Makin Akrab pada Gizi Kepulauan Seribu
Juni 10, 2013Kegiatan perburuan gizi di Kepulauan Seribu masih berlanjut. Hari pertama adalah tentang perkenalan. Hadir untuk meraba-raba di Pulau Pari dan Pulau Lancang. Hari kedua dan ketiga adalah tentang semakin mengakrabkan. Melakukan penelusuran lebih dalam pada realitas masyarakat, upaya pemenuhan gizi, cara pengolahan makanan di Kepulauan Seribu.
Dan, tidak ketinggalan, juga tentang makin mengintimkan persahabatan di antara peserta Jelajah Gizi. Orang-orang yang ‘menyepi’ ke Kep. Seribu dalam Jelajah Gizi ibarat sudah selayak satu keluarga besar. Kehangatan dan keramahan ada dimana-mana. Mudah merekat mencipta ikatan tak terpisahkan. Setelah satu hari di Kepulauan Seribu, saya juga mulai melebur. Larut pada alam, gizi dan realitas masyarakat Kep. Seribu. Sudah tertambat cinta pada kehidupan laut Kepulauan Seribu.
Hari-hari selanjutnya adalah tentang mendulang cerita-cerita di Pulau Harapan, Pulau Pramuka, dan Pulau Nusa Karamba.
Inspirasi dari Daratan Pulau Harapan
Kepulauan Seribu tidak sekedar memiliki kekayaan pangan dari hasil lautnya. Mengulik pangan dari daratan pulau-pulaunya pun tak kalah memberi pengalaman luar biasa. Bagaimanapun juga, meski dikelilingi lautan, masyarakat Pulau Seribu juga memiliki sumber pangan yang dihasilkan di darat. Pada sebuah pagi yang muram tapi tetap dengan perasaan riang, Jelajah Gizi mengeksplorasi Pulau Harapan sebagai awal jelajah hari ke II di Kep. Seribu.
Kress... Kress.. Kress... Begitu renyah keripik sukun yang saya kunyah. Rasa asin dan gurih begitu membekas di lidah. Ada rasa yang khas dari kerupuk sukun P. Harapan yang tak dimiliki daerah di daratan. Rasa amis khas laut turut mewarnai rasa kerupuk ini. Bentuk keripik sukun dari P. Harapan lebih besar. Warna kuningnya menyiratkan kesegaran dari buah sukun yang diolah. Keripik sukun juga tepat menjadi camilan yang merekatkan keakraban saat kami duduk-duduk di tepian pantai Pulau Harapan.
Prof. Ahmad Sulaeman menerangkan, meski sekedar keripik yang sering dipandang sebelah mata, ternyata keripik sukun memiliki kandungan gizi yang lumayan. Ada karbohidrat, protein dan lemak yang terkandung pada keripik sukun ini. Lemak berasal dari minyak yang digunakan untuk menggoreng sukun. Kandungan karbohidrat sukun begitu tinggi tetapi rendah kalori sehingga bagus sebagai menu diet. Sukun juga berkhasiat dikonsumsi penderita jantung, ginjal, liver, dan diabetes.
Adanya sumber pangan yang bergizi di daratan, membuat masyarakat pulau akan aman pangan ketika musim-musim laut sedang bergejolak. Saat musim ombak tinggi tentu menyulitkan transportasi untuk pemenuhan kebutuhan pangan bagi pulau-pulau kecil seperti Pulau Harapan. Dengan konsumsi sumber pangan daratan seperti sukun, kebutuhan pangan dan gizi penduduk setidaknya tetap bisa tercukupi. Masyarakat Pulau Harapan patut beruntung karena pohon sukun bisa tumbuh dengan baik di pulaunya dan diolah menjadi makanan bergizi.
Menyusuri perkampungan Pulau Harapan sungguh mengasyikkan. Suasana kampung begitu asri dan bersih. Jalanan kampung ber-paving block tertata rapi dengan pagar-pagarnya. Rumah-rumah penduduk harmonis berimpitan dengan tanaman di halamannya. Di pantai, kondisinya bersih dari taburan sampah yang merapat ke daratan. Setiap kali berjumpa dengan warga, senyum dengan mudah merekah dari wajah-wajah ceria mereka. Dan anak-anak kecil, selalu saja keluguannya mengusik saya untuk menggoda mereka.
