Pantai Petanahan, Menelisik Cemara Udang Penghadang Tsunami
Juli 26, 2013Siang itu, matahari memancar kuat. Langit cerah tanpa penghalang awan. Seharusnya saya tidak akan betah berlama-lama di pantai ini jika hadir 10 tahun lalu. Panas yang kuat hanya akan menggosongkan kulit, membuat badan dehidrasi, cepat lelah, dan akhirnya memaksa saya lekas enyah. Tapi sekarang, di balik rerimbunan pohon cemara udang, saya awet berdiam dan bertahan. Terpaku diri pada keriuhan laut selatan Jawa yang mendamaikan.
Saya
tak bosan memandang ombak yang bergulung-gulung, seperti mereka sedang
girang berkejar-kejaran. Setiap kali deburannya memeluk daratan, tepian
hitam tersiram menghapus pasir panas kerontang.
Ah, sepasang anak muda seusia SMA melintas. Mereka tampak mesra berjalan, berkejaran lalu berpelukan. Perangainya seolah menganggap Pantai Petanahan hanya milik mereka berdua. Sesekali, perahu nelayan melintas di lautan biru. Menggaris cakrawala Samudera Hindia. Pemandangan ini sungguh khas Pantai Petanahan yang sepi. Saya selaksa mengais kenangan silam tapi dalam bentuk jauh berbeda.
Ah, sepasang anak muda seusia SMA melintas. Mereka tampak mesra berjalan, berkejaran lalu berpelukan. Perangainya seolah menganggap Pantai Petanahan hanya milik mereka berdua. Sesekali, perahu nelayan melintas di lautan biru. Menggaris cakrawala Samudera Hindia. Pemandangan ini sungguh khas Pantai Petanahan yang sepi. Saya selaksa mengais kenangan silam tapi dalam bentuk jauh berbeda.
Ya, karena Pantai Petanahan telah jauh berubah. Pantai favorit di Kebumen, kampung halaman saya, telah jauh lebih baik.
Semua berubah sejak Hutan Wanagama III hadir di Pantai Petanahan. Sebuah hutan penelitian dan wisata alam
yang dikonservasi oleh Fakultas Kehutanan UGM. Dulunya Pantai Petanahan
ibarat penggorengan di kala tengah siang. Terik surya bisa memanaskan
pasir hingga 70 derajat C. Angin samudera biasa menerbangkan pasir panas
yang mengganggu saluran pernafasan dan tak ramah bagi kulit. Tapi sejak
ditanamnya ribuan Casuarina equiisetifolia (nama Latin Cemara Udang), keteduhan dan kesegaran setia memayungi Pantai Petanahan.
Saat
ini pohon-pohon Cemara Udang telah tumbuh tinggi. Ranting-ranting dan
daun-daunnya telah merentang dan merapat. Saya mencoba masuk menelusuri
rerimbunan hutan Cemara Udang. Rasanya sudah seperti di tengah belantara
hutan berusia puluhan tahun. Padahal Hutan Wanagama ini baru berusia 7
tahun.
Semakin
masuk ke tengah, saya mendengar kicauan burung-burung derkuku. Mereka
bernyanyi bersahutan memecah suasana sepi. Lebatnya vegetasi cemara
udang telah menarik burung-burung untuk membuat habitat di Wanagama III.
Pasir yang menjadi lahan cemara udang tumbuh pun telah memadat. Tak
lagi rapuh jikalau diterpa angin kencang dari samudera. Wanagama III
telah menjadikan ekologi Pantai Petanahan sebagai pesisir yang sejuk dan
ramah.
Saya terkaget tatkala menjumpai sesosok manusia di
tengah hutan. Sambil membawa sabit. Pikir saya, dia akan mencelakakan
saya. Ah, ternyata dia adalah Pak Yadiman, lelaki separuh baya yang
merupakan warga sekitar Pantai Petanahan.
“Sedang apa Pak di tengah hutan ini?” tanya saya sambil mendekat, menyapa.
“Sedang
mencari ranting-ranting yang jatuh untuk kayu bakar di rumah. Sekalian
nanti mau cari rumput di pinggir hutan, untuk pakan sapi” jawabnya
sembari memungut ranting yang berserakan.
Masyarakat
sekitar Wanagama III telah merasakan manfaat langsung keberadaan hutan,
yakni sebagai lahan mencari kayu. Dulu sebelum ada hutan, kawasan ini
hanyalah gundukan-gundukan pasir yang gersang. Tumbuhan tak bisa tumbuh
sehingga masyarakat tidak mungkin mencari kayu bakar di sini. Masyarakat
mesti masuk ke kampung-kampung yang menjorok jauh ke daratan agar
mendapatkan kayu bakar.
