Harapan Kampung Saga Ende
April 30, 2014Maksi Muswolo, warga yang menggiatkan wisata Kampung Saga. |
Ende identik sekali dengan Kawah
Tiga Warna Kelimutu. Begitu orang dengar Ende maka pesona Kelimutu langsung
muncul di pikiran mereka. Tapi, tahukah bahwa Kawah Kelimutu yang sangat
terkenal di penjuru internasional merupakan lokasi sangat sakral bagi Etnis
Lio, suku asli di Kabupaten Ende.
Setelah puas berpetualang di Kawah Kelimutu, saya dan A. Mei bermaksud
mengulik langsung kehidupan asli Suku Lio. Kami pun berkunjung ke Kampung Saga,
salah satu perkampungan Suku Lio yang masih orisinil di Ende. Dari Kelimutu, Kampung Saga berjarak sekitar 30 km ke arah
Kota Ende. Tepatnya, Kampung Saga terletak di Kec. Roa, Kab. Ende, di tepi
Kawasan Taman Nasional Kelimutu. Dari pertigaan jalan Trans Flores, jalanan
menanjak curam tapi untungnya sudah teraspal halus.
Maksi Muswolo (44) menyambut kami
dengan sangat ramah. Dia merupakan kawan akrab dari Don Bosco, guide kami
selama di Flores. Maksi, begitu sapaannya, juga merupakan putra Mausalaki atau
Kepala Suku di Kampung Saga. Jika masuk menjelajah ke Kampung Saga bersamanya,
dijamin aman karena dia adalah putra orang terpenting di kampung itu. Biasanya juga Maksi merupakan guide
utama jika ada wisatawan berkunjung ke Kampung Saga.
Maksi langsung mengajak kami memasuki area Kampung Adat Saga. Kami berjalan
kaki di tengah terik siang. Sebuah gapura bertuliskan “Welcome to Saga Village” menyambut kami. Jalanan naik, terus mendaki, tapi begitulah
jalan yang akan mengantarkan kami menuju area utama kampung.
Persawahan bertingkat di Detosuko. Ditemui di jalan dari Kelimutu. |
Selamat datang di Kampung Saga! Gerbang ke kampung penjaga tradisi Suku Lio. |
Rateh, kubur duduk khas Suku Lio. Sudah jarang digunakan. |
Seorang Ibu dan kedua putranya menyapa akrab ketika kami melintasi
rumahnya. Sebuah sambutan yang sangat ramah dari Kampung yang belum cukup
dikenal oleh wisatawan yang berkunjung ke Flores. Wisatawan biasanya lebih
‘diarahkan’ menuju Wologai, Wolotopo, Moni apabila ingin melihat kehidupan khas
Etnis Lio.
“Saya sangat senang ada wisatawan, terutama asal Indonesia, yang datang ke
kampung Saga karena belum banyak memang yang tahu kampung ini. Bule yang datang
juga biasanya karena diarahkan guide yang jadi kenalan saya.” ungkap Maksi yang
pernah menjadi guide selam di Kep. Seribu dua belas tahun lalu.
Padahal, Kampung Saga memiliki potensi besar untuk menjadi destinasi utama
menyelami kehidupan tradisi Suku Lio. Di Kampung Saga, berdiri dengan anggun beberapa Sao atau
rumah adat berasitektur khas Etnis Lio yang kaya dengan nilai kearifan lokal.
Ada juga kubur batu asli Suku Lio – disebut Rateh
– untuk meletakkan mayat yang dimakamkan dengan duduk. Ada juga upacara adat
seperti Gawi, turut menambah
eksotis
kampung yang sudah berusia ratusan tahun.
Tidak ketinggalan, panorama cantik pegunungan yang dipandang dari Kampung
Saga begitu menakjubkan. Hutan hijau
Taman Nasional Kelimutu dan perkebunan warga berpadu memanjakan mata dan rasa.
Ada pula air terjun Muru Wena setinggi 50 meter di seberang tebing terpandang
begitu eloknya dari kampung yang berada di lereng bukit ini. Kadang pula,
menikmati indahnya Kampung Saga bisa ditemani dengan jagung, kopi atau hasil
bumi lainnya yang disediakan cuma-cuma dari masyarakat di kampung yang
terkkenal dengan hasil pertaniannya.
Jujur, kami tak mengira kenapa kampung yang eksotis dan khas ini belum
banyak dipromosikan. Saat saya mencari informasi di mesin pencari google, kisah keindahannya begitu
minim. Padahal aksesnya juga tidaklah susah. Dari jalur utama Ende – Kelimutu
juga tidak terlalu jauh. Dimanakah peran pemerintah? Dimanakah upaya pemandu jasa
wisata? Kampung Saga jujur terlalu sayang untuk dilewatkan dari jejak perjalanan di Flores. Untung Donbosco, guide saya, telah memulai upaya membawa wisatawan ke kampung Saga.
“Besok ada rombongan dari Australia, dibawa oleh Garuda Indonesia untuk
melengkapi destinasi di Ende selain Kelimutu. Sekarang Pemerintah Daerah juga
mulai mengangkat Kampung kami ini. Semoga ini bagus ke depannya.” harap Maksi
yang sangat semangat jika berkisah tentang potensi dari kampung halamannya.
Catatan:
- tulisan ini merupakan rangkaian kisah perjalanan saya
mengikuti Adira Faces Of Indonesia #UbekNegeri Copa de Flores yang
diselenggarakan Adira Finance dan Bank Danamon pada tanggal 14-19 Maret 2014
- tulisan ini juga bisa ditemui di
http://www.adirafacesofindonesia.com/article.htm/2916/Harapan-Kampung-Saga
Curug Muru Wena. Air terjun di kawasan Kampung Saga. Butuh satu jam ke sana. |
Kampung Wologai, ditemui di perjalanan ke Kampung Saga. Sama-sama pewaris tradisi Suku Lio |
Salah satu pusat dari kampung Saga. Tempat pelaksanaan Upacara Gawi. |
Ibu yang sedang memetik jagung. Warga Saga hidup dari hasil alam mereka yang melimpah. |
Perempuan Kampung Saga. Khas dengan berpakaian sarung tenun buatan sendiri. |
2 komentar
nanya mas iqbal desa saga ini masih membuat tenun secara tradisional tidak?
BalasHapusMbak Novita. Mereka membuat tenun untuk kebutuhan sendiri. Kalau sekarang dijual sebagai oleh-oleh, saya kurang tahu.. :D
Hapus