FKY 2013, Rekreasi Mengusir Gelisah Yogya
Juni 29, 2013FKY 2013 |
Kegelisahan mengandung sebentuk perasaan sayang. Tersurat sekaligus
tersirat sikap peduli terhadap realitas sebuah kota yang didera problematika yang
jauh dari keramahan untuk penduduknya. Seni bisa menjadi corong untuk
menyuarakan kegelisahan. Dengan kemolekan pembawaan, kreasi teater adalah wujud
protes yang elegan tapi efektif untuk
dimaknai masyarakat awam.
Yogyakarta sudah jauh dari realitas asri di era 1990-an.
Bahkan di enam tahun lalu sekalipun saat saya hadir pertama kali menginjakkan
kaki di Yogya. Romantisme jalanan yang lancar dan ruang yang nyaman sudah
hilang. Adanya kemacetan dimana-mana. Di jam-jam sibuk pada saat liburan, Jogja
semacam ‘neraka dunia’ yang tak bedanya dengan ibukota. Mirisnya, pemerintah
seakan membiarkannya. Hotel-hotel baru dibangun, lahan parkir tak jelas, sampah
visual iklan dimana-mana.
Festival Kesenian Yogyakarta 2013 hari keempat, 28/06/2013,
di Pasar Ngasem Yogyakarta, menjadi ajang para seniman Yogya ‘berteriak’ atas
kegelisahan nurani teruntuk kota tercintanya. Malam yang cerah berkelindan
dengan gegap gempita FKY. Ribuan orang antusias memadat di ampiteater Pasar
Ngasem untuk menyaksikan teatrikal seniman Yogya yang ‘gelisah’. Hadir untuk
merapatkan barisan membuat gerakan sosial kepedulian terhadap Yogya.
Teater Trotoar adalah salah satu pengisinya. Isu yang
diangkat pun terkait dengan kehidupan urban Yogya. Aksi pantomim dengan
berlatar reruntuhan Taman Sari yang bisu, mengusung protes sosial atas
terpinggirkannya kaum difabel dalam
belantara kota Yogya. Kaum difabel semestinya berhak juga diperhatikan dengan
ketersediaan trotoar yang ramah difabel. Sindiran untuk Yogya yang katanya
istimewa tapi kurang manusiawi untuk masyarakat difabel.
Gapura FKY 2013 Rekreasi. Kreasi bambu yang dianyam. |
Amphiteather Pasar Ngasem sebagai lokasi FKY 2013 dengan latar belakang Taman Sari. |
Suasana Pasare Kreasi. Sesak pengunjung dengan aneka hasil produk seni dan buudaya. |
“Ora Masalah Har!” Satu lagu parodi yang dinyanyikan oleh
ERWE Band, band yang dikenal di Kota Gudeg, yang dinyanyikan bersama komunitas
Jogja Last Friday Ride (JLFR), menjadi sindiran atas kebijakan pemerintah Kota
Yogyakarta yang ingin menghapus ‘sego segawe’. Kebijakan ‘sepeda kanggo sekolah dan nyambut gawe ‘padahal sudah merupakan
identitas dan gerakan Kota Yogya. ERWE Band juga menyanyikan lagu Jogja Last
Friday Ride untuk mengkonsolidasikan para pecinta sepeda untuk tetap teguh bergiat
dengan sepedanya. Ikhtiar mengurangi problematika kota Yogya.
FKY 2013 dilaksanakan pada tanggal 25 Juni – 5 Juli 2013.
Perhelatan kali ini sungguh istimewa karena bertepatan dengan seperempat abad FKY
yang telah kokoh menjadi ajang seni budaya kebanggan Yogya. Di usianya yang
ke-25 ini, FKY mengusung tema Rekreasi. Saatnya berkreasi kembali, berkreasi
lagi, kembali berkreasi agar mendapatkan penyegaran sebelum kembali kepada
rutinitas. Harapannya, kesenian bisa semakin dekat dengan masyarakat, dimaknai
dan dirasakan secara sederhana, ringan dan segar.
Pasar Ngasem menjadi pusat penyelenggaraan FKY 2013, selain
juga di ruang publik lain seperti Ambarukmo Plaza, Malioboro Mall, Plengkung
Gading, Trans Jogja, Bandara Adisucipto, kampung Taman Sari dan pelataran Taman
Sari. Pasar Ngasem dihias dengan pelbagai anyaman. Anyaman yang dibuat dari
lungsi dan pakan menjadi simbolisasi identitas untuk saling menguatkan satu
sama lain sehingga dapat berfungsi sebagai papan (tempat/wadah).
Selain pertunjukan seni di ampiteater, Pasar Ngasem disulap menjadi
Pasare Kreasi yang menghadirkan pameran dan penjualan produk kreatif, kuliner,
fashion, hobbies & komunitas. Tatkala berkeliling, saya bisa menemukan
jajanan tempo dulu khas Yogya seperti gatot, tiwul, lupis dan semacamnya. Aneka
batik dan barang kerajinan lainnya juga tersedia. Hiasan lampu yang melintang
di atas jalan makin menambah romantisme menelusur Pasare Kreasi.
Rasanya FKY 2013 ini memang pantas disebut sebagai ajang Rekreasi. Pada
tahun ini FKY melakukan penyegaran suasana karena tidak lagi dipusatkan di
Benteng Vredenburg dan sekitarnya. Pemindahan lokasi mendorong terciptanya
suasana baru sebuah kreasi seni masyarakat Jogja. Saya juga merasa
terekreasikan saat datang di FKY. Hiburan dengan balutan protes sosial adalah
favorit saya untuk menikmati kesenangan.
Tapi saya sempat gelisah. Dompet saya hilang saat bernyanyi
Jogja Last Friday Ride. “Roda-roda terus berputar (Jogjakarta City Last Friday
Together). Keringat beringas mengucur deras. Last friday together... all the
people all the best friends!” Tapi, bukankah
di sini kita berekreasi? Tak ada gunanya saya terus gelisah meratapi kehilangan.
Biarlah. Dompet hilang, tak masalah Bal! Yang penting kita bersenang-senang
dalam rekreasi FKY 2013. Nikmati Jumat malam terakhir di bulan Juni.
Catatan
Cerita hajatan FKY tahun 2014 saya tulis dalam "Yuk, Dodolan ke FKY 26". Kisahnya bisa dilihat di http://diasporaiqbal.blogspot.com/2014/08/yuk-dodolan-ke-fky-26.html
Ora Masalah Har! Lagu protes para kaum sepeda Yogya. |
ERWE Band menghibur FKR. Mengusir gelisah. |
2 komentar
Turut berdukacita mas atas dompetnya. Semoga dapat ganti yang lebih barokah. Tulisannya keren mas, membuat hasrat saya ingin melihat jogja kembali :)
BalasHapusamiiiin.. Mas Indra, sang inspirasi Indonesia.. :)
HapusMakasiiih atas komennya.. Ayoook stelah pengabdiannya slese di Lampung, main ke jogja lagi.. :P