“Selain kayu, apa manfaat hutan cemara udang bagi masyarakat?”
“Kata pemerintah, untuk mencegah tsunami sampai ke perkampungan.” ungkap Yadiman.
Cemara Udang dan Tsunami
Adalah
Tsunami Pangandaran tahun 2006 yang membuat resah Rustriningsih, Bupati
Kebumen saat itu. Betapa tidak, tsunami yang lokasinya jauh di
Pangandaran Jawa Barat, nyatanya juga menghantam pesisir selatan
Kebumen.
Dari
Laporan BMG tentang Survey Tsunami Pantai Selatan Jawa Agustus 2006,
beberapa pantai di Kebumen terkena air tsunami sampai sejauh 200 meter.
Di pantai-pantai seperti Suwuk dan Ayah, terjadi kerusakan infrastruktur
dan memakan korban jiwa.
Bupati wanita pertama di Indonesia ini pun gelisah. Pesisir Kebumen tidak memiliki benteng alami penghadang tsunami. Sepanjang 57,5
km pesisir pantai Kebumen berkontur dataran rendah yang cukup padat
didiami oleh penduduk. Terlebih pantai-pantai Kebumen telah mengalami
kerusakan ekologis akibat maraknya penambangan pasir laut. Rustriningsih
mencari seribu akal untuk ‘mengamankan’ daerahnya dari ancaman tsunami
sekaligus merehabilitasi pantai yang rusak.
Gayung
pun bersambut. Darori Wonodipuro, Dirjen RLPS Kementerian Kehutanan RI
yang juga putra asli Kebumen, memiliki visi sama dengan Rustriningsih.
Lembaga yang dipimpinnya bertanggung jawab terhadap kewajiban
merehabilitasi kawasan hutan rusak dan lahan kritis. Digagaslah
kerjasama rehabilitasi pesisir selatan Kebumen dengan menggandeng
Fakultas Kehutanan UGM Yogyakarta, almamater Darori. Upaya ini dimulai
di Pantai Petanahan, Kebumen.
Penghijauan
Pantai Petanahan Kebumen melibatkan Kementerian Kehutanan RI, Pemda
Kebumen dan Fakultas Kehutanan UGM. Program ini termasuk dalam Gerakan Rehabilitasi Hutan dan Lahan (Gerhan) yang menggunakan dana Rp2,7 miliar dari APBN 2007. Ada
upaya sinergis antara kalangan akademik, masyarakat, pemerintah daerah
dan pemerintah pusat untuk menyukseskan rehabilitasi Pantai Petanahan. Lahirlah
Wanagama III seluas 360 hektar di Pantai Petanahan yang kini
diperuntukkan sebagai hutan pendidikan, penelitian dan wisata.
Tumbuhan
cemara udang dipilih sebagai vegetasi utama di Wanagama III. Hal ini
didasarkan dari penelitian Prof. Dr. Suhardi, MSC, guru besar Fakultas
Kehutanan UGM. Pembuatan lapisan cemara udang di sepanjang pantai berfungsi sebagai benteng pelindung dari tsunami. Hutan
cemara udang juga menjadi tempat berkembangnya satwa yang sangat peka
dengan tanda-tanda terjadinya tsunami, sehingga dapat memberi isyarat
kepada masyarakat akan datangnya tsunami.
Cemara
udang akan mampu menahan tiupan angin kencang, hempasan gelombang laut,
dan terpaan pasir yang bergulung di sepanjang pantai selatan. Oleh
karena itu, cemara udang sangat baik digunakan sebagai windbarrier di kawasan pantai yang rentan terhadap bahaya angin kencang dan tsunami.
Dari
katalog gempa yang disusun Newcomb dan McCann (1987), sejarah mencatat
bahwa pesisir selatan Jawa, sekitar Jawa Tengah dan Jogja, rentan
terjadi gempa dan tsunami. Kebumen menjadi salah satu daerah yang rawan
terkena bencana ini. Pada tahun 1840 telah terjadi gempa besar dengan
skala lebih dari 8 MMI. Tsunami menyertai gempa yang diduga memiliki
magnitud 7 ini, yang menerjang pesisir Kebumen, Purworejo hingga
Gunungkidul.
Pada tahun 1867, terjadi gempa dengan magnitude
8 di pesisir selatan Jawa. Daratan antara Kebumen hingga Madiun
terguncang keras dengan skala getaran melebihi 8 MMI. Menyusul gempa
tahun 1875, yang kemungkinan adalah gempa cukup dalam (gempa
intralempeng) dengan estimasi magnitude 7, menggetarkan pesisir dari
Pelabuhan Ratu hingga Gunungkidul pada skala 5-7 MMI. Pada 24 Juli 1943
terjadi lagi gempa dengan magnitude 8,1 yang berepisentrum di 9,5 LS 110 BT dengan kedalaman sumber 90 km. Gempa ini membuat Kebumen porak-poranda.
