Sejumput Cerita Jurnalisme Warga
Mei 05, 2010Jurnalisme warga mulai ramai dikenal publik |
Tak bisa dipungkiri, kemajuan teknologi komunikasi dan informasi berefek gigantik pada bagaimana suatu berita timbul dan menyebar dari satu pihak kepada pihak lain. Masyarakat di suatu tempat mampu secara cepat dan tepat mendapatkan informasi dari masyarakat lain sekalipun terpisah jarak yang jauh. Pun, suatu masyarakat dapat dengan cekatan menyebarkan informasi dalam hitungan detik berdiaspora ke seluruh dunia. Kenyataan ini semakin ‘menggila’ apalagi setelah akses internet bisa dengan mudah dan murah kita peroleh.
Perubahan fenomenal ini memproduksi perubahan pula pada bidang jurnalistik. Lompatan besar pada bidang informasi melahirkan percabangan baru pada jurnalisme. Adalah jurnalisme warga atau citizen journalism yang menjadi ranting baru pada pohon jurnalisme sebagai resultan dari kemajuan informasi. Sesuai dengan namanya, jurnalisme warga adalah jurnalisme yang timbul karena inisiasi aktif dari warga masyarakat. Menurut Shayne Bowman dan Chris Willis, jurnalisme warga adalah kegiatan atau tindakan warga memainkan peran aktif dalam proses pengumpulan, pelaporan, analisis dan penyebaran berita dan informasi.
Salah satu ide awal jurnalisme warga adalah setiap orang tanpa latar belakang jurnalistik pun mampu menyampaikan fakta berita kepada khalayak ramai. Ini berangkat dari kenyataan seorang wartawan yang tidak selalu dapat hadir dan berkemungkinan telat dalam sebuah momen peristiwa, kecuali ia partisipan, ketimbang warga yang melihat dan merasakannya secara langsung. Di sini, warga yang merasakan momen secara langsung pasti lebih cepat dan akurat menjadi pewarta informasi dibanding wartawan yang mungkin mengutip dari sumber pelaku kejadian atau mendapat informasi belakangan. Seperti halnya hakikat informasi, semakin cepat informasi diungkapkan, semakin tinggi nilai informasi tersebut untuk diterima khalayak luas.
Tak ada yang sangsi ketika kasus teror bom Mumbay, India beberapa tahun lalu bisa tersebar secara cepat ke seluruh dunia dalam hitungan kurang dari sepuluh menit. Ini berkat informasi yang berpokok dari jurnalisme warga. Ada seorang profesor Harvard yang dengan cepat menginformasikan perristiwa terorisme ke masyarakat luas lewat tulisan di blog pribadinya, sesaat setelah teroris menyerang dan menguasai hotel tempat ia berada saat itu. Wartawan dan jurnalis mainstream baru datang berjeda 1 jam kemudian. Hebatnya, profesor itu yang juga sebagai sandera teroris, memberitakan secara real-time tentang bagaimana kondisi yang dialaminya dari dalam hotel itu. Wartawan domestik dan internasional yang datang langsung ke tempat kejadian hanya dapat memberitakan dari luar gedung dan dari jarak yang cukup jauh karena terblokade polisi.
Tak bisa dipungkiri, jurnalisme warga kini tumbuh bak cendawan di musim hujan beriringan dengan semakin luasnya jaringan internet ke seluruh penjuru dunia. Peralatan dan gadget yang mempermudah dan mempercepat koneksi seseorang dengan internet dimanapun dan kapanpun ia berada kian hari kian variatif dan canggih. Arus komunikasi dan informasi pun menjadi tak berjarak dan berjeda lagi. Secara otomatis, pun jurnalisme warga bergerak dan berakselerasi dengan percepatan luar biasa. Semua orang telah secara bebas mewartakan apa yang dialaminya, disukainya, dibencinya maupun diinginkannya kepada publik.
Tak ayal, kontroversi atas jurnalisme warga, terutama atas kesahihan informasi yang diwartakan, menjadi bahan perbincangan serius yang menyeruak pada kalangan jurnalis profesional. Jurnalis beranggapan bahwa kaidah dalam penginformasian berita yang baik dan benar harus sesuai dengan teknik dan kode etik reportase berita. Ini lah yang tidak bisa dipenuhi oleh setiap jurnalis warga. Tentunya, kredibilitas berita yang buruk dari jurnalisme warga dapat merusak citra jurnalistik secara keseluruhan yang selama ini telah dibangun para jurnalis profesional.