Pulah Harapan menjadi sepenggal kisah sukses tentang kepedulian masyarakat dalam menjaga kebersihan lingkungan di sebuah pulau.Pulau seluas 6,7 Hektar pun ditetapkan sebagai pulau terbersih dan terapi di Kepulauan Seribu. Ada sebuah taman yang menjadi simbol prestasi kebersihan, kesehatan dan kerapian Pulau Harapan, yakni Taman Terpadu di dermaga.
Muntaha (51) bisa menjadi secuil cerita warga P. Harapan yang sangat peduli terhadap kesehatan dan keasrian pulau tercintanya. Rumahnya disulap menjadi semacam ‘Rumah Sehat’. Di pekarangannya yang tak begitu luas, disulaplah menjadi perkebunan. Beragam tanaman buah-buahan, sayuran dan obat bisa tumbuh dengan subur. Rumahnya yang sederhana pun menjadi teduh dan sangat asri. Betul-betul penggunaan lahan yang sangat efektif dan efisien.
Kebutuhan pangan dan gizi Muntaha sudah bisa dipenuhi dari kebunnya. Ada tanaman seperti belimbing, sawo, anggur, aneka sayuran, sukun menghias di pekarangannya. Bahkan, ada pohon tulung yang daunnya bisa dimanfaatkan sebagai obat banyak penyakit, seperti sakit kepala dan darah tinggi.
“Saya jarang beli sayuran dan buah-buahan karena di kebun sudah tersedia untuk kebutuhan sehari-hari. “ ujar pria tekun dan ramah yang juga mengabdi menjadi guru SD Pulau Harapan.
Kini, upaya Muntaha pun mulai banyak diikuti oleh para tetangganya. Masyarakat P. Harapan sadar bahwa di tengah laut cuaca yang panas dan tak menentu, paling aman adalah memenuhi kebutuhan gizi dimulai dari pekarangannya sendiri. Membuat kebun sendiri adalah jaring pengaman pangan dan gizi yang bisa bernilai ekonomis.
Di Pulau Harapan, Jelajah Gizi juga mengadakan acara memasak bersama Chef Opik. Seperti biasa, ibu-ibu PKK hadir untuk menyaksikan acara yang sekaligus dirangkai sebagai CSR Sari Husada. CSR Sari Husada juga dilakukan di Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD) Tunas Harapan Pulau Harapan. Emmm, Apa ya yang akan dimasak oleh Chef Opik?
Kali ini Chef Opik akan memasak Singkong Ketan Saus Santan dipadukan dengan Mangga dan Rumput Laut. Kreasi masakan ini punya nuansa kental dengan bahan pangan dari daratan. Ada singkong, ketan, kelapa, dan mangga yang notabene bisa didapatkan di Pulau Harapan. Kombinasinya dengan rumput laut memberi kesan bahwa masakan lezat ini juga tetap punya hubungan dengan lautan, tempat kehidupan warga Pulau Harapan tak bisa dipisahkan darinya.
“Bagaimana kalau singkong diganti dengan sukun saja? Kan, sukun lebih mudah didapatkan di Pulau Harapan” pinta Pak Lurah.
Menurut Prof. Ahmad Sulaeman, malahan lebih bagus kalau menggunakan sukun sebagai pengganti singkong. Dari sisi gizi, jauh lebih bagus sukun dibandingkan singkong. Kandungan karbohidrat lebih banyak dan rendah kalori. Protein lebih tinggi.
Pulau Harapan dikenal juga sebagai pulau pembudidaya mangrove. Hampir setiap kampung memiliki budidaya mangrove. Di pesisir P. Harapan, sebagian telah ditanami Hutan Mangrove. Hutan Mangrove ini berfungsi untuk melindungi daratan Pulau Harapan dari abrasi perairan Kep. Seribu yang kian hari kian parah. Mangrove juga bermanfaat untuk melindungi dari terjangan badai atau angin kencang di lautan. Jelajah Gizi berkesempatan juga menanam Pohon Mangrove bekerja sama dengan Balai Pengelola Taman Nasional Kepulauan Seribu. Pulau Harapan termasuk dalam kawasan Taman Nasional Kepulauan Seribu.
