Persaudaraan Sate Sapi Kotagede
April 25, 2013Lontong berkuah lodeh tempe. Pedas dan Spicy. Keunikan Sate Sapi Kotagede. @iqbal_kautsar |
Selalu saja melintas Kotagede selepas maghrib, membangkitkan romantika manis sebuah kota lama yang dulu menjadi ibu kota pertama kerajaan Mataram Islam. Ada segenggam rindu pada keagungan peninggalan bersejarah. Ada sedekap hangat pada manusia-manusianya.
Petang itu, suasana Pasar Kotagede begitu riuh. Penuh hingar bingar penjual pembeli yang memadat. Seakan merayap-rayap dalam lorong pasar untuk bertransaksi. Tapi, Pasar Kotagede juga menawarkan hiburan rakyat. Beberapa anak tampak larut pada keceriaan naik mobil-mobilan berlampu. Pasar Kotagede adalah pusat keramaian yang tak lekang zaman.
Di sekeliling pasar, tengara lain Kotagede, toko-toko perak sudah mulai lesu. Tersisa sekedar beberapa toko yang masih mengharap pembeli di awal malam. Ikon ekonomi kota ini pun terganti dengan geliat-geliat kuliner spesial Kotagede. Ya, malam adalah gilirannya kuliner-kuliner lezat Kotagede beraksi. Kuliner yang sangat legendaris salah satunya adalah sate sapi. Saya bersama seorang kawan tertambat di Warung Sate Sapi Pak Cipto, Jalan Kemasan Kotagede, jalan utama menuju Pasar Kotagede dari Gedongkuning.
“Sate Sapi dua gih, pak” pesan saya.
Saya memilih sate sapi biasa. Tapi, jangan pikir kalau sate sapi di sini adalah kuliner biasa. Sate Sapi Kotagede begitu khas dan istimewa.
Tepat pada meja di bawah lampu bohlam saya mengambil tempat makan. Tampilan mejanya sederhana. Meja kayu memanjang yang sepertinya telah berusia tua. Kursinya pun juga memanjang. Ini begitu khas sebuah warung makan Jawa yang tradisional dan original. Di atasnya, sepasang tempe dan tahu bacem terhidang. Waktu itu saya begitu lapar sehingga baceman itu menjadi pengganjal perut sembari menunggu sate spesial datang. Terhidang juga minuman teh panas yang menggunakan gula batu. Seseruput pertama terasa nikmat. Teh rasa klasik. Wangi, manis, dan agak sepet.
Tak sampai seperempat jam, Sate Sapi pun terhidang oleh seorang pelayan yang ramah. Dia lekas mempersilakan kami. “Monggo, didahar.” Berjawa kromo halus.
Sepiring Sate Sapi tersaji dengan sepiring lontong berlodeh tempe. Inilah cara penghidangan khas Sate Sapi di Kotagede yang beda dengan sate lainnya. Inilah sepasang suami-istri (orang setempat menyebut untuk padanan pada hidangan Sate Sapi Kota Gede ini). Sate sapi tampak gagah dengan balutan bumbu saus kacang berkecap yang mewarnai sekujur badannya. Lontong terlihat cantik dengan siraman air lodeh berhiaskan potongan-potongan tempe dan cabai pemedas.
Saya memilih mencoba lontong terlebih dulu. Rasa pertama, kuah lodeh begitu ‘berwarna’ rasa. Cukup ‘spicy’ merempah. Yang pasti ada sentuhan kencur, laos, bawang, jahe, dan tentunya garam. Tempe nya pun empuk dan gurih. Sepertinya berasal dari kedelai yang bagus. Rasa pedasnya cukup nyamleng. Merasakan lontong berlodeh tempe tepat untuk menjadi pemanasan sebelum menyantap sang ‘lelaki’: sate sapi.
Sate sapi pun mulai digigit. Lantas saya ‘mainkan’ di lidah. Selanjutnya saya kunyah. Aaah, mantaaap, dab!! Ada rasa rahasia yang tersingkap di balik wujud gagahnya. Tapi apa yah? Sang penjual tak mau mengaku. Dia merahasiakan bumbu sate sapi ini. Tapi, keistimewaan yang terungkap adalah daging sate sapi Pak Cipto berasal dari punggung bagian pinggir yang sudah dihilangkan ototnya. Merasakan sate sapi ini pun begitu empuk. Tak terasa alot. Dan, mantapnya adalah tak pakai gajih atau lemak. Semuanya full daging sapi istimewa. Sepuluh tusuk dengan 3-4 potongan daging per tusuknya. Jelas ini adalah santapan yang memuaskan petang itu.
Bersaudara. Sate Sapi Lap. Karang Pak Prapto. @iqbal_kautsar |
Pada awalnya, penjualannya dilakukan menggunakan pikulan berkeliling Kotagede. Gerobak selanjutnya menggantikan pikulan untuk memudahkan berkeliling kepada langgananya. Penghidangannya juga masih sederhana, yakni menggunakan pincuk dan belum ada bumbu lodeh.