Selain itu, jurnalisme warga rawan sekali dimanfaatkan sebagai cara untuk memfitnah ataupun mendiskreditkan pihak lain secara tidak bertanggung jawab. Atau juga bisa merupakan pencitraan fiktif yang berlebihan kepada atau oleh suatu pihak dengan bertopeng maksud tertentu . Kerentanan ini menjadikan jurnalisme warga identik dengan ketidaksesuaian dengan fakta yang terjadi dan tindakan yang manipulatif. Akhirnya, ini mendorong banyak pihak berdebat untuk merumuskan kembali apa itu jurnalisme warga.
Namun, menurut hemat penulis, jurnalisme warga tetaplah sebagai langkah positif dalam bidang jurnalistik. Kontroversi yang ada bisa dieliminasi dengan melakukan cross-check dengan berita-berita yang mengangkat isu terkait. Biasanya dalam jurnalisme warga, tak hanya seseorang yang mewartakan suatu peristiwa. Inilah yang bisa menjadi check and balance dari suatu berita yang dihasilkan dari jurnalisme warga. Ketidakbenaran berita dapat dicegah dengan melandasi pada berita yang telah terverifikasi oleh pewarta lainnya.
Jurnalisme warga berpeluang luas untuk tumbuh subur di semua kalangan. Konsep yang mudah, bebas dan fleksibel menstimulus setiap orang memberitakan apa yang ia lihat, alami, rasakan dan inginkan. Timbul lah tulisan-tulisan warga berbasiskan jurnalisme warga pada websites maupun blog pribadinya. Kini menjadi semacam kegandrungan bagi masyarakat untuk berpartisipasi dalam ranah jurnalisme warga pada blog atau website pribadinya, tidak ‘melulu’ bercerita berupa curahan hati saja. Bagusnya, informasi yang diutarakan pun memiliki kekuatan yang informatif bagi khalayak ramai selayaknya informasi dari media mainstream .
Kemudian lahirlah berbagai media yang memfasilitasi jurnalisme warga. Situs ohmynews.com dari Korea Selatan merupakan situs terbesar dan terkenal yang memfasilitasi besarnya kekuatan dari jurnalisme warga ini. Situs tersebut hidup dari tulisan-tulisan kontributor bebas yang menyebar tak terikat dari seluruh penjuru dunia. Pun, jurnalisme warga telah berhasil ‘memaksa’ media mainstream untuk memasukkan jurnalisme warga sebagai bagian dari hegemoninya dalam pemberitaan informasi. Contohnya, KOMPAS menyediakan ruang luas bagi jurnalisme warga dengan porsi khusus di situsnya. Begitu juga dengan media-media lainnya, baik dalam negeri seperti Media Indonesia.com maupun internasional seperti CNN dengan iReport.org, yang telah ‘terbuka’ dengan jurnalisme warga walaupun masih terbatas.
Sekarang kaitannya dengan mahasiswa, akselerasi jurnalisme warga pun mestinya tak bisa menafikan terhadap eksistensi mahasiswa. Jurnalisme warga adalah bejana dan jalan untuk semangat dan harapan baru atas intelektualitas yang selama ini kuat melekat pada diri mahasiswa. Jurnalisme warga juga memberikan peluang atas sarana mahasiswa untuk berinteraksi dalam realita. Kenyataan ini tak terlepas sebagai buah ‘dukungan’ dari kampus dengan fasilitas-fasilitasnya yang sarat dengan teknologi informasi. Akses yang luar biasa terhadap internet di lingkungan kampus tentu sangat berguna demi mendukung setiap mahasiswa untuk ikut serta dalam jurnalisme warga.
Tidak ada alasan yang memberatkan lagi bagi mahasiswa untuk mengekspresikan keintelektualitasnya dalam ranah maya. Kini tidak zamannya lagi mahasiswa hanya menjadi konsumen informasi, tetapi kini wajib berposisi sebagai produsen informasi. Jurnalisme warga dalam tatanan mahasiswa layak sekali untuk dilaksanakan karena pula sebagai senjata untuk menerobos celah-celah pengekangan penguasa. Jurnalisme warga di dunia maya merupakan ruang yang sangat terbuka bagi mahasiswa untuk tetap bersetia dengan nalar kritisnya dalam mencermati segala fakta. Kita pun sebagai mahasiswa tak percuma lagi diperdaya oleh informasi, yaitu dengan menjadi partisipan aktif dalam jurnalisme warga. Mau kah mahasiswa aktif berjurnalisme warga?
1 komentar
Ealah ternyata mas Iqbal wes nulis disitan haha
BalasHapus