“Buah mangrove ada yang bisa dimakan lho. Dari jenis mangrove api-api.” ungkap Prof Ahmad. “Ada kandungan gizi seperti betakaroten dari vitamin A dan protein." Hanya saja belum banyak masyarakat yang bisa mengolahnya karena perlu dihilangkan dulu kandungan racun asam sianida
Namun, di Pulau Harapan tidak ada jenis mangrove api-api (Avicennia marina). Kebanyakan adalah jenis Rhizophora Stylosa yang biasa dikenal dengan tanaman bakau biasa. Mangrove api-api di Kep. Seribu banyak ditemukan di Pulau Penjaliran, letaknya tidak jauh dari Pulau Harapan. Tapi. Tak menutup kemungkinan, jika mangrove api-api bisa dilirik masyarakat sebagai sumber pangan, pesisir Pulau Harapan bisa ditanami jenis mangrove api-api. Sebuah kabar baik. Ada satu lagi harapan sumber pangan di Pulau Harapan.
‘Kreasi’ Sate Gepuk di Pulau Pramuka
Kehidupan bahari masyarakat turut menginsipirasi terciptanya ragam kuliner khas yang berasal dari laut. Tak terkecuali dengan masyarakat Kepulauan Seribu. Ada satu kuliner dari Kep. Seribu yang begitu tersohor, yakni Sate Gepuk. Sate Gepuk adalah olahan ikan terbungkus daun pisang yang dibakar, berwujud mirip pepes. Setiap orang yang datang ke Kep. Seribu belum lengkap rasanya kalau tidak mencicipi Sate Gepuk Kep. Seribu.
Dan, Jelajah Gizi tidak sekedar mencicipi. Namun, akan membuat langsung masakan Sate Gepuk!
Pulau Pramuka dipilih sebagai lokasi memasak rombongan Jelajah Gizi. Pulau yang menjadi ibukota Kabupaten Administratif Kepulauan Seribu pun adalah tujuan Jelajah Gizi setelah Pulau Harapan. Meskipun aslinya berasal dari Pulau Panggang – tetangga Pulau Harapan, masyarakat Pulau Harapan juga mahir membuat Sate Gepuk. Sate Gepuk sudah menjadi identitas kuliner masyarakat Kep. Seribu pada umumnya.
Kegiatan memasak Sate Gepuk ini diberi tajuk Nutrition Hunt. Dari segi namanya saja, sungguh keren dan menantang. Ada nuansa perburuan. Ya, memang benar karena para peserta akan melakukan kegiatan berburu. Berburu berbagai bahan untuk pembuatan Sate Gepuk di pelosok-pelosok Pulau Pramuka. Berburu alat yang diperlukan untuk memasak Sate Gepuk kepada masyarakat. Sebelum bergerak, peserta Nutrition Hunt dibekali dulu informasi bahan dan tentunya uang belanja.
Seorang ibu PKK Pulau Pramuka bersemangat menjelaskan apa saja bahan-bahan Sate Gepuk. Disertai juga dengan cara memasaknya. Sate Gepuk bisa menggunakan ikan laut apa saja. Paling baik adalah ikan tongkol yang memiliki tekstur yang halus dan banyak dagingnya. Bumbu-bumbu sate Gepuk antara lain adalah cabe merah, cabe rawit, bawang putih, ketumbar, lada, pala, jahe, kayu manis, daun talak dan gula merah. Tidak lupa untuk sediakan parutan kelapa dan daun pisang untuk membungkus Sate Gepuk.
Empat kelompok langsung menyerbu ke penjuru kampung Pulau Pramuka. Saya tergabung dalam kelompok D bersama @nengbiker, @multimehdia, @rusabawean, @heniwiradimaja dan kang Asep. Target pertama adalah ikan tongkol. Ah, bukan perkara mudah mendapatkan ikan tongkol yang saat itu sedang sepi musim tongkol. Kami pun menggantinya dengan bandeng. Perburuan bumbu berhasil, sampai membuat rusuh sebuah toko warga. Sayangnya, satu bumbu penting yakni Pala tidak didapat.
