Itulah indahnya
toleransi di Maumere. Saya teringat saat kunjungan ke Maumere pertama, saya
dibolehkan tinggal di rumah Bang Felix. DIa Katolik, saya muslim. Dengan penuh
penghargaan, dia selalu menyediakan ruangnya untuk saya beribadah. Tak sekedar
disiapkan, tetapi dibersihkan spesial untuk saya.
Jujur, sekarang, saat kehadiran kedua di Maumere ini saya tidak sempat
menjelajahi banyak pesonanya. Alasannya jelas: waktu terbatas. Kami memang
memutuskan setelah istirahat menikmati ikan bakar khas Maumere sembari
menikmati sore di tepian Pantai Maumere, kami langsung menuju Moni. Bermalam di
sana. Perjalanan yang panjang membuat kami menyimpan rindu untuk menikmati
Kampung Watublapi, Pantai Waiara Patung Bunda Maria Nilo, Kampung Wuring dan obyek-obyek
menarik lain di Maumere.
Kini, Maumere terus tumbuh menjadi kota yang ramai dengan aktivitas
ekonomi dan budaya. Kota yang terletak di pesisir utara Nusa Bunga ini menjadi
kota terbesar di Flores. Kota ini juga menjadi jantung masyarakat etnis
Sikka, salah satu suku utama yang
mendiami Pulau Flores. DI sekitar Maumere,
terdapat sentra-sentra kain tenun ikat yang telah tersohor di dunia.
Maumere adalah sepenggal ‘cahaya’ di
Indonesia timur.
Tapi, malam yang menjemput Maumere membuat kota ini membuktikan dirinya seperti
seseorang yang hidup bergairah hanya setengah hari saja, sepanjang sepenggal
siang. Maumere begitu sunyi tatkala saya malam itu berkeliling sebentar merasai
realitas Maumere sebelum menuju Moni. Sama sekali sedikit aktivitas malam hari.
Kebanyakan masyarakat memilih berdiam diri di rumah. Pun, kota terbesar Flores ini
masih perlu pengembangan untuk mewujudkan Maumere yang lebih ‘hidup’.
Jangan sampai Maumere yang menjadi gerbang Flores hanya sekedar menjadi
kota keberangkatan atau kedatangan di Flores. Sekedar transit pula untuk ke
Kelimutu, Bajawa, Labuan Bajo di sebelah barat atau Larantuka di sebelah timur.
Di sisi lain, potensi hebat wisata Maumere yang unik dilupakan oleh wisatawan.
Bukankah
yang demikian, Maumere akan mampu meramaikan dirinya agar orang betah
berlama-lama di Maumere menikmati keindahan alam budaya FLores? Dengan begitu,
Maumere pun tidak sekedar jadi pintu gerbang di Flores, seperti yang saya
rencanakan dan laksanakan dalam perjalanan Ubek Negeri Copa de Flores kali ini.
Catatan:
- tulisan ini merupakan rangkaian kisah perjalanan saya
mengikuti Adira Faces Of Indonesia #UbekNegeri Copa de Flores yang
diselenggarakan Adira Finance dan Bank Danamon pada tanggal 14-19 Maret 2014
- tulisan ini juga bisa ditemui di https://www.adirafacesofindonesia.com/article.htm/2892/Maumere--Gerbang-Timur-Wisata-Flores
- tulisan ini juga bisa ditemui di https://www.adirafacesofindonesia.com/article.htm/2892/Maumere--Gerbang-Timur-Wisata-Flores
Gunung Egon tampak gagah. Menjadi gunung 'pelindung' Maumere. |
Tampak depan Bandara Frans Seda. Bandara ini sudah sepi setelah penerbangan terakhir. |
Pesisir Maumere. Pesisir ini pernah dihantam tsunami pada 1992. Kini sudah pulih kembali.. |
Menyesap sore pertama di pantai Maumere itu begitu syahdu. Meski mendung tapi tetap nikmat dirasakan. |
4 komentar
Menarik bang... terima kasih infonya...
BalasHapusSama-sama smoga bermanfaat... Salam kenal mas Ikhwan Hafis..
HapusBagus-bagus foto nya :)
BalasHapusKapan ya saya jadi traveller? :/
Blog yang menarik... .. semoga terus berkembang... Saya ingin berbagi artikel tentang Katedral di Florence di http://stenote-berkata.blogspot.hk/2018/04/florence-di-piazza-del-duomo_11.html
BalasHapusLihatlah juga videonya di Youtube https://youtu.be/OVEs_zYK_FQ