Data
BMG (2006), pada Gempa Tasikmalaya 6,8 SR, 17 Juli 2006 yang berakibat
tsunami Pangandaran, kawasan Pantai Kebumen dihantam tsunami yang
menyebabkan rusaknya infrastruktur wisata pantai dan pelabuhan serta
jatuhnya korban jiwa. Di Pantai Petanahan, tinggi tsunami mencapai 4,5
meter dengan tingkat genangan daratan sejauh 100 meter. Paling
baru, terjadi gempa 5,1 SR di lepas pantai Kebumen pada 14 Juli 2012,
yang getarannya dirasa cukup kuat oleh masyarakat Kebumen.
Kawasan
Pantai Selatan Jawa memang rentan terhadap bahaya gempa dan tsunami. Di
laut selatan Pulau Jawa, terdapat pertemuan antara jalur lempeng
Oseanik Indo-Australia dan lempeng benua Eurasia. Sewaktu-waktu, bisa
terjadi gempa akibat terjadinya tumbukan pada dua jalur lempeng besar
ini.
Bahayanya, gempa di laut selatan Pulau Jawa merupakan tipe Sesar Naik (Thrusting Fault).
Tipe gempa sesar naik pada umumnya akan menyebabkan terjadi deformasi
dasar laut yang signifikan, sehingga dapat menimbulkan terjadinya
gelombang tsunami.
Mengantisipasi kondisi demikian, upaya mitigasi
tsunami dengan penanaman hutan cemara udang pun gencar dilakukan di
kawasan pantai Selatan Jawa. Di daerah pesisir D.I. Yogyakarta telah
ditanami cemara udang yang membentang dari Pantai Samas hingga Pantai
Pandansimo. Kab. Purworejo tak ketinggalan. Di pesisirnya mulai ditanami
tumbuhan cemara udang untuk menghadang tsunami.
Kabupaten
Kebumen menanami pohon Cemara Udang di Pantai Ambal, Mirit, Petanahan,
Puring hingga Suwuk. Daerah lain seperti Tulungagung, Jawa Timur juga
telah menanami pesisir pantainya dengan cemara udang. Sepertinya semua
daerah sedang berlomba-lomba untuk menghiasi pesisir selatannya dengan
hutan cemara udang. Ini tentu sebuah berita bagus dalam upaya mitigasi
tsunami di Indonesia.
Mengubah Lahan Gersang
Siapapun pasti penasaran, di kawasan pantai yang panas dan gersang kok
bisa ditanami oleh tetumbuhan cemara udang. Bagaimana lahan pasir yang
panasnya hingga 70 derajat bisa ditanami tumbuhan? Terlebih ketika
disiram, tidak kah air pasti akan lekas meresap? Lebih penasaran lagi
adalah yang ditanam adalah cemara. Padahal, cemara identik dengan
tanaman di dataran tinggi. Bagaimana bisa tumbuh subur Hutan Wanagama
ini?
Beruntunglah,
Fakultas Kehutanan UGM melakukan penelitian ilmiah tentang cara
mengatasi problematika menanam di lahan pasir yang gersang dan tandus.
Penanaman cemara udang di Wanagama III dan daerah lainnya bisa sukses
lantaran tim Fakultas Kehutanan UGM mengembangkan teknologi block press. Metode penanaman ini memasukkan bibit cemara udang ke dalam tanah liat yang sudah dicampur dengan pupuk organik kemudian dipres dalam polybag. Setelah itu baru ditanam di tanah berpasir.
Upaya
ini sesungguhnya berasal dari penelitian terus menerus akademisi UGM.
Jelas lahan pasir akan sangat sulit ditanami apapun karena kadar garam
yang tinggi dari udara yang tertiup kencang. Pada
awalnya, dilakukanlah usaha penanaman vegetasi seperti cemara (bukan
cemara udang), nyamplung, dan ketapang di Pantai Samas, Bantul. Namun,
selalu berakhir dengan kematian tumbuhan. Lahan pertanian terus terdesak
jauh ke belakang dan menjauh dari pantai.
Hingga
kemudian dicobalah cemara udang yang berasal dari Sumenep Madura.
Ternyata cemara udang ini cocok ditanam di lahan berpasir yang gersang.
Teknologi ini lalu dikembangkan lebih lanjut dan disebarkan secara luas
di pantai-pantai Laut Selatan Jawa, di pesisir Jawa Tengah dan D.I.
Yogyakarta, yang notabene berpasir, panas dan gersang.