Memasak dalam waktu terbatas dengan bahan dan peralatan minim sudah barang tentu menjadi absurdisitas tersendiri. Harus berebut alat sana-sini. Ya cobek lah, parutan, apapun itu. Ini menyiratkann sebuah pembelajaran untuk bertindak efisien dan efektif. Hingga waktu yang ditentukan, dilakukanlah penjurian oleh Chef Opik. Penjurian sesi pertama adalah menilai bumbu terlebih dulu.
Emmmm.. Rasanya Chef nyaman-nyaman saja, yang artinya hasil racikan bumbu kami paling tidak aman-aman saja. Kalau dikatakan enak, juga meragukan karena masih sekedar bumbu yang belum ‘terlihat’.
Proses selanjutnya adalah membuat adonan sate, yakni mencampurkan bumbu dengan fillet ikan yang sudah dipisahkan dari tulangnya. Pencampuran dilakukan dengan menggepuk-gepuknya, menumbuk-numbu antara ikan dengan bumbu. Inilah yang kemudian menjadi muasal nama sate ini disebut sate gepuk. Masalahnya adalah menggunakan apa? Tidak ada alat penggepuk. Mau alu, cobek atau apa lah yang bisa menggepuk itu tak ada. Tak ada juga kompor untuk menyangrai untuk ‘mengeluarkan’ minyak dari adonan Sate Gepuk.
Untungnya panitia ‘berbaik hati’. Peserta tidak perlu membuat adonan sate gepuk. Sekarang yang dinilai bukanlah kesempurnaan rasa Sate Gepuk. Tapi, kreasi penyajian garnis Sate Gepuk yang menggoda mata dan lidah. “Masakan juga harus sedap dipandang dan memiliki seni penyajian”, begitu pesan Chef Opik yang waktu ikut Master Chef jago sekali meng-garnis berbagai masakan.
Kami pun tinggal memasukkan adonan milik panitia ke dalam daun pisang, membakar lalu merias secantik mungkin sajian Sate Gepuk. Lagi-lagi Chef Opik yang menjurinya. Lagi-lagi Chef Opik juga nyaman-nyaman saja. Emmm..
Kami beruntung. Di tengah segala keterbatasan alat dan bahan, cukup mengejutkan kami bisa menjadi Juara II. Dan, tahukah apa yang membedakan dengan Juara I yang diraih kelompok B? Ya, karena Pala. Rempah satu ini memang menjadi pembeda rasa yang signifikan. Ada pala berarti juara. Kelompok B memang menjadi satu-satunya tim yang mendapatkan pala dalam Nutrition Hunt. Aroma pala memang sangat kuat yang membuat kaya cita rasa Sate Gepuk.
Dari segi gizi, Sate Gepuk pantas dibanggakan. Ikan tongkol dan bandeng yang digunakan, jelas kaya kandungan protein hewani. Kandungan protein pada ikan lebih tinggi daripada sumber protein lain seperti ayam, daging, telor. Protein adalah zat yang sangat esensial bagi kesehatan tubuh.
Tidak diragukan pula, ikan laut mengandung omega-3 yang kaya. Asam lemak Omega-3 bisa menurunkan kadar kolesterol darah dan menghambat proses terjadinya penyumbatan pembuluhan darah. Dan, tentunya omega-3 pada ikan sangat baik untuk menghambat penuaan dan merawat daya ingat. Bagi anak, Omega-3 penting untuk kecerdasan otak dan perkembangan tubuh. Bagi ibu hamil dan menyusui, ikan mengandung yodium untuk mencegah cacat janin, anak kerdil, pertumbuhan terhambat, dan keterbelakangan mental.
Nutrition Hunt di Pulau Pramuka memberi banyak pelajaran penting. Ada persahabatan dan soliditas di antara anggota tim untuk mewujudkan ‘misi’ Sate Gepuk. Ada persentuhan langsung dengan masyarakat lokal dengan ‘blusukan’ mendekat dan menyapa mereka. Ada pengetahuan baru yang sangat bermakna tentang kekayaan dan keunikan sumber pangan dari masyarakat pesisir. Dan, ada cerita-cerita gizi yang bisa menjadikan hidup kita lebih sehat dan enak dari lezatnya kuliner Sate Gepuk.
Bandeng Nusa Karamba
Cuaca Kepulauan Seribu hari itu begitu galau. Gamang dalam menyongsong hari terakhir Jelajah Gizi.