Dirasa langganannya telah banyak dan loyal, Mbah Karyo memarkir gerobak dan membuka warung di Lapangan Karang Kotagede. Mulailah dikenallah sebagai Sate Karang. Putra Mbah Karyo, Pak Prapto dan adiknya, Pak Cipto membantu jualan sate sapi lapangan Karang. Hingga kemudian, Mbah Karyo istirahat karena tua dan usaha Sate Karang diteruskan oleh sang kakak, Pak Prapto. Sedangkan Pak Cipto memulai usaha baru Sate Sapi di jalan Kemasan. Saat ini usaha kedua sate sapi ini sama-sama terkenal, khas dan enak. Sudah tiga generasi, usaha legendaris ini berjalan.
Ya, sate sapi Kotagede pun sarat dengan nuansa persaudaraan. Rasa sate sapi pun sama. Saya pernah mencoba juga Sate Sapi Lapangan Karang, malah berkali-kali. Ini karena sate sapi Pak Prapto memiliki keunggulan nama daerah yang mudah diingat: Sate Karang, berada di lapangan Karang. Kalau dari segi rasa, menurut saya, bisa dipastikan tidak ada beda. Sama-sama berasal dari resep rahasia yang sama dari Mbah Karyo, sang maestro Sate Sapi.
Sate Karang berlokasi sekitar 300 meter ke arah barat dari Sate Pak Cipto. Pas di pinggir lapangan Karang pada sisi dekat jalan besar. Jika dicari perbedaannya, hanya masalah tata warung dan variasi minuman yang disajikan.
Di Sate Karang, pembeli akan menikmati sajian sate sapi dan lontong lodeh sambil lesehan di bawah tenda. Tak ada meja dan kursi yang tersedia. Saya membayangkan jika hujan tiba, hal ini akan bermasalah pada orang yang terbiasa makan pada kondisi nyaman. Soalnya hujan akan membuat becek. Adapun, Sate Pak Cipto berada pada sebuah warung berbambu semi permanen. Duduknya pada kursi dan ada meja yang lebih memudahkan untuk menyantap makan.
Sate Karang, kuliner legendaris dari Kotagede. @iqbal_kautsar |
***
Tak terasa. Larut pada kelezatannya. Juga sembari mengudap cerita persaudaraan Sate Sapi Kotagede ini dari kawan, sate sapi saya telah habis. Gurihnya pun begitu membekas. Kini, rasanya mata terasa lebih melek. Tapi tak seperti efek sate kambing, badan tetap stabil. Tidak lantas berkeringat panas, meluap-luap.Sate sapi memang ‘soft’ untuk tubuh. Saat saya makan tadi, orang-orang sepuh pun dengan tenangnya melahap sate sapi. Kata mereka, sate sapi lebih ‘soft’ untuk urusan kolesterol. Dan, tibalah saya yang harus membayar karena saya yang mengajak dan menraktir kawan saya.
“Pinten pak, sate kalih lontong?”
“Sedoyo seket ewu, 50 ribu.”
Ah, ternyata untuk urusan harga, kedua Sate Sapi ini juga bersaudara. Sate Karang dan Sate Pak Cipto per porsinya sama, yakni Rp 25 ribu untuk sate sapi dan lontong lodeh tempe. Persaudaraan yang komprehensif! Harga yang cukup mahal tetapi bagi saya berharga untuk merasakan pusaka kuliner Kotagede yang melegenda.
Suasana warung 'tradisional' Sate Pak Cipto. @iqbal_kautsar |
Suasana lesehan Sate Karang. @iqbal_kautsar |
5 komentar
Setelah melihat gambar hidangan jadi kepingin mencoba. Itu lokasi warung Pak Cipto sebelah kanan atau kiri jalan kalau masuk dari toko Kota Gede di pertempatan jalan? Sebaiknya cara menghidangkan sayurnya dipisah taruh di mangkuk tersendiri, jangan dicampur lontong kaya gitu, seperti makanan kuda.
BalasHapusitu di sebelah kiri jalan kalau dari pasar Kota Gede.. :).. monggo dicoba.. dan tenang saja gak kayak makanan kuda kok mbak :P, pnyajian lontong kan dipisah, gak sama sate.. dan klo gak brkenan pke lontong sayur, bisa pake lontong biasa.. :)
HapusMasih murah sup ayamnya Pak Min Klaten, cepat disajikan. Sup ayam Pak Min sudah sampai di Malang. Ada dua cabang di Malang.
BalasHapusKalo sup ayam Pak Min itu referensi kuliner yg lain mbak. Harga sapi ma harga daging ya jelas beda mbak. makany lebih mahal sate sapi, hehe.
HapusIya, Sup Ayam Pak Min skrg sudah menyebar k banyak kota.. Mantap.. klo sate sapi ini cma buka di Kotagede.. hehe.. :)
nyuussssss emang sate karang kotagede :D
BalasHapus