Selain sebagai mitigasi tsunami, hutan cemara udang sangat baik untuk membuat lahan sekitar
pantai menjadi produktif. Saat ini, masyarakat pesisir sudah bisa
menanami berbagai macam tanaman seperti cabai, pepaya, terong, bawang
merah, semangka, ketela rambat, singkong bahkan sayuran seperti kacang
panjang di pesisir pantai. Kawasan di sekitar hutan cemara udang pun
bisa dijadikan sebagai tambak udang dan peternakan karena kemampuan
pohon ini mengikat nitrogen (biasanya disebut pupuk urea alami).
Rapatnya daun cemara udang bisa mencegah meluasnya wilayah bergaram di sekitar pantai. Pohon cemara udang mampu menetralkan angin
dari lautan yang mengandung salinitas. Selain itu udara panas yang
berada di daerah pesisir dapat didinginkan dengan kesejukan dari oksigen
yang dihasilkan pepohonan cemara udang.
Terpaan
badai yang membawa pasir berat juga bisa dihalangi oleh dahan-dahan
pohon cemara udang sehingga tidak merusak tanaman. Dan, tentunya membuat
kawasan pantai selatan Jawa menjadi rindang dan sejuk. Wisatawan yang
berkunjung ke pantai-pantai selatan bisa berteduh sembari melihat
penorama Samudera Hindia.
Roda ekonomi pesisir selatan lebih berputar semenjak adanya hutan pantai cemara udang. Tatkala saya tadi memasuki Pantai Petanahan, di kanan kiri jalan tumbuh pepohonan Pepaya California. Dulunya lahan ini kering, idle. Masih
ingat sewaktu kecil tamasya ke Pantai Petanahan, saya mesti melewati
kawasan yang luas dan panas, tiada tetumbuhan selain rumput liar.
Sejak
Pantai Petanahan ditumbuhi cemara udang, lahan-lahan pertanian warga
pun berkembang dengan pesat. Menggantikan lahan tandus. Kawasan ekologi
Pantai Petanahan dan sekitarnya telah berubah. Dari lahan gersang kini
menjadi lahan produktif yang bisa dipanen ekonomis.
***
Sebuah
prasasti peresmian Wanagama III menjadi tengara mencolok di gerbang
kawasan Cemara Udang Wanagama III Pantai Petanahan. Tertanggal 18
Desember 2010. Wanagama III diresmikan langsung oleh Menteri Kehutanan
RI Zulkifli Hasan, SE, MM.
“Kalau dilakukan dengan serius, daerah pantai yang panas, tandus, dan gersang ternyata bisa dihijaukan dengan baik” kata Zulkifli Hasan saat peresmian yang dikutip dari laman www.antara.com. Penghijauan Pantai Petanahan menjadi contoh program Penghijauan Tanaman Hutan Pantai secara nasional.
Menarik dicermati bahwa sesungguhnya penghijauan pesisir pantai masih membutuhkan upaya besar. Masih banyak pantai-pantai berpasir, di pesisir selatan Jawa pada khususnya dan di Indonesia pada umumnya, yang gundul. Belum memiliki vegetasi penghadang tsunami. Masih tandus, kerontang dan gersang. Begitu rentan dan rawan.
Padahal Indonesia berada di Ring of Fire
dimana bencana gempa dan tsunami sudah seperti kawan akrab sehari-hari.
Kita laksana hidup mati di atas tanah bencana. Semestinya upaya
menyelamatkan pesisir dari potensi tsunami harus menjadi tanggung jawab
bersama. Tak semata sebagai tanggung jawab pemerintah. Harus ada upaya
bersama dari pihak swasta, akademisi, pemerintah dan masyarakat.
Bukan kah indah kalau semua bergerak menghijaukan pesisir, menghadang tsunami? Ya, tak ada salahnya bertindak seperti pesan Iwan Fals dalam lirik lagu “Pohon untuk Kehidupan”
Satukan hati / Tanam tak henti / Pohon untuk kehidupan
Dihatiku ada pohon / Dihatimu ada pohon / Pohon untuk kehidupan
Yadiman
dan warga pesisir lainnya di Indonesia pasti akan senang, andaikan
semua pihak membantu. Mereka pun tak akan terlalu resah terhadap ancaman
datangnya tsunami yang menjangkau kampungnya. Setidaknya mereka bisa
tenang karena ada hutan cemara udang yang menjadi penghadang.
“Kami
bersyukur. Adanya Wanagama ini, semoga bisa menyelamatkan kampung
kami.” harap Yadiman dengan adanya hutan cemara udang di Pantai
Petanahan.
Jika
pun tak ada tsunami (semoga ini yang terbaik), mereka juga pasti girang
karena hutan cemara udang menyulap lahan berpasir menjadi ladang
pertanian yang menyejahterakan.
0 komentar