Mengecup Bubur Manado Tinutuan
Maret 11, 2014Tinutuan, bubur khas Manado. |
Kuning cemerlang mencolok mata. Langsung menyulut hasrat menggoda lidah.
Begitulah kesan pertama saya berjumpa
dengan Tinutuan ketika dihidangkan oleh pelayan Kios Pelangi, Manado ibukota
Sulawesi Utara. Tak diragukan lagi, sejak
pandangan pertama Tinutuan memiliki aura pesona yang sangat khas. Kuliner yang menjadi kebanggaan orang Manado ini sukses
memikat atensi saya bahkan sebelum saya mencoba mencicipinya.
Malam itu kota Manado masih
riuh dan gemerlap dengan aktivitas penduduknya. Kota di ujung utara pulau
Sulawesi ini memang tumbuh pesat menjadi kota yang sibuk, dari pagi hingga
malam. Saya baru kali ini hadir di Manado, baru tiba saat sore jelang maghrib.
Sesuai minat kuat terhadap kuliner setempat, saya pun lekas mencari Tinutuan.
Kata beberapa teman saya, “Kamu belum ke Manado kalau tidak coba bubur
khas Manado, Tinutuan.” Dia lantas merekomendasikan Kawasan Wakeke sebagai
tempat terbaik menikmati Tinutuan karena di Wakeke lah memang merupakan sentra Tinutuan di Manado.
Kios Pelangi akhirnya menjadi
tambatan pencarian Tinutuan saya. Tempat ini tidaklah berada di Wakeke, tapi dekat gerbang
masuk Wakeke. Tepatnya di Jalan Sam
Ratulangi, Manado. Kunjungan saya di Manado pada malam hari disambut oleh kawasan Wakeke yang sudah sepi. Normalnya, rumah-rumah makan di Wakeke buka dari pagi sampai sore saja. Dalam keseharian
orang Manado, bubur Tinutuan adalah menu sarapan. Untunglah, karena ada juga warung penjual tinutuan selain di Wakeke yang buka hingga
malam seperti Kios Pelangi ini, saya pun
masih bisa menjajal Tinutuan.
Sekarang, semua hidangan
sudah datang. Saatnya saya berpesta
merayakan makanan spesial dari Manado.
Panorama Kota Manado sebelum mendarat di Bandara Sam Ratulangi |
Sepaket kuliner khas Manado: Tinutuan, Perkedel Nike, Es Brenebon dan Sambal Roa. |
Santapan Perekat Pergaulan
Asin dominan gurih tapi tak
ketinggalan sedikit rasa manis serta kaya aneka bumbu melimpah. Begitulah rasa
yang terasa saat lidah saya mengecup
pertama sang primadona Tinutuan. Sluuuurrrp. Tinutuan juga terasa segar membasahi kerongkongan ketika disantap, layaknya bubur.
Sengaja saya belum campurkan apapun agar saya bisa merasakan rasa asli dari
Tinutuan.
Namun, cara itu belumlah
cukup untuk merasakan kekhasan kuliner Manado.
Orang Manado suka dengan makanan yang pedas. Saya lantas memberi sambal Roa
–sambal yang dicampur ikan roa khas Manado – ke Tinutuan. Jadinya… Emmmm. Lidah saya langsung
mengecap sensasi pedas. Tinutuan punya saya pun
menjadi benar-benar Manado banget. Meskipun saya orang Jawa yang terbiasa menikmati makanan manis, ketika merasakan Tinutuan, saya tidak ada
masalah. Saya suka dengan rasa Tinutuan yang begitu kaya bumbu dalam balutan
gurih nan pedas.
Tinutuan identik dengan warna
kuning yang menyala. Kuning ini bukanlah pewarna buatan, melainkan warna alami dari labu kuning (sambiki dalam bahasa setempat) dan ubi kuning. Lalu warna kuning ini didukung dengan butiran biji jagung
kuning. Warna yang kontras ini membuat setiap kali orang yang memandangnya
pasti akan bergairah untuk lekas mencicipnya,
seperti saya ini.