Pagi dibuka dengan mendung yang muram. Sunrise yang diharapkan hanyalah bualan. Selanjutnya hujan mengguyur deras, membuat enggan beranjak dari nyamannya kasur Pulau Putri. Juga membatalkan impian bersnorkeling ria. Dan, mentari baru mau bersinar setelah awan-awan hitam berbaik hati membuka tabirnya saat Jelajah Gizi akan lepas dari dermaga Pulau Putri menuju Nusa Karamba.
Ikan hiu berkeliaran harmonis bersama ikan lainnya di sebuah kolam Nusa Karamba. @iqbal_kautsar |
Saat tiba di Nusa Karamba, cuaca sepertinya akan baik-baik saja. Awalnya, cerah mentari membuat beningnya air bisa mempertontonkan ikan-ikan yang berkejaran di karamba-karamba. Tapi. Ketika sudah masuk di Nusa Resto, hujan mengguyur deras lagi. Ah, alam Kepulauan Seribu sepertinya masih galau melepas Jelajah Gizi untuk mengakhiri petualangannya. Pulau Nusa Karamba adalah tujuan terakhir dari Jelajah Gizi.
Pulau Nusa Karamba sebenarnya bukanlah pulau, melainkan sebuah gosong. Terletak di antara Pulau Pramuka, Pulau Panggang dan Pulau Karya. Nusa Karamba memiliki pengelolaan Aquaculture oleh PT Nuansa Ayu Karamba. Pulau ini menjadi tempat budidaya berbagai ikan, seperti bandeng, kerapu, bawal bintang, kerapu macan dan kakap putih. Di pulau ini juga terdapat Nusa Resto, rumah makan terapung untuk menikmati sajian hidangan laut langsung dari tempat asalnya.
Keunikan lain di Nusa Karamba adalah adanya beberapa kolam aneka ikan laut dan ikan laut hias. Sebuah pemandangan yang cukup menghibur untuk bisa melihat kejar-kejaran ikan tanpa perlu basah-basahan berenang di air. Makin menariknya, di salah satu kolam ada hiu. Dia tampaknya suka ‘mengganggu’ ikan lain, tapi tetap baik hati, jauh dari kesan sebagai sang predator. Hiu bisa hidup harmonis bersama ikan lain. Nusa Karamba juga cocok bagi orang yang suka memancing karena ada kolam khusus pemancingan. Biasanya, pengunjung senang memancing Ikan baronang dan bandeng.
Tim Jelajah Gizi melakukan santap siang di Nusa Resto, Pulau Nusa Karamba. Acara ini sekaligus menjadi penutupan Jelajah Gizi. Pesta makan laut pun dilakukan. Aneka masakan laut dihidangkan. Namun, paling spesial adalah sajian ikan bandeng. Bandeng adalah komoditas paling khas di Nusa Karamba.
Saya antusias mencoba bandeng. Tentu jauh lebih terasa segar rasa ikan, jika menikmati ikan bandeng di tempat budidayanya. Emmmm., Masakan bandeng walaupun hanya digoreng kering asin saja, tetapi rasanya sangat membekas di lidah. Bandeng memang menjadi salah satu ikan favorit banyak orang. Rasa bandeng terkenal begitu gurih, tapi rasa daging netral (tidak asin seperti ikan laut). Selain itu, bandeng mudah diolah menjadi masakan, dari yang sederhana sampai yang ribet berbanyak bumbu.
Gizi bandeng juga membuat banyak orang memfavoritkannya. Seperti ikan laut lainnya, Asam lemak Omega-3 yang terkandung pada bandeng sangat kaya. Belum lagi kandungan protein, vitamin A dan B 1, mineral seperti kalsium, fosfor, besi. Rajin mengonsumsi bandeng akan membuat tercukupi kebutuhan protein, meningkatkan kecerdasan, mencegah jantung koroner, membantu pertumbuhan otak pada janin, dan meningkatkan daya tahan tubuh.
