Logo Bank Indonesia |
Pada 4 Maret lalu, Bank Indonesia mengumumkan penurunan BI Rate sebesar 50 basis poin menjadi 7,75%. Pemangkasan BI Rate hingga 200 basis poin dalam empat bulan terakhir ini merupakan salah satu upaya memperkuat perekonomian nasional dalam rangka mencegah imbas yang lebih dalam dari krisis global saat ini.
Ketika BI Rate diturunkan, tentu alur yang diharapkan adalah sektor perbankan ikut pula menurunkan suku bunga kreditnya. Jika perbankan telah menurunkan suku bunga kreditnya, ini akan berdampak pada peningkatan minat masyarakat mengajukan kredit ke bank. Ketika kredit usaha yang diminta banyak, maka sektor ekonomi riil pun akan bergairah. Implikasinya, penciptaan lapangan kerja akan semakin meningkat karena dunia usaha diringankan dengan penyediaan modal yang bersuku bunga lebih rendah. Ancaman keterpurukan ekonomi Indonesia pun bisa dihindari dengan inisiasi kebijakan penurunan BI Rate ini.
Idealnya, jika suku bunga acuan BI 7,75%, suku bunga kredit perbankan bisa turun sekitar 4% dari kisaran yang ada saat ini, 14-16%. Namun, tidaklah mudah bagi perbankan untuk menurunkan suku bunga dari kisaran itu. Ini dikarenakan kemungkinan terjadinya penurunan pendapatan yang besar dari usaha pemberian kredit ke masyarakat. Selama ini, diketahui bahwa penyumbang terbesar pendapatan perbankan adalah usaha pemberian kredit.
Padahal, sebenarnya tidak ada alasan lagi suku bunga kredit untuk tidak turun. Di tengah hantaman krisis, kemampuan kredit masyarakat tentu tidak sekuat ketika sebelum krisis. Jika suku bunga kredit tidak turun, dikhawatirkan akan terjadi peningkatan kredit bermasalah (non performing loan/NPL). Ini tentu akan membuat bank-bank dalam kondisi berbahaya karena tidak adanya atau kurangnya kredit yang kembali.
Ini lah yang membuat perbankan dalam kondisi dilematis. Oleh karena itu, perbankan membutuhkan waktu transisi antara penurunan BI Rate dengan suku bunga kredit. Masa transisi itu pun bervariasi tergantung dengan kemampuan likuiditas masing-masing bank.
Paling tidak dibutuhkan jeda waktu satu bulan untuk menurunkan tingkat suku bunga kredit. Jeda waktu ini digunakan perbankan untuk menyesuaikan dengan tingkat suku bunga dananya, seperti: giro, deposito dan tabungan. Bank yang memiliki likuiditas yang baik tentu lebih mudah menurunkan suku bunga dananya. Jelasnya, dalam menurunkan suku bunga kredit perlu diikuti dengan penurunan suku bunga dana perbankan, agar tetap terjadi margin yang rasional bagi likuiditas perbankan.
Memang, kebijakan yang dilakukan oleh BI adalah bertujuan untuk menyelamatkan keadaan ekonomi Indonesia, utamanya sektor riil, tetapi mengaplikasikan kebijakan ini perlu proses dan waktu yang tidak sesingkat membalikkan tangan. Sektor perbankan tentu mempunyai aturan dan syarat tersendiri dalam menurunkan suku bunga kreditnya. Semua harus dipikirkan secara bijaksana agar jangan sampai terjadi masalah yang menyengsarakan rakyat di kemudian hari.
*) Artikel pernah dimuat di koran Sindo, 14 Maret 2009