Dalam Bahasa Manado, kata
Tinutuan sering diartikan sebagai ‘semrawut’. Pantas saja, ketika disajikan,
Tinutuan dipandang seperti masakan yang tercampur-campur secara semrawut.
Ketika dirasakan, Tinutuan punya campur aduk bahan dan bumbu yang memperkaya
rasa.
Tinutuan dibentuk dari
campuran beras, aneka sayuran dan beragam bumbu. Sayurannya berupa labu kuning,
ubi kuning, jagung, kemangi, bayam, singkong, kangkung, gedi (sayuran khas
Manado), dan lainnya. Adapun bumbunya yang
diracik untuk dimasukkan di Tinutuan berupa bawang putih, jahe, batang serai
yang dimemarkan, daun salam, dan garam.
Bagaimana cara memasak
Tinutuan? Tidaklah susah, cukup mudah dan sederhana. Setiap perempuan asli Manado
dan Minahasa pasti bisa memasak Tinutuan, seperti setiap ibu yang bisa memasak nasi untuk keluarganya.
Beras sebagai bahan utama pembuat
bubur dimasak dalam air mendidih. Bumbu-bumbu bawang putih, serai, daun salam, pala dan garam dimasukkan bersamaan dengan beras. Ketika setengah matang, potongan singkong lalu dimasukkan terlebih dahulu, disusul jagung, labu kuning. Jika bahan tersebut matang, baru
dimasukkan berbagai macam jenis sayuran lain satu persatu seperti kemangi,
bayam, kangkung, dan gedi.
Adonan bubur biarkan terus dimasak sampai mengental dan semua bahan matang merata. Meski begitu, bubur jangan sampai terlalu lembek atau terlalu matang. Penting
diperhatikan. Bahwa keberhasilan Tinutuan selain pada rasanya yang nikmat
adalah terletak pada warna kuningnya
yang sangat khas. Sari pati labu kuning, ubi dan jagung harus menyatu
mewarnai bubur.
Tinutuan yang divariasikan dengan mie. Disantap dengan perkedel nike. |
Sore yang syahdu di Teluk Manado |
Orang datang ke Manado pasti akan mencari Tinutuan sebagai bukti
eksistensi. Bagi orang Manado sendiri Tinutuan adalah santapan sehari-hari. Yang
luar biasa dari Tinutuan, makanan ini telah menjadi perekat pergaulan
orang-orang di Manado. Pada setiap pesta dan hajatan, Tinutuan selalu hadir
tersaji untuk mempererat jalinan ikatan silaturahmi yang melintas antargolongan,
antaragama, dan antarsuku di Manado.
Sebagai kota yang didominasi masyarakat beragama Protestan, Tinutuan
menjadi lambang toleransi beragama
kepada umat lain khususnya Islam. Kaum
Muslim cukup banyak tinggal di Manado yang notabene adalah pendatang dari Jawa,
Padang, Bugis, Makassar, Gorontalo, Maluku, dll. Dengan makanan yang berbahan
bumbu dan sayuran, maka Tinutuan aman dan halal dikonsumsi oleh siapapun agama,
suku, dan golongan. Yang membedakan di Tinutuan adalah pada lauknya. Terlebih,
orang Minahasa dan Manado dikenal suka mengonsumsi hewan apapun, dari babi,
anjing, sampai paniki (kelelawar) yang
biasanya disantap sebagai lauk Tinutuan.
Barangkali karena pergaulan Tinutuan inilah, kota Manado relatif kondusif
selama terjadi ramainya konflik SARA
yang banyak melanda banyak daerah di Indonesia. Kota Manado tetap aman dan
tentram karena toleransi terjalin dengan erat dan akrab. Hingga sekarang pun,
suasana kota Manado terkenal selalu tenang, sangat sedikit adanya pertikaian
dan kekerasan. Orang yang hadir di Manado pun akan merasa disambut dengan
kedamaian dan keramahan orang Manado.