Ikan bandeng Nusa Karamba telah banyak dijual di toko dan supermarket Jakarta, yakni dengan label Farm & Hatchery. Ikan bandeng ini dikenal sebagai bandeng cabut duri karena telah dipresto untuk menghilangkan durinya. Satu keunggulan Bandeng Nusa Karamba adalah tidak memiliki bau lumpur yang biasanya terjadi pada bandeng yang dibudidayakan di daerah selain dari lingkungan air laut. Bandeng di Nusa Karamba dibudidayakan menggunakan air laut di karambanya.
Rasanya tak lengkap kalau ke Nusa Karamba tidak membungkus pulang bandeng khasnya. Beberapa peserta Jelajah Gizi menjadikannya sebagai oleh-oleh petualangan Kep. Seribu. Per kilogram ikan bandeng cabut duri dihargai Rp 50.000.
Sekarang, kegalauan cuaca Kep. Seribu akhirnya sirna. Sudah rela. Lepas dari Nusa Karamba kembali ke daratan ibukota teriring bersama cuaca cerah. Sekarang, kedamaian kompleks Pulau Pramuka, Nusa Karamba, Pulau Karya, Pulau Panggang dan Kep. Seribu yang perlahan melirih, selanjutnya membisu. Tergantikan dengan sayup pandang gedung-gedung tinggi Jakarta yang kian mendekat. Kami pulang menyeberang lagi kepada gegap gempita Jakarta.
***
Peserta Jelajah Gizi menikmati senja di perairan sekitar Pulau Putri. Blogger dan jurnalis bisa menjadi ujung tombak untuk menyebarkan informasi gizi agar masyarakat Indonesia melek gizi. Photo: @Nutrisi_Bangsa |
Sebuah perjalanan, penjelajahan, apapun itulah namanya, tentu tak sekedar berpindah dari satu tempat ke tempat lain. Tak sekedar loncat dari satu pulau ke pulau lain. Tak sekedar mengorek keindahan yang tertuang. Ada makna yang terkandung di dalam perjalanan. Ada tujuan dari tiap penjelajahan.
“Dari Jelajah Gizi ini, diharapkan kita akan membanjiri masyarakat dengan semakin banyak informasi gizi dari sumber pangan laut Indonesia. “ ungkap Pak Arif Mujahidin.
Tiga hari Jelajah Gizi di Kepulauan Seribu membawa misi penting. Kekayaan sumber laut Indonesia memiliki potensi besar untuk bisa meningkatkan gizi masyarakat Indonesia. Harus diakui, kesadaran masyarakat masih rendah dalam mengonsumsi ikan dan sumber pangan dari laut. Rata-rata konsumsi ikan orang Indonesia adalah 30 kg per kapita per tahun. Bandingkan dengan negara maju Asia, Jepang, mencapai 150 kg per kapita per tahun.
Upaya penyadaran yang dikemas lewat Jelajah Gizi adalah langkah kreatif sebagai bagian dari kepedulian perusahaan nutrisi, Sari Husada, terhadap gizi masyarakat Indonesia. Dengan mengajak blogger dan jurnalis, syiar gizi akan lebih mudah dan luas menyebar. Jelajah Gizi di Kepulauan Seribu pun bisa menyuguhkan contoh pelajaran berharga tentang berlimpahnya sumber pangan kaya gizi dari laut kita. Diharapkan masyarakat Indonesia bisa melek gizi, sehingga gencar mengkonsumsi ikan, rumput laut, dan hasli laut lainnya.
Jika kita makin sering dan banyak makan sumber pangan laut, bukankah kita makin pintar, makin sehat, makin semangat? Tidak kah nelayan makin senang, makin sejahtera? Dan bukankah bangsa Indonesia pun bisa makin maju dan produktif dalam menghasilkan karyanya? Jelas tegas jawabannya adalah TENTU SAJA!
“Kita tidak perlu lagi impor sapi, karena kebutuhan gizi sudah terpenuhi dari kekayaan sumber pangan laut kita sendiri!” ungkap Prof. Ahmad Sulaeman, seperti menyindir kebijakan pangan pemerintah selama ini.
Prof. Ahmad Sulaeman. Pakar gizi IPB yang banyak memberi pelajaran gizi untuk peserta Jelajah Gizi 2. Cerdas tapi kocak suka ngebanyol. |
1 komentar
I am going to do a deeper search on the reality of the community, nutrition fulfillment efforts, ways of processing food in the Thousand Islands.
BalasHapus