Seorang perempuan tua Sasak di Sade. |
Siang boleh memancar terik, tapi tidak bisa menyurutkan semangat dua lelaki petarung Sasak. Aksi menyerang dan bertahan tiada hentinya dilakukan. Sporadis penuh nuansa kekerasan. Keduanya terlibat saling memukul dengan tongkat rotan (pejalin) sembari menangkis dengan perisai (ende) dari kulit kerbau. Saling adu hantam.
Tapi, tatkala musik
tradisional berdendang, mereka harus berhenti. Lalu, menari riang bersama, saling
berkawan akrab. Pertarungan dua pria ini pun bukanlah tentang pertengkaran,
permusuhan. Melainkan suguhan Peresean,
sebuah tradisi yang menjadi simbol kejantanan pria Suku Sasak, Lombok.
Saya beruntung ketika tiba di
Kampung Adat Sade, Desa Rambitan, Kecamatan Pujut, Lombok Tengah tepat saat berlangsung
Peresean. Suasana halaman kampung
Sade ramai dengan para wisatawan yang sebagian besar adalah turis asing.
Sepertinya rombongan turis asing ini hadir secara khusus menanggap acara
tradisi Sasak di Sade. Sebagian wisatawan domestik seperti saya cukup menikmati
sajian gratis yang telah dipesan para bule dari Prancis ini.
Sesungguhnya, Peresean awalnya merupakan bagian dari
upacara adat suku Sasak. Konon, tarian perang ini dilaksanakan pada musim
kemarau untuk meminta hujan. Peresean
juga dilakukan saat para prajurit meluapkan kegembiraannya sepulang dari medan
perang. Tapi seiring perkembangan zaman, ritus ini bisa dikonversi sebagai
hidangan pemuas para wisatawan yang ingin melahap tentang khasanah tradisi Suku
Sasak. Para tamu dan wisatawan bisa menanggap Peresean kapan pun dalam balutan wisata budaya.