Tidaklah salah kalau Manado pun kini dikenal menjadi kota Tinutuan. Sejak
awal pemerintahan Wali Kota Jimmy Rimba Rogi dan Wakil Wali Kota Abdi Wijaya
Buchari periode 2005-2010, Tinutuan menjadi motto Kota Manado, menggantikan
motto sebelumnya yaitu Berhikmat. Motto Tinutuan tepat menjadi simbol perekat
pergaulan yang harmonis di antara penduduk Manado. Saya pun merasakan betul
nuansa kedamaian dan kehangatan khas orang Manado, seperti dalam setiap sruputan
dan kunyahan Tinutuan .
Disantap Bersama Perkedel Nike,
Dipungkasi Es Brenebon
“Jangan pernah lupakan perkedel nike saat menyantap Tinutuan”, seperti
itulah pesan penting dari Romi, kawan saya yang tinggal di Manado.
Benar katanya, jangan pernah
tinggalkan Perkedel Nike! Saya pun menyantap Tinutuan dengan pasangan khasnya,
yakni Perkedel Nike. Sepintas,wujud makanan ini pipih seperti bakwan saja yang
diisi dengan ikan teri. Hanya saja jangan bandingkan tentang keunikan rasanya.
Begitu dicicip, digigit, dikunyah, rasa gurih bercampur pedas dengan rasa
asin yang terkendali langsung terasa di lidah. Ikan nike yang kecil membuat
renyah dan meriah. Jelas ini bukan bakwan. Ini adalah perkedel Nike yang khas
Manado.
Ikan nike yang menjadi bahan dasar dari Perkedel Nike diambil langsung
dari Danau Tondano. Ikan ini hanya hidup di Danau Tondano, sekitar 40 km dari
kota Manado menuju pedalaman Minahasa. Karena bentuknya kecil-kecil sering
dimiripkan dengan ikan teri. Tapi ya jelas
beda karena ikan nike bisa tumbuh besar. Ikan nike sebenarnya adalah anak ikan
payangka (nama latinnya: ophieleotris
aporos) yang hidup di Danau Tondano. Bentuknya yang kecil-kecil
memungkinkan ikan nike bisa diolah menjadi cemilan dan lauk di masyarakat
Minahasa dan Manado.
Perkedel Nike dibuat dengan mencampurkan ikan nike dengan adonan tepung
terigu dicampur telur. Kadang juga dicampur dengan biji jagung yang kuning.
Bumbu perkedel nike cukup sederhana tapi mengesankan kaya rasa. Bumbunya hanyalah
garam, bawang merah, bawang putih yang dicampur dengan merica sebagai penimbul
rasa pedas, dituangkan dalam adonan tepung dan ikan nike. Penyajian paling
mantap untuk menyantap perkedel nike adalah saat masih hangat setelah digoreng.
Padanan Tinutuan dan Perkedel Nike sungguh rasanya pas bagi lidah saya.
Rasa gurih dan segar di Tinutuan merajut harmonis dengan rasa gurih nan kriuk
di Perkedel Nike. Saling mengisi. Ini
membuat saya pun lahap menyantap Tinutuan dan Perkedel Nike. Saya habiskan dua
Perkedel Nike untuk menemani semangkuk penuh Tinutuan. Keduanya tandas!!
Es Brenebon yang berbahan kacang merah dicampur dengan alpukat. Lezat. Khas Manado |
Rupa ikan Nike dari Danau Tondano yang saya jumpai di Pasar Tomohon. Bahan dasar Perkedel Nike. |
Makan Tinutuan dan Perkedel Nike itu menjadikan saya tidak terlalu haus.
Toh, bukannya saya kan hanya makan bubur saja? Makanya, saya pun mengakhiri
hidangan Tinutuan dengan memilih menu Es Brenebon alias es kacang merah khas
Manado. Es Brenebon yang disajikan di Kios Pelangi ini dipadukan dengan
alpukat. Jadinya, meski ini merupakan minuman es, karena berbahankan kacang
merah dan alpukat maka Es Brenebon bagi saya termasuk minuman berat. Ah,
lumayanlah untuk pengenyang makan Tinutan.
Es Brenebon dikenal di Manado sebagai minuman yang disajikan pada saat
akhir menyantap Tinutuan. Kata ‘brenebon’ merupakan arti lazim dari kacang merah
di Manado yang merupakan serapan kata dari bahasa Belanda yakni Bruine (warna Waran
Coklat) dan Bonen (Kacang). Di Manado, selain dibuat es, Brenebon lebih
terkenal dulu dijadikan sup Brenebon yang berbahankan daging babi atau sapi.
Saya menikmati Es Brenebon begitu perlahan, mencoba mengulik sensasi rasa
kacang merah yang begitu manis. Kok bisa kacang merah yang biasanya identik
gurih menjadi manis gurih?
Rasa manis nan gurih pada kacang merah Es Brenebon adalah berasal kombinasi
yang bagus antara rebusan kacang merah dan kayumanis serta sirup berbahan gula
pasir dan gula merah. Ketika berpadu lalu diberikan pelengkap susu kental manis
dan alpukat. Pengolahan sederhana tapi mencipta rasa yang begitu berwarna.
Pemberian es serut menyempurnakan sajian Es Brenebon.
Andai saja saya datang menikmati Tinutuan di Manado bersama banyak orang,
tentunya saya bisa mencoba aneka lauk yang lebih bervariasi. Tak sekedar
Tinutuan bersama Perkedel Nike dan Es Brenebon. Lauk-lauk lain khas Manado yang
cocok dipadukan dengan Tinutuan,
diantaranya adalah Ikan Cakalang Fufu, Ikan asin lainnya, Perkedel Milu, Sup
Brenebon, Paniki, Gohu Ikan dan sebagainya. Bubur khas Manado ini pantas dicicipi
bersama aneka lauk lainnya.
***
Saran saya, mengecup bubur Tinutuan perlu menjadi misi pertama jika
berkesempatan datang ke Manado. Penting sekali sebagai sarana perkenalan sebelum
menjelajahi lebih dalam kota Manado. Penting sekali sebagai nutrisi dan energi
untuk semangat menikmati segala pesona yang ada di Manado.
Terlebih, Bubur Tinutuan menjadi bagian dari 5 B yang terkenal khas dari
kota Manado. Setiap orang yang datang ke Manado akan rugi kalau tidak menjajal
5 B Manado, paling beruntungnya kalau bisa semua lengkap. Apa saja 5 B khas Manado? 1) Mengecup Bubur Tinutuan khas Manado, 2)
Menikmati gemerlap Bolulevard, pusat keramaian Manado, 3) Menikmati pesona Bunaken.
Emm.. Yang ke 4) dan ke 5) nya ini sangat menantang. Boleh dikatakan termasuk
wisata minat ‘khusus’. Yang ke- 4 itu adalah body dan yang ke-5 adalah bibir Manado. Sudah bisa diduga tow dua B terakhir kemana arahnya? Silakan
Anda jika berminat. Hehe.
Namun yang pasti, Bubur Tinutuan adalah ‘B’ yang selalu dibutuhkan agar
bisa kuat tenaga dan stamina dalam menikmati pesona 4 B Manado yang, begitu
bukan?
Suasana petang di kawasan Boulevard, Manado. Ramai di McD Boulevard. Tempat tongkrongan favorit anak Manado |
Kota Manado pagi hari. Terlihat menawan dari jalur menuju Tomohon dan Tondano. |
Danau Tondano dan karamba masyarakat. Sentra penghasil ikan Nike. |
Ibu Sisca menawarkan ikan nike di Pasar Tomohon. Ikan nike ini biasanya dikirimkan ke Manado untuk bahan kuliner. |
Panorama cantik di genangan Danau Tondano. Serasa di Eropa. |
Patung Yesus Memberkati, ikon religius dari Manado. Tertinggi kedua di dunia. Dia seakan sedang memberkati Manado |
2 komentar
Aku agak kurang suka ama bubur manado ini, smeua nya di campur jadi bikin eneg ihik ihik
BalasHapusSaya tertarik dengan tulisan anda mengenai wisata kuliner Indonesia. Indonesia yang terdiri dari berbagai daerah yang memiliki ke khasan wisata kulinernya masing-masing. Saya juga mempunyai tulisan yang sejenis mengenai pariwisata indonesia yang bisa anda kunjungi di www.pariwisata.gunadarma.ac.id
BalasHapus